F

Moon Blossom Asura Volume 1 Part 3 Chapter 3 Bahasa Indonesia

 

Masa lalu adalah masa lalu. Itu ada di belakangku, tapi aku masih putus asa saat mengingatnya.

“Bagaimana aku harus bereaksi ketika aku kembali ke rumahku yang indah, hanya untuk disambut oleh seekor beruang yang duduk di sofaku?”

“Jyr .... kita bisa membunuh seekor beruang saja .... jadi aku lebih memilih skenario itu....”

“Mengapa kamu berkeliaran seolah-olah kamu teman kami? Kamu bisa jelaskan padaku mengapa kamu hanya duduk menikmati teh?”

Segera setelah mereka kembali ke penginapan, Jyrki, Iina, dan Lumia mengungkapkan pemikiran mereka tentang penyusup.

“Oh, ayolah, jangan terlalu jahat padaku,” Axel tertawa. “Nona kecil itu yang menuangkan teh.”

"Oh! Um .... bagaimanapun juga, dia Pahlawan Agung .... kupikir aku bisa menawarkan sesuatu untuk diminum .... um, agar tidak bersikap kasar....” Salume menjelaskan, gemetar sepanjang waktu.

“Humph. Aku yang menyuruhnya menyajikan teh. Kamu tidak perlu terlalu gelisah, Salume,” desah Asura, merentangkan tangannya ke samping. Dia sudah mengenakan pakaiannya dan sedang duduk tegak di tempat tidur. Reko ada di sampingnya, dan Marx berdiri dengan punggung menempel ke dinding.

“Oke sekarang, Tuan Axel, apa yang kamu lakukan di sini?” Lumia bertanya sambil duduk di kursi. Iina dan Jyrki tetap berdiri.

"Benar. Kudengar kalian mau menghancurkan organisasi kriminal. Sebelum kalian melakukan itu, aku ingin kalian menangkap petingginya, mendapatkan informasi dari mereka, kemudian memberi tahuku hasilnya. Mengerti?”

“Dan kenapa, tolong katakan, Pahlawan Agung tertarik pada organisasi kriminal?”

“Kau sangat cerewet, Nona.”

“Hmm, aku bertanya kenapa? Mungkin karena kamu mengalahkan Asura, Tuan Axel.”

“Aku sudah minta maaf dan kita imbang, berkat apa yang kamu lakukan pada tangan kiriku.”

“Benar,” sela Asura. “Biarkan saja, Lumia. Jadi mengapa kamu tertarik? Aku terkejut kamu sudah mengetahui ini.”

“Aku akan selalu, selama-lamanya, mengawasi tindakanmu. Tapi saat ini, itu bukan masalah,” kata Axel. “Pendapat mengenai kelompok ini merupakan ancaman bagi umat manusia terbagi dalam komunitas pahlawan.”

"Aku mengerti." Lumia mengangguk. “Kurasa seorang pemuda mengatakan sesuatu tentang bagaimana sebuah organisasi kriminal raksasa hanya menyebabkan kerugian bagi umat manusia?”

“Bagaimana kamu tahu orang yang mengatakannya seorang pemuda, Nona?”

“Pembicaraan seperti itu diperuntukkan bagi kaum muda, kan? Kurasa mereka pahlawan baru, dengan rasa keadilan kuat, di mana jalan mereka tidak pernah menyimpang dari jalan lurus dan sempit?”

“Ya, kurang lebih,” desah Axel. “Karena kita berhadapan dengan manusia, beberapa pahlawan tidak setuju dengan pernyataan itu. Tapi .... kamu pernah mendengar rumornya?”

“Rumor? Seperti apa?" tanya Asura.

“Jadi orang yang memimpin organisasi itu disebut Dewa, kan? Dan ada pula yang mengatakan itu nama samaran Jeanne Autun Lala. Kami memutuskan akan melakukan sesuatu jika rumor tersebut benar.”

"Oh? Jeanne Autun Lala, katamu?” Asura menyeringai. "Itu luar biasa. Jika kuingat, dia adalah orang termuda yang menjadi pahlawan, sekaligus pahlawan terkuat yang kehilangan gelarnya. Apa aku benar?"

“Seseorang memecahkan rekor Jeanne sebagai pahlawan termuda beberapa waktu lalu.”

