Kamu bilang Kamu melihat ikan berenang
menembus kegelapan? Ah, jadi kaulah yang memata-mataiku.
Dari atas atap rumah, Jyrki dan lainnya menyaksikan tentara
Arnian bentrok dengan Therbaen.
“Arnia .... lemah sekali....” gumam Iina.
“Lebih tepatnya, monster tingkat menengah itu super kuat?”
kata Jyrki.
Peleton Arnian tidak berdaya menghadapi monster hitam mirip
serigala yang dibawa tentara Therbaen. Jyrki dan lainnya telah mengamati
pertempuran sejak dimulai, monster itu telah merobek dua tentara Arnian seperti
pita.
“Jadi, kapan kita harus ikut serta?” Marx bertanya pada Jyrki
sambil menyilangkan tangan.
“Kerja bagus, Loura!” salah satu prajurit Therbaen berteriak
penuh semangat. “Robek tiga sisanya menjadi beberapa bagian!”
Mereka semua begitu teralihkan perhatiannya karena menindas
tentara Arnian sehingga tidak satupun dari mereka menyadari tim Jyrki mengawasi
mereka. Menurut Asura, mereka hampir tidak pernah melihat ke atas. Selama
mereka ingat untuk menyembunyikan kehadiran mereka, akan sulit bagi para
prajurit untuk menemukan Jyrki dan lainnya.
“Kamu dengar itu? Loury kecil monster hitam itu.”
"Baiklah. Jadi? Kapan kita akan terjun? Kita harus mulai
dengan apa?”
“Marx....... kau sangat .... serius,” kata Iina dengan
gelengan kepala.
Para prajurit Arnian mencoba menyerang dengan pedang mereka,
tapi monster bernama Loura dengan mudah menghindarinya. Ada perbedaan yang
sangat jelas antara kemampuan fisik mereka. Kemudian, Loura mengoyak kepala
seorang prajurit Arnian, menelan dagingnya, dan menjilat darah dari rahangnya.
“Bukannya itu, super agresif dan juga super kuat?”
“Aku ingin tahu apa .... ia menganggap manusia sebagai makanan
ringan....? Di kehidupanku selanjutnya .... aku juga ingin menjadi monster....”
Berbeda dengan seringai Jyrki, Iina terlihat sangat senang.
Menyaksikan seseorang mati memicu sesuatu seperti kegembiraan dalam dirinya
karena kebenciannya yang kuat. Jyrki sangat akrab dengan bagian dirinya yang
ini. Lagipula, butuh waktu lama baginya untuk membuka hati dan memercayai teman
bandit lama mereka, serta rekan baru mereka di Moon Blossom. Namun jika kamu
bertanya kepada Jyrki, perilaku ini cukup umum terjadi pada anak jalanan.
“Jika kamu ingin memakan seseorang, makan aku terlebih dahulu.
Aku mungkin .... enak.”
“Aku tidak akan .... memakanmu, Jyr....” Ketika dia pertama
kali bertemu Iina, dia adalah seorang anak yang sangat sinting. Dia telah
menyaksikannya menjilati sepatu orang dewasa dengan senyum cerah di wajahnya,
hanya untuk mendapat sepotong roti. Dia tersenyum sambil mengutuk dunia. “Aku
tidak akan .... memakan penyelamatku .... tapi aku mungkin akan memakanmu .... Marx.”
“Mengapa kamu memakanku?” Marx bertanya. Dia memiringkan
kepalanya, meski ekspresinya tetap tenang. “Kurang lebih, aku menganggap diriku
sebagai rekan setimmu.”
"Itu hanya lelucon. Aku tidak akan makan .... orang-orang
di Moon Blossom.”
"Hmm. Mengapa kamu memanggilnya 'penyelamat' mu?”
“Kau tahu, orang yang mengintip masa lalu orang lain tidak
begitu disukai.” Pada saat Jyrki selesai mengatakan itu, hanya satu prajurit
dari peleton Arnian yang tersisa. Dia terlihat seperti seorang warrior yang
cukup kuat, meski terluka, dia bahkan tidak berusaha melarikan diri.
“Apa salah jika ingin mengetahui lebih banyak tentang
seseorang yang satu unit denganku?”
“Yah, tidak, kurasa itu bukan masalah besar. Yang kulakukan
hanyalah mengundang Iina untuk bergabung dengan kelompok banditku.”
Dia menemukannya, seorang gadis berusia sepuluh tahun, mencoba
menjual tubuhnya sendiri, berpikir untuk menyelamatkannya dari nasib buruknya. Jyrki
ingin memberitahunya, dia tidak perlu tersenyum atau menjilat untuk hidup lagi.
