Masa lalu adalah masa lalu. Itu ada di
belakangku, tapi aku masih putus asa saat mengingatnya.
“Bagaimana aku harus bereaksi ketika aku kembali ke rumahku
yang indah, hanya untuk disambut oleh seekor beruang yang duduk di sofaku?”
“Jyr .... kita bisa membunuh seekor beruang saja .... jadi aku
lebih memilih skenario itu....”
“Mengapa kamu berkeliaran seolah-olah kamu teman kami? Kamu
bisa jelaskan padaku mengapa kamu hanya duduk menikmati teh?”
Segera setelah mereka kembali ke penginapan, Jyrki, Iina, dan
Lumia mengungkapkan pemikiran mereka tentang penyusup.
“Oh, ayolah, jangan terlalu jahat padaku,” Axel tertawa. “Nona
kecil itu yang menuangkan teh.”
"Oh! Um .... bagaimanapun juga, dia Pahlawan Agung .... kupikir
aku bisa menawarkan sesuatu untuk diminum .... um, agar tidak bersikap kasar....”
Salume menjelaskan, gemetar sepanjang waktu.
“Humph. Aku yang menyuruhnya menyajikan teh. Kamu tidak perlu
terlalu gelisah, Salume,” desah Asura, merentangkan tangannya ke samping. Dia
sudah mengenakan pakaiannya dan sedang duduk tegak di tempat tidur. Reko ada di
sampingnya, dan Marx berdiri dengan punggung menempel ke dinding.
“Oke sekarang, Tuan Axel, apa yang kamu lakukan di sini?”
Lumia bertanya sambil duduk di kursi. Iina dan Jyrki tetap berdiri.
"Benar. Kudengar kalian mau menghancurkan organisasi
kriminal. Sebelum kalian melakukan itu, aku ingin kalian menangkap petingginya,
mendapatkan informasi dari mereka, kemudian memberi tahuku hasilnya. Mengerti?”
“Dan kenapa, tolong katakan, Pahlawan Agung tertarik pada
organisasi kriminal?”
“Kau sangat cerewet, Nona.”
“Hmm, aku bertanya kenapa? Mungkin karena kamu mengalahkan
Asura, Tuan Axel.”
“Aku sudah minta maaf dan kita imbang, berkat apa yang kamu lakukan
pada tangan kiriku.”
“Benar,” sela Asura. “Biarkan saja, Lumia. Jadi mengapa kamu
tertarik? Aku terkejut kamu sudah mengetahui ini.”
“Aku akan selalu, selama-lamanya, mengawasi tindakanmu. Tapi saat
ini, itu bukan masalah,” kata Axel. “Pendapat mengenai kelompok ini merupakan
ancaman bagi umat manusia terbagi dalam komunitas pahlawan.”
"Aku mengerti." Lumia mengangguk. “Kurasa seorang pemuda
mengatakan sesuatu tentang bagaimana sebuah organisasi kriminal raksasa hanya
menyebabkan kerugian bagi umat manusia?”
“Bagaimana kamu tahu orang yang mengatakannya seorang pemuda,
Nona?”
“Pembicaraan seperti itu diperuntukkan bagi kaum muda, kan? Kurasa
mereka pahlawan baru, dengan rasa keadilan kuat, di mana jalan mereka tidak
pernah menyimpang dari jalan lurus dan sempit?”
“Ya, kurang lebih,” desah Axel. “Karena kita berhadapan dengan
manusia, beberapa pahlawan tidak setuju dengan pernyataan itu. Tapi .... kamu
pernah mendengar rumornya?”
“Rumor? Seperti apa?" tanya Asura.
“Jadi orang yang memimpin organisasi itu disebut Dewa, kan?
Dan ada pula yang mengatakan itu nama samaran Jeanne Autun Lala. Kami
memutuskan akan melakukan sesuatu jika rumor tersebut benar.”
"Oh? Jeanne Autun Lala, katamu?” Asura menyeringai.
"Itu luar biasa. Jika kuingat, dia adalah orang termuda yang menjadi
pahlawan, sekaligus pahlawan terkuat yang kehilangan gelarnya. Apa aku
benar?"
“Seseorang memecahkan rekor Jeanne sebagai pahlawan termuda
beberapa waktu lalu.”
"Benarkah? Apa ini berarti kalian para pahlawan masih
mencari Jeanne bahkan satu dekade kemudian?”