"Benarkah? Apa ini berarti kalian para pahlawan masih mencari Jeanne bahkan satu dekade kemudian?”

“Yah, tentu saja. Saat ini, dia merupakan noda dalam sejarah kami. Begitulah cara kebanyakan orang memandangnya, kan?”

“Jadi kamu berbeda, Axel?”

“Humph, di dalam saja.” Axel mengangkat bahu. “Omong-omong, ini bukan hanya tentang para pahlawan. Polisi militer di berbagai negara di seluruh dunia sedang mencarinya. Dia berada di urutan teratas dari hampir semua daftar orang yang dicari. Sudah waktunya bagi kami untuk membereskan semuanya.”

“Membereskan semuannya, huh? Baiklah, lakukan apapun yang kamu mau. Kami tidak ada hubungannya. Satu-satunya tugas kami adalah menghancurkan markas Felmafia di Arnia. Jadi kami akan memberimu informasi apapun yang kami dapat.”

“Terima kasih banyak.” Axel menyeringai dan merentangkan tangan kanannya ke samping.

“Pahlawan Agung Axel,” kata Marx bersemangat, “kamu pernah melihat Jeanne? Dia terlihat seperti apa?"

“Tentu saja aku pernah melihatnya. Aku adalah bagian dari Ekspedisi Raja Iblis yang sama dengannya. Dia cantik, dengan mata yang cerah dan bersinar.” Dia mengalihkan pandangannya ke Lumia.

“Mari kita lihat .... dia mungkin terlihat sangat mirip dengan wanita di sana jika dia sedikit lebih tua.”

“Sungguh suatu kehormatan,” kata Lumia.

“Yah, satu hal yang pasti, kamu bukan Jeanne. Kamu mirip dengannya, tapi kamu tidak memiliki keilahian Jeanne—sifat yang membuatnya terlihat seperti dewa. Selain itu, dia tidak mungkin menjalani kehidupan riang seperti tentara bayaran setelah melakukan Pembantaian Besar. Jauh lebih bisa dipercaya jika dia memimpin sebuah organisasi kriminal.”

“Tentu saja,” kata Lumia dan setelah mendengar itu, Axel menghela nafas.

“Dengarkan ceritaku sebentar, Lumia Autun.”

Ekspresi Lumia sedikit berubah. Hanya Asura yang mampu mengenali kebingungan di wajahnya. Anggota Moon Blossom lainnya membelalakkan mata mereka, tetapi hanya Marx yang tetap diam. Kemungkinan besar dia sudah mencurigai identitasnya.

“Aku masih tidak percaya Jeanne membunuh raja dan pangeran kedua di negaranya sendiri,” kata Axel. Karena kejahatan itulah Jeanne menerima hukuman mati, dan terlebih lagi kehilangan gelarnya sebagai pahlawan. “Ini hanya tebakanku, tapi Jeanne mungkin terlibat dalam perebutan kekuasaan keluarga kerajaan. Dan lebih dari itu, aku curiga para pahlawan juga ada hubungannya.”

“Itu hipotesis yang menarik.” Asura tertawa. “Bukan bagian perebutan kekuasaan. Bagian tentang para pahlawan.”

“Aku bahkan menulis petisi, tahu? Aku meminta mereka untuk mempertimbangkan kembali hukuman mati Jeanne. Aku mungkin Pahlawan Agung, tapi aku hanya salah satu dari enam Pahlawan Agung. Pahlawan Agung Felsenmark Tengah adalah orang yang menyetujui hukuman Jeanne, jadi aku tidak bisa menyelamatkannya.”

“Tuan Axel, kamu mengajukan petisi tertulis?” Lumia bertanya dengan tidak percaya.

"Ya. Salah satu hukuman Jeanne adalah penyiksaan di depan umum, ingat? Aku tidak melihatnya sendiri, tapi mendengarnya saja sudah membuatku jijik. Dia baru berusia delapan belas tahun. Namun mereka menelanjanginya dan menyeretnya berkeliling kota untuk dilempari batu oleh orang-orang. Kemudian mereka mencambuknya sampai dia kehilangan kesadaran. Orang-orang dari Felsen Tengah selalu menjadi kelompok jahat, tapi apa yang mereka lakukan membuatku muak.”

“Kita memiliki kesamaan. Aku juga benci orang-orang di Tengah.”