“'Ayo kita curi segalanya dari noda-noda kotoran di dunia ini'
.... kamu keren sekali....” Jyrki mengatakan itu sambil mengorbankan gumpalan
kelebihan berat badan yang mencoba membeli Iina.
“Kalian berdua menjalani kehidupan yang sulit aku bayangkan,”
kata Marx.
“Itu bukan masalah besar. Pada akhirnya, kami hanya anak yatim
piatu yang sering ditindas, jadi kami bekerja sama dan melawan. Kisah yang agak
membosankan ini terjadi di ribuan tempat di seluruh dunia.”
Jyrki sudah menjadi bandit ketika dia bertemu Iina. Jyrki
melihatnya ketika dia mengunjungi kota untuk mengintai dan meskipun pada saat
itu dia merasa kasihan padanya, dia tidak mendekatinya. Namun Iina tetap
melekat dalam ingatannya, bahkan setelah matahari terbenam, jadi dia kembali ke
kota untuk mencarinya. Saat itulah si gendut membelinya. Dia sedang melepaskan
pakaian Iina di tengah gang ketika Jyrki menemukan mereka. Ahh, pikirnya, dunia ini
adalah tumpukan sampah yang tidak adil.
“Aku biasa memburu orang sepertimu.”
“Aku yakin, mengingat kamu dulunya seorang ksatria.” Atas
permintaan milisi setempat, para ksatria sesekali meminjamkan kekuatan mereka
untuk melindungi perdamaian.
“Tetapi sekarang kami bersaudara, berjuang berdampingan. Takdir
bekerja dengan cara yang aneh.”
"Ya. Bos kita adalah gadis kecil gila, Iina dan aku
adalah bandit, lalu kamu dulunya seorang ksatria. Aku tidak tahu apa yang
dilakukan wakil kapten, tapi dia mungkin punya beberapa kerangka di lemarinya,
kan? Betapa menyenangkannya kelompok tentara bayaran kecil yang kita buat ....
ah, astaga, orang terakhir baru saja mati. Marx, kamu bisa menyerang Loury
kecil dengan Water Prison?”
(“Kerangka di lemari” idiom dari mereka
merahasiakan fakta buruk atau memalukan tentang diri mereka sendiri.)
“Jika aku melakukannya sekarang, ya.” Loura sibuk melahap
tentara Arnian yang dia bunuh.
"Baiklah. Iina, tembak komandan musuh,” perintah Jyrki
sambil mengacungkan tiga jari.
Iina mengeluarkan anak panah dari tabungnya dan menyiapkannya
ke busurnya. Jyrki menurunkan satu jarinya dan Iina merapal Accelerate, sebuah
mantra manifestasi pada panah. Itu menciptakan angin untuk meningkatkan
kecepatan target. Hitungan hanya tinggal satu jari Jyrki, lalu dia
mengarahkannya ke bawah.
Atas perintahnya, Marx merapal Water Prison pada saat yang
sama Iina melepaskan anak panahnya. Sebuah bola air menyelimuti wajah Loura dan
ia meronta, panik dan bingung. Anak panah Iina menembus langsung ke kepala
komandan musuh, menguburnya ke tanah di sebelahnya.
“Musuh!!! Lihat!!! Mereka ada di atap!!!” salah satu tentara
musuh berteriak sambil menghunus pedangnya.
“Sekarang, aku penasaran bagaimana mereka bisa sampai ke
sini,” gumam Jyrki pada dirinya sendiri sambil memasang anak panahnya sendiri
ke busur. Dia segera menembakkannya ke dada prajurit itu, menjatuhkannya ke
tanah sebagai korban kedua.
Iina sekali lagi melepaskan panah Akselerasi, namun seorang
prajurit menangkisnya dengan pedang.
Jyrki yang tengah mencabut anak panah keduanya, membeku.
"Kamu pasti bercanda...."
Panah Iina, ketika diperkuat dengan Akselerasi, melaju dengan
kecepatan yang sangat sulit untuk ditangkis. Setidaknya, Jyrki menganggap tugas
itu mustahil. Kemudian, prajurit musuh yang sama melompat ke udara. Dia tidak
mengaktifkan sihir apapun, tetapi dalam satu lompatan, dia mendarat di atap
rumah.
Dari penampilan fisiknya, dia terlihat berusia sekitar delapan
belas tahun, seumuran dengan Jyrki. Dia memiliki rambut perak sebahu dan wajah
yang cukup menarik. Tingginya, dia sedikit lebih pendek dari Jyrki.