“Yah, tentu saja. Saat ini, dia merupakan noda dalam sejarah kami.
Begitulah cara kebanyakan orang memandangnya, kan?”
“Jadi kamu berbeda, Axel?”
“Humph, di dalam saja.” Axel mengangkat bahu. “Omong-omong,
ini bukan hanya tentang para pahlawan. Polisi militer di berbagai negara di
seluruh dunia sedang mencarinya. Dia berada di urutan teratas dari hampir semua
daftar orang yang dicari. Sudah waktunya bagi kami untuk membereskan semuanya.”
“Membereskan semuannya, huh? Baiklah, lakukan apapun yang kamu
mau. Kami tidak ada hubungannya. Satu-satunya tugas kami adalah menghancurkan
markas Felmafia di Arnia. Jadi kami akan memberimu informasi apapun yang kami
dapat.”
“Terima kasih banyak.” Axel menyeringai dan merentangkan
tangan kanannya ke samping.
“Pahlawan Agung Axel,” kata Marx bersemangat, “kamu pernah melihat
Jeanne? Dia terlihat seperti apa?"
“Tentu saja aku pernah melihatnya. Aku adalah bagian dari
Ekspedisi Raja Iblis yang sama dengannya. Dia cantik, dengan mata yang cerah
dan bersinar.” Dia mengalihkan pandangannya ke Lumia.
“Mari kita lihat .... dia mungkin terlihat sangat mirip dengan
wanita di sana jika dia sedikit lebih tua.”
“Sungguh suatu kehormatan,” kata Lumia.
“Yah, satu hal yang pasti, kamu bukan Jeanne. Kamu mirip
dengannya, tapi kamu tidak memiliki keilahian Jeanne—sifat yang membuatnya terlihat
seperti dewa. Selain itu, dia tidak mungkin menjalani kehidupan riang seperti
tentara bayaran setelah melakukan Pembantaian Besar. Jauh lebih bisa dipercaya
jika dia memimpin sebuah organisasi kriminal.”
“Tentu saja,” kata Lumia dan setelah mendengar itu, Axel
menghela nafas.
“Dengarkan ceritaku sebentar, Lumia Autun.”
Ekspresi Lumia sedikit berubah. Hanya Asura yang mampu
mengenali kebingungan di wajahnya. Anggota Moon Blossom lainnya membelalakkan
mata mereka, tetapi hanya Marx yang tetap diam. Kemungkinan besar dia sudah
mencurigai identitasnya.
“Aku masih tidak percaya Jeanne membunuh raja dan pangeran
kedua di negaranya sendiri,” kata Axel. Karena kejahatan itulah Jeanne menerima
hukuman mati, dan terlebih lagi kehilangan gelarnya sebagai pahlawan. “Ini
hanya tebakanku, tapi Jeanne mungkin terlibat dalam perebutan kekuasaan
keluarga kerajaan. Dan lebih dari itu, aku curiga para pahlawan juga ada
hubungannya.”
“Itu hipotesis yang menarik.” Asura tertawa. “Bukan bagian
perebutan kekuasaan. Bagian tentang para pahlawan.”
“Aku bahkan menulis petisi, tahu? Aku meminta mereka untuk
mempertimbangkan kembali hukuman mati Jeanne. Aku mungkin Pahlawan Agung, tapi
aku hanya salah satu dari enam Pahlawan Agung. Pahlawan Agung Felsenmark Tengah
adalah orang yang menyetujui hukuman Jeanne, jadi aku tidak bisa
menyelamatkannya.”
“Tuan Axel, kamu mengajukan petisi tertulis?” Lumia bertanya
dengan tidak percaya.
"Ya. Salah satu hukuman Jeanne adalah penyiksaan di depan
umum, ingat? Aku tidak melihatnya sendiri, tapi mendengarnya saja sudah
membuatku jijik. Dia baru berusia delapan belas tahun. Namun mereka
menelanjanginya dan menyeretnya berkeliling kota untuk dilempari batu oleh
orang-orang. Kemudian mereka mencambuknya sampai dia kehilangan kesadaran.
Orang-orang dari Felsen Tengah selalu menjadi kelompok jahat, tapi apa yang
mereka lakukan membuatku muak.”
“Kita memiliki kesamaan. Aku juga benci orang-orang di Tengah.”