“Tetapi bahkan setelah semua yang dia lalui, Jeanne tidak pernah meninggikan suaranya. Aku mendengar dia tidak pernah sekalipun melihat ke bawah dan menjauh dari kerumunan. Jika itu benar, lalu seberapa kuat dia?”

"Manaku tahu? Mungkin dia berhenti peduli.” Ada sedikit ekspresi sedih di wajah Lumia ketika dia mengatakan itu.

"Mungkin. Namun meski begitu, bagaimana seseorang seperti Jeanne tiba-tiba menggunakan Divine Retribution ketika waktu eksekusinya tiba? Aku tidak berada di sana waktu itu, tapi ketika aku lewat lagi, tempat itu menjadi ladang mayat. Tidak mungkin membunuh banyak orang sekaligus tanpa menggunakan Divine Retribution.”

“Divine Retribution adalah mantra serangan pamungkas, meskipun berbeda dari bentuk sihir lainnya,” kata Marx. “Itu alasan mengapa Jeanne menjadi yang terkuat, kan?”

“Mantra macam apa itu?” tanya Reko.

“Itu memanifestasikan malaikat maut, memiliki kekuatan tempur yang sama dengan seorang pahlawan. Jeanne mampu menciptakan tiga malaikat sekaligus,” jelas Marx, salah satu penggemar Jeanne. “Itu artinya, meski hanya sementara, dia bisa bertarung dengan kekuatan empat pahlawan meski hanya satu orang.”

Reko bersenandung. Asura merasa lucu melihat reaksinya, karena dia telah melihat Divine Retribution dengan kedua matanya sendiri. Reko pun menyadarinya. Dia menatap Lumia, yang meletakkan jari telunjuknya ke bibirnya yang tersenyum. “Itu rahasia,” dia berkata. Jyrki memperhatikan interaksi diam-diam mereka, tapi sepertinya tidak mengerti.

“Aku mendengarnya belakangan ini, tapi mereka juga menangkap adik perempuan Jeanne,” lanjut Axel. “Mereka curiga dia terlibat di dalamnya. Ini hanya dugaan, tapi mungkin Jeanne berusaha melindunginya. Kemudian selama eksekusi....”

“Dia mengetahui orang yang ingin dia lindungi sudah mati, atau dia dibuat percaya akan hal itu. Apa itu kedengarannya benar?” Asura bertanya sambil menggerakkan tangannya dengan cermat.

“Sesuatu seperti itu.” Axel mendengus. “Jeanne membayangi dia, tapi kudengar adiknya adalah seorang prajurit-penyihir sama seperti dia. Aku tidak tahu banyak tentang sihir, tapi kudengar adiknya menggunakan elemen cahaya dan masih belum memiliki Elemen Tetap.”

“Adik perempuan Jeanne, Lumia Autun,” kata Marx seolah sedang mengajar di kelas. “Lala adalah gelar yang diberikan kepada kepala keluarga, jadi adiknya tidak bisa menyebut dirinya seperti itu. Yah, saat Jeanne menerima putusan bersalah, dia kehilangan gelar Lala. Tapi sekarang pun, orang-orang masih menyebutnya sebagai Jeanne Autun Lala.”

“Aku hanya ingin meminta maaf. Maaf aku tidak bisa menyelamatkan kakakmu Jeanne,” kata Axel sambil menatap Lumia. Semua orang juga memandangnya.

“Aku bukan Lumia Autun,” katanya sambil tersenyum sedih. “Meski begitu, kamu tidak perlu meminta maaf, kan?”

"Aku mengerti." Axel berdiri. “Nama, penampilan, kekuatan .... segala sesuatu tentangmu cocok dengan apa yang aku ketahui tentang dia. Tapi jika kamu bilang kamu bukan adik Jeanne, maka kurasa aku salah.” Dia memasukkan tangannya ke dalam sakunya, kemudian melemparkan segepok uang ke Asura.

"Apa ini?" dia bertanya.

“Aku mempekerjakanmu untuk suatu pekerjaan. Aku meminta salah satu anak muda kami mengawasimu. Dia adalah calon Pahlawan Agung yang bisa menandingi pukulan demi pukulanku dalam sebuah pertandingan. Tapi dia terlalu happy-go-lucky, jadi latihlah dia untukku, oke?”