Jyrki segera memanggul busurnya dan mengeluarkan belati
kembarnya. Dia melirik ke arah Loura untuk memeriksa statusnya—masih belum
mati. Dalam hal ini, prioritas utama adalah memastikan Marx tetap aman. Bahkan
jika peleton pemburu monster lainnya melarikan diri, mereka harus membunuh
monster itu. Kalau tidak, Asura tidak akan membiarkan dia mendengar akhirnya.
“Kalian sungguh menarik,” kata prajurit berambut perak.
Polanya sejauh ini adalah orang-orang dengan rambut perak semuanya memiliki
kepribadian kacau. Jyrki hanya bertemu satu orang lagi, Asura, dengan rambut
perak.
“Kamu cukup bagus,” katanya. Jika tentara itu mau berbicara,
mereka bisa memberi waktu pada Marx. Satu-satunya tujuan mereka adalah
memusnahkan monster, jadi jika keadaan menjadi lebih buruk, mereka tidak perlu
repot dengan prajurit lainnya.
“Kalian bisa kembali sekarang,” kata prajurit berambut perak
sambil tersenyum ceria. “Lagipula Loura tidak akan selamat.”
Kata-katanya ditujukan pada dua anggota peleton penjinak
monster yang tersisa. Tidak yakin apa yang harus dilakukan, mereka tetap
terpaku di tanah, menatap ke arah mereka. Tapi setelah mendengar apa yang
dikatakan prajurit berambut perak, mereka lari tanpa ragu-ragu. Sepertinya
mereka yakin kalau rekan berambut perak bisa menangani masalah ini.
“Hei, beri tahu aku namamu,” kata Jyrki.
"Huh? Aku?"
“Aku sedang berbicara denganmu, kan?”
“Kenapa kamu tidak memberitahuku namamu dulu?” Prajurit
berambut perak itu tertawa, terdengar seolah dia sedang bersenang-senang.
“Aku Jyrki Kuusela dari kelompok tentara bayaran Moon Blossom.
Ini adikku, Iina Kuusela. Pria besar yang menggunakan sihir itu—”
“Marx Redford dari Ksatria Langit Azure,” sela prajurit
berambut perak itu. “Kamu berpartisipasi dalam Ujian Pemilihan Pahlawan dua
kali, kan?”
“Saat ini, aku anggota Moon Blossom,” kata Marx sambil
mengangkat belatinya sendiri.
Itu berarti Loura sudah mati. Sekarang, apa yang harus mereka
lakukan? Jyrki dan lainnya memiliki keunggulan numerik, tapi lawan mereka jelas
terampil.
***
Hanya menggunakan kontak mata, Lumia memberi tahu Asura
tentang rencananya menggunakan Flashbang. Asura menggelengkan kepalanya sebagai
jawaban. Menggunakannya bisa membuat ini terlalu membosankan, lebih penting
lagi, dia harus membiarkan bocah ini menyaksikan kehancuran peleton penjinak
monster Therbaen.
“Jangan berani-beraninya ikut campur!” seorang pria bertubuh
besar dari peleton penjinak monster berteriak pada rekan-rekannya sebelum dia
menyerbu ke arah Asura. Dia bahkan tidak menghunus pedangnya.
"Hmm. Ada monster di sana namun kamu tidak mau
menggunakannya?”
“Diam, dasar bocah! Beraninya kamu membunuh temanku?!” Dia
mengangkat tinjunya tinggi-tinggi ke udara dan berteriak, “Aku akan memukulmu,
memperkosamu sampai mati, kemudian menjualmu ke neraka!”
Tinju yang dia angkat menggunakan tangan kanannya. Asura
memutar tubuhnya ke kanan dan dengan punggung tangan kanannya, dia mengarahkan
pukulan. Pada saat yang sama, dia menggunakan teknik menjatuhkan lutut,
memanfaatkan momentum maju pria itu untuk menyelinap ke belakang punggung. Lalu
dia menendang bolanya dengan ujung sepatu botnya. Pria itu menjerit kesakitan
saat dia berguling-guling di tanah, memegangi selangkangannya.
“Ah ha, sepertinya aku menghancurkan salah satunya.” Asura
adalah seorang pria di kehidupan masa lalunya, jadi dia tahu dari pengalaman
pribadi betapa pentingnya tempat itu. “Tidak terlalu buruk jika kamu berpikir
untuk mengenakan baju full armor, tapi kamu hampir tidak mengenakan apapun, heh
heh. Kukira kamu tidak bisa lagi menikmati hobi favoritmu yaitu memperkosa
wanita di medan perang. Apa kamu sedih? Sedih sekali kamu bisa mati begitu
saja?”