“Tetapi bahkan setelah semua yang dia lalui, Jeanne tidak
pernah meninggikan suaranya. Aku mendengar dia tidak pernah sekalipun melihat
ke bawah dan menjauh dari kerumunan. Jika itu benar, lalu seberapa kuat dia?”
"Manaku tahu? Mungkin dia berhenti peduli.” Ada sedikit
ekspresi sedih di wajah Lumia ketika dia mengatakan itu.
"Mungkin. Namun meski begitu, bagaimana seseorang seperti
Jeanne tiba-tiba menggunakan Divine Retribution ketika waktu eksekusinya tiba?
Aku tidak berada di sana waktu itu, tapi ketika aku lewat lagi, tempat itu menjadi
ladang mayat. Tidak mungkin membunuh banyak orang sekaligus tanpa menggunakan Divine
Retribution.”
“Divine Retribution adalah mantra serangan pamungkas, meskipun
berbeda dari bentuk sihir lainnya,” kata Marx. “Itu alasan mengapa Jeanne
menjadi yang terkuat, kan?”
“Mantra macam apa itu?” tanya Reko.
“Itu memanifestasikan malaikat maut, memiliki kekuatan tempur
yang sama dengan seorang pahlawan. Jeanne mampu menciptakan tiga malaikat
sekaligus,” jelas Marx, salah satu penggemar Jeanne. “Itu artinya, meski hanya
sementara, dia bisa bertarung dengan kekuatan empat pahlawan meski hanya satu
orang.”
Reko bersenandung. Asura merasa lucu melihat reaksinya, karena
dia telah melihat Divine Retribution dengan kedua matanya sendiri. Reko pun
menyadarinya. Dia menatap Lumia, yang meletakkan jari telunjuknya ke bibirnya
yang tersenyum. “Itu rahasia,” dia berkata. Jyrki memperhatikan interaksi
diam-diam mereka, tapi sepertinya tidak mengerti.
“Aku mendengarnya belakangan ini, tapi mereka juga menangkap
adik perempuan Jeanne,” lanjut Axel. “Mereka curiga dia terlibat di dalamnya.
Ini hanya dugaan, tapi mungkin Jeanne berusaha melindunginya. Kemudian selama
eksekusi....”
“Dia mengetahui orang yang ingin dia lindungi sudah mati, atau
dia dibuat percaya akan hal itu. Apa itu kedengarannya benar?” Asura bertanya
sambil menggerakkan tangannya dengan cermat.
“Sesuatu seperti itu.” Axel mendengus. “Jeanne membayangi dia,
tapi kudengar adiknya adalah seorang prajurit-penyihir sama seperti dia. Aku tidak
tahu banyak tentang sihir, tapi kudengar adiknya menggunakan elemen cahaya dan
masih belum memiliki Elemen Tetap.”
“Adik perempuan Jeanne, Lumia Autun,” kata Marx seolah sedang
mengajar di kelas. “Lala adalah gelar yang diberikan kepada kepala keluarga,
jadi adiknya tidak bisa menyebut dirinya seperti itu. Yah, saat Jeanne menerima
putusan bersalah, dia kehilangan gelar Lala. Tapi sekarang pun, orang-orang masih
menyebutnya sebagai Jeanne Autun Lala.”
“Aku hanya ingin meminta maaf. Maaf aku tidak bisa menyelamatkan
kakakmu Jeanne,” kata Axel sambil menatap Lumia. Semua orang juga memandangnya.
“Aku bukan Lumia Autun,” katanya sambil tersenyum sedih.
“Meski begitu, kamu tidak perlu meminta maaf, kan?”
"Aku mengerti." Axel berdiri. “Nama, penampilan, kekuatan
.... segala sesuatu tentangmu cocok dengan apa yang aku ketahui tentang dia.
Tapi jika kamu bilang kamu bukan adik Jeanne, maka kurasa aku salah.” Dia
memasukkan tangannya ke dalam sakunya, kemudian melemparkan segepok uang ke
Asura.
"Apa ini?" dia bertanya.
“Aku mempekerjakanmu untuk suatu pekerjaan. Aku meminta salah
satu anak muda kami mengawasimu. Dia adalah calon Pahlawan Agung yang bisa
menandingi pukulan demi pukulanku dalam sebuah pertandingan. Tapi dia terlalu happy-go-lucky, jadi latihlah dia
untukku, oke?”
(Happy-go-lucky: seseorang
yang selalu ramah, positif, menikmati hidup, dan seperti tidak punya masalah
untuk dikeluhkan.)