(Happy-go-lucky: seseorang yang selalu ramah, positif, menikmati hidup, dan seperti tidak punya masalah untuk dikeluhkan.)

Happy-go-lucky?”

"Ya. Dia percaya pada kebaikan yang melekat pada umat manusia dan tidak memiliki pengalaman tempur nyata. Tidak mengira lawan akan menyerangnya sampai ada yang memberi isyarat untuk memulai....”

“Bukannya itu berlaku untuk semua pahlawan?” Asura menunjukkan. “Bukan karena kepercayaan mereka pada kebaikan atau pengalaman tempur mereka, tapi fakta mereka tidak pernah mengira akan diserang.”

"Kurasa .... mereka tidak percaya kalau mereka bisa dibunuh oleh manusia. Aku tetap sama sampai bertemu kalian semua.”

"Aku bisa memberitahu. Apa kalian semua sudah mengambil tindakan balasan terhadap pembunuhan? Menurutku, pahlawan atau bukan, kecuali kamu bersembunyi di bunker bawah tanah, ancaman kematian selalu mengintai di dekatmu.”

"Huh? Apa itu buhn-ker?”

“Maksudku .... kecuali kamu menyelinap ke dalam ruang bawah tanah yang kokoh. Jika kamu tidak ingin dibunuh, maka kamu tidak punya pilihan lain selain menjalani hidupmu tanpa berinteraksi dengan siapa pun atau melibatkan diri dalam apapun.”

“Seolah-olah itu mungkin. Bahkan pahlawan pun punya rutinitas, atau kehidupannya sendiri.” Axel memutar wajahnya. “Sudah terlambat untuk menambahkan aturan yang melarang para pahlawan bergabung dengan organisasi pilihan mereka. Kita tidak bisa melarang mereka untuk memulai sebuah keluarga atau memaksa mereka meninggalkan negaranya.”

“Kemungkinan terbunuh masih tetap ada.”

“Semuanya berjalan baik-baik saja sampai sekarang, sialan!”

“Jadi kalian semua hanya sekelompok orang naif dan idealis. Tapi jangan khawatir. Aku akan mengajari calon Pahlawan Agung masa depanmu betapa kejamnya kenyataan.”

“Ya, itu bagus. Mengetahui noda sepertimu dan kelompokmu ada di dunia ini sudah menjadi pelajaran berharga. Ngomong-ngomong, calon inilah yang memecahkan rekor Jeanne sebagai pahlawan termuda.”

Setelah melambai pada mereka dengan tangan kanannya, Axel meninggalkan ruangan.

“Melatih seorang pahlawan terdengar seperti pekerjaan yang menarik. Wow, dia memberi kita lima puluh ribu dora. Ayo berpesta setelah urusan kita selesai.” Asura menyeringai sambil menggoyangkan segepok uang ke arah kelompoknya.

“Bagus sekali. Tapi seorang pahlawan sudah kuat, kan? Apa yang harus dilatih? Maksudmu membuat mereka lebih kuat secara mental?”

“Mungkin, itu saja,” kata Lumia, menjawab pertanyaan Jyrki. “Seringkali, para pahlawan sudah memiliki pengalaman tempur nyata dan telah membunuh orang pada saat mereka mendapatkan gelarnya. Mereka sadar akan realitas dunia. Tapi sepertinya yang satu ini melewatkan itu.”

“U-Um .... sebelum kita melanjutkan, aku boleh mengajukan pertanyaan?”

“Tidak, Salume.” Lumia menggelengkan kepalanya. “Aku belum ingin membicarakannya.”

“Ka-Kamu benar. Aku minta maaf."

Semua orang penasaran dengan Lumia. Menurut pendapat Asura, waktunya sudah lebih dari siap bagi Lumia untuk mengungkapkan rahasianya. Axel sudah menyentuh sebagian besarnya.

“Sekarang,” katanya, “mari kita kembali ke topik utama. Informasi apa yang kalian miliki untukku?”

“Benar,” Jyrki mengangguk. “Kami berpura-pura menginginkan narkoba, menangkap penjualnya, dan membuatnya berbicara.”

“Ada kelompok kriminal lokal .... selain Felmafia .... di negara ini....” kata Iina.

“Tapi mereka sudah selesai berebut wilayah. Batasannya sudah jelas dan karena tidak ada pihak yang menginginkan perang, sepertinya mereka semua melakukan urusannya dengan damai di wilayahnya masing-masing,” jelas Lumia.