“Aku .... sniff ....
akan membunuhmu!” Prajurit itu kelihatannya hampir menangis ketika dia menatap
ke arah Asura, tapi dia masih tak bisa berdiri.
“Ha ha, kamu sendiri yang harus disalahkan. Kamu seharusnya
tidak meremehkanku, lho? Berhenti bersikap meremehkan dan gunakan monster itu.”
“Geete! Bunuh bocah itu!” perintah komandan peleton penjinak
monster.
Aku mengerti. Jadi monster
itu bernama Geete? pikir Asura. Ya, terserah. Aku tidak berencana mengingat
namanya.
Geete melolong, lalu bangkit dengan dua kaki dan menyerang
Asura.
“Oh, ini lebih cepat dari perkiraanku....” Geete mengangkat
tinju kanannya ke udara dan meninju Asura. Meskipun dia melindungi dirinya dari
serangan itu dengan tangan kirinya, dampaknya masih melemparkannya ke udara dan
membuatnya terjatuh ke tanah. Serangan itu cukup kuat untuk membunuh orang
normal, tapi Asura segera duduk. “Kupikir aku akan mati, ha ha.”
Cahaya keemasan samar terpancar dari tubuh Asura. Itu efek
dari mantra pendukung Lumia, Cloak. Itu menciptakan armor cahaya yang secara
dramatis meningkatkan kekuatan pertahanan seseorang, tapi kekurangannya adalah
itu tidak bertahan lama. Bahkan jika Lumia mengerahkan seluruh kekuatannya, itu
hanya efektif selama sekitar dua menit.
“Itu sangat menyakitkan.” Asura terkekeh. Lengan kirinya
tergantung lemas di sisinya. "Lihat. Ini patah. Ahh, sakit! Ini sangat
menyakitkan hingga aku menjadi bersemangat. Ini sangat menyenangkan, benarkan?
Tidak ada yang lebih baik di dunia ini selain pertarungan sampai mati.” Senyum
lebar di wajah Asura karena kebahagiaan dan saat melihat ekspresinya, Geete
mundur selangkah. “Apa kamu takut padaku, Geete? Kamu pasti bercanda. Kamu
adalah monster tingkat menengah, lebih kuat dan lebih cepat dari manusia mana
pun. Namun, kamu takut padaku? Kenapa kamu begitu, padahal aku belum melakukan
apapun padamu?”
Yang dilakukan Asura hanya terlempar ke tanah. Itulah
satu-satunya hal yang terjadi selama pertarungan mereka. Tapi ketika dia
melirik ke arah peleton penjinak monster, ekspresi mereka membeku, seolah-olah
mereka menghadapi bencana alam setingkat Raja Iblis.
“Oh, ayolah,” kata Asura. “Aku hanya bisa bertahan berkat
sihir Lumia. Bukannya aku abadi, tahu? Aku tidak lebih dari seorang gadis kecil
biasa. Kamu bisa membunuhku jika menikamku dengan pedang atau menembakku dengan
anak panah. Bahkan, kamu bisa saja memukulku sampai mati. Tidak ada alasan
untuk takut. Sekarang, bisakah kita melanjutkan?”
Namun, Geete tetap menolak untuk bergerak.
“Ini tidak ada hubungannya dengan sihir,” kata Lumia. “Asura,
terkadang aku juga sedikit takut padamu.”
Asura tidak yakin harus berkata apa mengenai hal itu. “Tapi
aku belum melakukan apapun.” Dia menghela nafas seolah mengatakan situasinya di
luar pemahamannya. “Aku tidak ingin bertarung lagi.”
Kegembiraan sebelumnya telah hilang, tapi tidak apa-apa. Pada
akhirnya, ini tidak lebih dari sesi pelatihan lanjutan. Jika ini benar-benar
medan perang, sejak awal dia pasti sudah menggunakan Flashbang. Setelah dia
mengganggu pandangan musuh, dia akan segera menggorok leher mereka. Jika bilah
belati tidak bisa menembus kulit Geete, maka dia akan menaruh tujuh kelopak Mines
ke tubuhnya dan meledakkannya. Itu akan menyelesaikan pekerjaannya.
“Lumia, ayo tukar posisi. Aku akan menjaga anak itu, jadi kamu
serang mereka. Pastikan kamu membunuh mereka semua, mengerti? Bagaimanapun, ini
adalah komisi.”