“Happy-go-lucky?”
"Ya. Dia percaya pada kebaikan yang melekat pada umat
manusia dan tidak memiliki pengalaman tempur nyata. Tidak mengira lawan akan
menyerangnya sampai ada yang memberi isyarat untuk memulai....”
“Bukannya itu berlaku untuk semua pahlawan?” Asura
menunjukkan. “Bukan karena kepercayaan mereka pada kebaikan atau pengalaman
tempur mereka, tapi fakta mereka tidak pernah mengira akan diserang.”
"Kurasa .... mereka tidak percaya kalau mereka bisa
dibunuh oleh manusia. Aku tetap sama sampai bertemu kalian semua.”
"Aku bisa memberitahu. Apa kalian semua sudah mengambil
tindakan balasan terhadap pembunuhan? Menurutku, pahlawan atau bukan, kecuali
kamu bersembunyi di bunker bawah tanah, ancaman kematian selalu mengintai di
dekatmu.”
"Huh? Apa itu buhn-ker?”
“Maksudku .... kecuali kamu menyelinap ke dalam ruang bawah
tanah yang kokoh. Jika kamu tidak ingin dibunuh, maka kamu tidak punya pilihan
lain selain menjalani hidupmu tanpa berinteraksi dengan siapa pun atau
melibatkan diri dalam apapun.”
“Seolah-olah itu mungkin. Bahkan pahlawan pun punya rutinitas,
atau kehidupannya sendiri.” Axel memutar wajahnya. “Sudah terlambat untuk
menambahkan aturan yang melarang para pahlawan bergabung dengan organisasi
pilihan mereka. Kita tidak bisa melarang mereka untuk memulai sebuah keluarga
atau memaksa mereka meninggalkan negaranya.”
“Kemungkinan terbunuh masih tetap ada.”
“Semuanya berjalan baik-baik saja sampai sekarang, sialan!”
“Jadi kalian semua hanya sekelompok orang naif dan idealis.
Tapi jangan khawatir. Aku akan mengajari calon Pahlawan Agung masa depanmu
betapa kejamnya kenyataan.”
“Ya, itu bagus. Mengetahui noda sepertimu dan kelompokmu ada
di dunia ini sudah menjadi pelajaran berharga. Ngomong-ngomong, calon inilah
yang memecahkan rekor Jeanne sebagai pahlawan termuda.”
Setelah melambai pada mereka dengan tangan kanannya, Axel
meninggalkan ruangan.
“Melatih seorang pahlawan terdengar seperti pekerjaan yang
menarik. Wow, dia memberi kita lima puluh ribu dora. Ayo berpesta setelah
urusan kita selesai.” Asura menyeringai sambil menggoyangkan segepok uang ke
arah kelompoknya.
“Bagus sekali. Tapi seorang pahlawan sudah kuat, kan? Apa yang
harus dilatih? Maksudmu membuat mereka lebih kuat secara mental?”
“Mungkin, itu saja,” kata Lumia, menjawab pertanyaan Jyrki.
“Seringkali, para pahlawan sudah memiliki pengalaman tempur nyata dan telah
membunuh orang pada saat mereka mendapatkan gelarnya. Mereka sadar akan
realitas dunia. Tapi sepertinya yang satu ini melewatkan itu.”
“U-Um .... sebelum kita melanjutkan, aku boleh mengajukan
pertanyaan?”
“Tidak, Salume.” Lumia menggelengkan kepalanya. “Aku belum
ingin membicarakannya.”
“Ka-Kamu benar. Aku minta maaf."
Semua orang penasaran dengan Lumia. Menurut pendapat Asura,
waktunya sudah lebih dari siap bagi Lumia untuk mengungkapkan rahasianya. Axel
sudah menyentuh sebagian besarnya.
“Sekarang,” katanya, “mari kita kembali ke topik utama.
Informasi apa yang kalian miliki untukku?”
“Benar,” Jyrki mengangguk. “Kami berpura-pura menginginkan
narkoba, menangkap penjualnya, dan membuatnya berbicara.”
“Ada kelompok kriminal lokal .... selain Felmafia .... di
negara ini....” kata Iina.
“Tapi mereka sudah selesai berebut wilayah. Batasannya sudah
jelas dan karena tidak ada pihak yang menginginkan perang, sepertinya mereka
semua melakukan urusannya dengan damai di wilayahnya masing-masing,” jelas
Lumia.