“Jadi, kami pergi ke wilayah Felmafia, menangkap penjualnya, dan membuatnya banyak berbicara.”

“Dia tidak mengenal Dewa Kecil .... atau tempat persembunyian mereka....”

“Sepertinya para bawahan tidak tahu apa-apa. Tapi bos penjualnya adalah manajer kasino bawah tanah dan dia memberi tahu kami di mana lokasinya.”

“Bagus,” kata Asura sambil bertepuk tangan. “Apa yang kamu lakukan dengan penjualnya?”

“Kami membunuhnya dan menyembunyikan tubuh mereka.”

“Kami pikir .... lebih baik jika kami tetap .... tersembunyi....”

“Kerja bagus,” Asura mengangguk. “Tidak ada waktu seperti saat ini. Mari kita berkunjung ke kasino itu. Ambil perlengkapanmu lalu berkumpul di depan penginapan dalam sepuluh menit. Salume dan Reko, kalian berdua masih belum memiliki izin untuk menggunakan senjata apapun. Sekarang, keluarlah.”

***

"Sekarang!"

Atas isyarat Iina, Marx mendobrak pintu dan menyerbu ke dalam kasino. Jyrki dan Lumia mengikutinya, dengan Iina di belakang. Asura berjalan masuk dengan santai, menyembunyikan Salume dan Reko di belakang punggungnya. Semua pria di lorong itu telah terbunuh. Karena kemungkinan besar mereka semua adalah anggota Felmafia, Asura tidak peduli.

“Jyr! Aku bilang .... tidak ada sihir!”

"Huh? Bukannya kamu bilang 'gunakan sihir'?”

"Tidak! Marx .... cepat! Padamkan api!"

Jyrki telah memanggang seseorang hingga garing dengan Fireball. Asap memenuhi udara disertai bau busuk yang menyengat. Marx menggunakan mantra serangan air untuk memadamkan api sebelum mulai membakar gedung.

"Wakil kapten! Bunuh mereka .... oke!” Iina memberikan pukulan terakhir pada musuh yang Lumia biarkan tidak berdaya tetapi masih hidup.

“Asura tidak memerintahkan kita untuk membunuh semua orang, kan?”

“Lakukan .... walaupun itu bukan perintahnya! Semua orang di sini .... kecuali bos mereka .... bisa mati!”

“Kalau begitu, katakan itu dari awal,” Lumia menghela nafas sambil mengangkat bahu.

“Agak .... berantakan,” gumam Salume. “Tapi tidak ada seorang pun di pihak kita yang terluka.”

“Iina payah jadi pemimpin,” kata Reko. Meski begitu, operasi ini berjalan lancar.

“Itu karena musuh kita lemah. Iina tidak punya pengalaman apapun sebagai komandan, jadi aku melatihnya melawan para pecundang ini,” Asura terkekeh.

“Ngomong-ngomong, bagaimana kita mengetahui siapa di antara orang-orang ini yang menjadi bosnya?” Salume bertanya.

“Yang terakhir bertahan pasti pemimpin mereka. Lagipula mereka manajernya,” Asura menjelaskan. “Biasanya bawahan yang mendatangi kita lebih dulu. Mereka yang berkuasa berada di belakang mereka.”

“Seperti kamu saat ini, Bos?” tanya Reko.

“Aku selalu menjadi tipe yang agresif, jadi terkadang aku memimpin serangan. Namun jika mereka manajer kasino bawah tanah, mereka tidak akan berada di garis depan dalam penyerangan. Kemungkinan besar mereka mendapatkan posisi tersebut berkat kecerdasan mereka, bukan kehebatan tempur mereka.”

***

Marx melemparkan Water Prison ke wajah manajer kasino bawah tanah dan setelah melihatnya berjuang selama beberapa saat, dia melepaskan mantranya. Manajer mulai terbatuk-batuk segera setelah airnya menghilang.

"Bagus. Sepertinya kamu sudah tenang,” kata Asura dengan seringai kejam di wajahnya. Di tangannya, dia memegang cambuk tebal yang dibuat khusus untuk penyiksaan. “Beri tahu aku nama asli Dewa Kecil dan lokasi persembunyianmu. Jika kamu melakukannya, kami akan memberimu kematian yang mudah.”