“Jadi, kami pergi ke wilayah Felmafia, menangkap penjualnya,
dan membuatnya banyak berbicara.”
“Dia tidak mengenal Dewa Kecil .... atau tempat persembunyian
mereka....”
“Sepertinya para bawahan tidak tahu apa-apa. Tapi bos
penjualnya adalah manajer kasino bawah tanah dan dia memberi tahu kami di mana
lokasinya.”
“Bagus,” kata Asura sambil bertepuk tangan. “Apa yang kamu
lakukan dengan penjualnya?”
“Kami membunuhnya dan menyembunyikan tubuh mereka.”
“Kami pikir .... lebih baik jika kami tetap .... tersembunyi....”
“Kerja bagus,” Asura mengangguk. “Tidak ada waktu seperti saat
ini. Mari kita berkunjung ke kasino itu. Ambil perlengkapanmu lalu berkumpul di
depan penginapan dalam sepuluh menit. Salume dan Reko, kalian berdua masih
belum memiliki izin untuk menggunakan senjata apapun. Sekarang, keluarlah.”
***
"Sekarang!"
Atas isyarat Iina, Marx mendobrak pintu dan menyerbu ke dalam
kasino. Jyrki dan Lumia mengikutinya, dengan Iina di belakang. Asura berjalan
masuk dengan santai, menyembunyikan Salume dan Reko di belakang punggungnya.
Semua pria di lorong itu telah terbunuh. Karena kemungkinan besar mereka semua
adalah anggota Felmafia, Asura tidak peduli.
“Jyr! Aku bilang .... tidak ada sihir!”
"Huh? Bukannya kamu bilang 'gunakan sihir'?”
"Tidak! Marx .... cepat! Padamkan api!"
Jyrki telah memanggang seseorang hingga garing dengan
Fireball. Asap memenuhi udara disertai bau busuk yang menyengat. Marx
menggunakan mantra serangan air untuk memadamkan api sebelum mulai membakar
gedung.
"Wakil kapten! Bunuh mereka .... oke!” Iina memberikan
pukulan terakhir pada musuh yang Lumia biarkan tidak berdaya tetapi masih
hidup.
“Asura tidak memerintahkan kita untuk membunuh semua orang,
kan?”
“Lakukan .... walaupun itu bukan perintahnya! Semua orang di
sini .... kecuali bos mereka .... bisa mati!”
“Kalau begitu, katakan itu dari awal,” Lumia menghela nafas
sambil mengangkat bahu.
“Agak .... berantakan,” gumam Salume. “Tapi tidak ada seorang
pun di pihak kita yang terluka.”
“Iina payah jadi pemimpin,” kata Reko. Meski begitu, operasi
ini berjalan lancar.
“Itu karena musuh kita lemah. Iina tidak punya pengalaman apapun
sebagai komandan, jadi aku melatihnya melawan para pecundang ini,” Asura
terkekeh.
“Ngomong-ngomong, bagaimana kita mengetahui siapa di antara
orang-orang ini yang menjadi bosnya?” Salume bertanya.
“Yang terakhir bertahan pasti pemimpin mereka. Lagipula mereka
manajernya,” Asura menjelaskan. “Biasanya bawahan yang mendatangi kita lebih
dulu. Mereka yang berkuasa berada di belakang mereka.”
“Seperti kamu saat ini, Bos?” tanya Reko.
“Aku selalu menjadi tipe yang agresif, jadi terkadang aku
memimpin serangan. Namun jika mereka manajer kasino bawah tanah, mereka tidak
akan berada di garis depan dalam penyerangan. Kemungkinan besar mereka
mendapatkan posisi tersebut berkat kecerdasan mereka, bukan kehebatan tempur
mereka.”
***
Marx melemparkan Water Prison ke wajah manajer kasino bawah
tanah dan setelah melihatnya berjuang selama beberapa saat, dia melepaskan
mantranya. Manajer mulai terbatuk-batuk segera setelah airnya menghilang.
"Bagus. Sepertinya kamu sudah tenang,” kata Asura dengan
seringai kejam di wajahnya. Di tangannya, dia memegang cambuk tebal yang dibuat
khusus untuk penyiksaan. “Beri tahu aku nama asli Dewa Kecil dan lokasi
persembunyianmu. Jika kamu melakukannya, kami akan memberimu kematian yang
mudah.”