Asura sedang duduk di kursi, menatap manajer. Dia tergeletak di lantai dengan tangan terikat ke belakang. Mereka sedang melakukan interogasi di ruang staf kasino. Mereka sudah mengirim semua anggota Felmafia lainnya di gedung ini ke alam baka. Memang benar, sejak dia mengawasi skill kepemimpinan Ina dalam misi ini, Asura tidak mengangkat satu jari pun.

“Apa ada di antara kalian .... mengerti .... apa yang kalian lakukan?” teriak manajer. Dia adalah seorang pria berusia akhir tiga puluhan dan sepertinya dia telah menerima pelatihan fisik. Penekanan pada “beberapa.”

“Berdasarkan pengalamanku di masa lalu, penyiksaan tidak begitu efektif,” kata Asura, mengabaikan kata-kata manajer. “Hal ini sama sekali tidak akan berhasil pada tentara terlatih atau orang-orang yang sangat percaya pada cita-cita mereka. Itu hanya buang-buang waktu. Namun, itu sangat efektif pada orang setengah-setengah sepertimu.”

Dia berdiri dan mengayunkan cambuknya. Suara yang dihasilkan setelah membelah udara mirip dengan ledakan. Yang dilakukan Asura hanya mencambuknya ke lantai, tapi itu lebih dari cukup untuk mengomunikasikan kekuatannya.

“Cambuk ini bisa merobek kulit dengan sekali pukulan. Orang normal mungkin mengompol setelah dua pukulan dan pingsan setelah tiga pukulan. Kudengar Jeanne Autun Lala yang legendaris pun tidak mampu menahan lebih dari lima pukulan,” katanya bersemangat. “Rata-rata orang bisa mati dalam waktu sekitar tujuh atau delapan. Jika kamu bertanya bagaimana hal itu bisa membunuh seseorang, penyebab kematiannya adalah rasa sakit yang luar biasa. Sakit sekali, lebih baik kau mati saja. Ngomong-ngomong, aku bisa menahan sekitar sepuluh serangan. Tapi itu hanya membuatku pingsan dan tidak membunuhku.”

“Dengan kata lain, itu senjata yang sangat gila bahkan bos pun pingsan setelah dipukul sepuluh kali.”

“Jyr .... kamu juga menahan tujuh pukulan .... aku hanya bisa menangani enam…”

“Aku bisa menahan delapan,” kata Marx.

“Paling banyak, aku bisa menangani dua belas,” tambah Lumia.

“Kamu hanya perlu menahan lima,” kata Asura. “Kecuali jika itu eksekusi, lebih dari itu terlalu berbahaya. Sekarang, berapa banyak serangan yang bisa kamu tangani?”

Wajah manajer berubah ketakutan. Meskipun Asura menunggu sebentar, dia tetap diam. Sepertinya aku harus memukulnya setidaknya sekali, pikirnya.

“Aa-Apa yang sedang kamu lakukan?!”

Kelompok itu berbalik menuju pintu ruang staf, yang mereka biarkan terbuka. Seorang gadis dengan rambut pirang diikat kuncir berdiri di sana. Dia terlihat berusia sekitar lima belas tahun, dengan wajah cantik dan mata biru cerah.

"Oh? Apa kamu pahlawan muda yang disebutkan Axel?” Asura memiringkan kepalanya ke samping.

Semua orang kecuali Reko dan Salume telah merasakan kehadirannya, jadi tidak ada yang terkejut. Gadis itu membawa pedang di punggungnya, dan mengenakan blus putih yang dibuat dengan indah, dihiasi dengan hiasan tambahan dan pita hitam diikatkan di kerahnya. Dia mengenakan rok hitam yang sama mewahnya, tentu saja, memiliki hiasan di sepanjang pinggirannya. Ujungnya hanya sedikit di atas lutut. Di bawah roknya, ia mengenakan kaus kaki setinggi lutut dengan garis-garis hitam-putih, melengkapi penampilannya dengan sepatu bot putih. Jelas sekali semua yang dia kenakan sangat mahal.

Dia memelototi Asura dan berteriak, “Kamu monster!”

Post a Comment

1 Comments

  1. hadirr

    pantas aja dijudul nih LN ada kalimat 'Ultimate Army', anggotanya orang2 ternama ლ(́◉◞౪◟◉‵ლ)

    ReplyDelete