Asura sedang duduk di kursi, menatap manajer. Dia tergeletak
di lantai dengan tangan terikat ke belakang. Mereka sedang melakukan interogasi
di ruang staf kasino. Mereka sudah mengirim semua anggota Felmafia lainnya di
gedung ini ke alam baka. Memang benar, sejak dia mengawasi skill kepemimpinan
Ina dalam misi ini, Asura tidak mengangkat satu jari pun.
“Apa ada di antara kalian .... mengerti .... apa yang kalian
lakukan?” teriak manajer. Dia adalah seorang pria berusia akhir tiga puluhan
dan sepertinya dia telah menerima pelatihan fisik. Penekanan pada “beberapa.”
“Berdasarkan pengalamanku di masa lalu, penyiksaan tidak
begitu efektif,” kata Asura, mengabaikan kata-kata manajer. “Hal ini sama
sekali tidak akan berhasil pada tentara terlatih atau orang-orang yang sangat
percaya pada cita-cita mereka. Itu hanya buang-buang waktu. Namun, itu sangat
efektif pada orang setengah-setengah sepertimu.”
Dia berdiri dan mengayunkan cambuknya. Suara yang dihasilkan
setelah membelah udara mirip dengan ledakan. Yang dilakukan Asura hanya
mencambuknya ke lantai, tapi itu lebih dari cukup untuk mengomunikasikan
kekuatannya.
“Cambuk ini bisa merobek kulit dengan sekali pukulan. Orang
normal mungkin mengompol setelah dua pukulan dan pingsan setelah tiga pukulan.
Kudengar Jeanne Autun Lala yang legendaris pun tidak mampu menahan lebih dari
lima pukulan,” katanya bersemangat. “Rata-rata orang bisa mati dalam waktu sekitar
tujuh atau delapan. Jika kamu bertanya bagaimana hal itu bisa membunuh
seseorang, penyebab kematiannya adalah rasa sakit yang luar biasa. Sakit
sekali, lebih baik kau mati saja. Ngomong-ngomong, aku bisa menahan sekitar
sepuluh serangan. Tapi itu hanya membuatku pingsan dan tidak membunuhku.”
“Dengan kata lain, itu senjata yang sangat gila bahkan bos pun
pingsan setelah dipukul sepuluh kali.”
“Jyr .... kamu juga menahan tujuh pukulan .... aku hanya bisa
menangani enam…”
“Aku bisa menahan delapan,” kata Marx.
“Paling banyak, aku bisa menangani dua belas,” tambah Lumia.
“Kamu hanya perlu menahan lima,” kata Asura. “Kecuali jika itu
eksekusi, lebih dari itu terlalu berbahaya. Sekarang, berapa banyak serangan
yang bisa kamu tangani?”
Wajah manajer berubah ketakutan. Meskipun Asura menunggu
sebentar, dia tetap diam. Sepertinya aku
harus memukulnya setidaknya sekali, pikirnya.
“Aa-Apa yang sedang kamu lakukan?!”
Kelompok itu berbalik menuju pintu ruang staf, yang mereka
biarkan terbuka. Seorang gadis dengan rambut pirang diikat kuncir berdiri di
sana. Dia terlihat berusia sekitar lima belas tahun, dengan wajah cantik dan
mata biru cerah.
"Oh? Apa kamu pahlawan muda yang disebutkan Axel?” Asura
memiringkan kepalanya ke samping.
Semua orang kecuali Reko dan Salume telah merasakan
kehadirannya, jadi tidak ada yang terkejut. Gadis itu membawa pedang di
punggungnya, dan mengenakan blus putih yang dibuat dengan indah, dihiasi dengan
hiasan tambahan dan pita hitam diikatkan di kerahnya. Dia mengenakan rok hitam
yang sama mewahnya, tentu saja, memiliki hiasan di sepanjang pinggirannya.
Ujungnya hanya sedikit di atas lutut. Di bawah roknya, ia mengenakan kaus kaki
setinggi lutut dengan garis-garis hitam-putih, melengkapi penampilannya dengan
sepatu bot putih. Jelas sekali semua yang dia kenakan sangat mahal.
Dia memelototi Asura dan berteriak, “Kamu monster!”
1 Comments
hadirr
ReplyDeletepantas aja dijudul nih LN ada kalimat 'Ultimate Army', anggotanya orang2 ternama ლ(́◉◞౪◟◉‵ლ)