Mereka sudah menerima uang muka sepuluh ribu dora. Biaya
keberhasilan mereka adalah lima puluh ribu per monster, itu berarti jika mereka
membunuh keempatnya, mereka bisa mendapat total dua ratus sepuluh ribu dora.
Lumia terdiam beberapa saat sebelum akhirnya berkata, “Aku
tidak bisa membunuh monster itu dengan perlengkapanku saat ini.”
“Berhenti bercanda, Lumia. Cukup gunakan mantra serangan. Kamu
tahu, mantra serangan pamungkas yang sangat kamu benci.”
Mantra serangan biasanya tidak terlalu kuat tidak peduli
elemen apa yang digunakan. Namun, elemen Lumia merupakan pengecualian. Dia
hanya menyamarkan mantranya agar terlihat seperti berasal dari elemen cahaya,
namun kenyataannya, dia menggunakan Elemen Tetap miliknya. Itu adalah senjata
yang tidak biasa digunakan untuk menyerang: lebih tepatnya, itu hanya bisa
digunakan untuk pertempuran. Dia memiliki semua yang dia butuhkan untuk
bertarung: mantra pendukung Cloak, mantra manifestasi Flashbang, dan sihir
penyembuhan.
“Se-Serang, Geete! Bunuh mereka! Bocah itu tidak bersinar
lagi!” teriak komandan musuh. Sebenarnya, efek Cloak sudah hilang.
“Lumia, jika kamu tidak bisa mematuhi perintahku, silakan
tinggalkan grupku. Bukannya kamu berjanji akan mendengarkan perintahku selama
misi? Sebagai imbalannya, kamu mendapat izin untuk membunuhku jika aku melewati
batas yang kamu tetapkan? Tentu saja aku akan melawan.”
Geete masih terlihat sedikit tidak yakin, tapi atas perintah
komandan, “Lakukan, Geete!” monster itu melolong bersiap menyerang.
“Ayo, Lumia, musuh mau menyerang kita. Mereka menyerang,
meskipun mereka ketakutan. Apa yang akan kamu lakukan?”
Geete sekali lagi menyerang Asura. Ekspresi kesakitan muncul
di wajah Lumia tapi dia melepaskan sihirnya.
“Divine Retribution (Pembalasan Ilahi).”
Dalam sekejap, Geete jatuh ke tanah, terpotong menjadi delapan
potong daging. Orang yang membantai monster itu dan mengubah medan perang
menjadi lautan darah adalah malaikat cantik yang memegang pedang lebar.
Sayapnya putih murni dan kulitnya sehalus sutra. Di atas rambut pirang pucatnya
terdapat lingkaran cahaya.
“Aku yakin kau akan menggunakannya, Lumia. Aku tahu itu. Kamu
benar-benar salah satu dari kami. Sikapmu sucimu hanya sebuah akting. Bagaimana
kamu bisa menyangkalnya? Sekarang setelah kamu memamerkan mantra itu,
satu-satunya hal yang perlu kamu lakukan adalah membantai semua orang. Lagi
pula, kamu tidak bisa mengungkapkan jati dirimu yang cantik namun menjijikkan.”
Lumia telah terperangkap di dalam kegelapan. Pada saat Asura
bertemu dengannya, dia sudah jatuh ke dalam kekuatan jahatnya.
“Sepertinya kamu mempunyai rasa bersalah yang kuat, tapi
kenapa kamu tidak melupakan masa lalu saja dan menikmati masa kini bersamaku?”
Lanjut Asura. “Ayo mainkan permainan perang, sama seperti yang kamu lakukan
sebelumnya.”
Asura belum pernah melihat era Lumia dengan matanya sendiri,
hanya mendengarnya. Tapi dulu sekali, saat dia menyaksikan Lumia bertarung, dia
paham mereka berdua sama persis.
“Mantra itu....” kata komandan musuh. “Itu Divine Retribution
.... Malaikat Kematian....? Oh tidak .... jangan bilang padaku .... kau
pembunuh massal itu—”
Detik berikutnya, malaikat itu merobek komandan dan menebas
tiga prajurit yang tersisa. Dengan ekspresi lembut di wajahnya, malaikat itu
menghilang ke udara.
“Aku tidak akan pernah seperti itu lagi,” kata Lumia dengan
tenang. “Dan Asura, kamu juga—”
“Coba lain kali katakan itu tanpa pembunuhan.” Asura
mendengus. “Kirim sinyalnya.”
Atas perintah Asura, Lumia memasang anak panah dan
menembakkannya ke udara. Suara keras terdengar dari anak panah saat ia terbang.
Jenis panah ini disebut panah pembawa pesan dan untuk misi ini, mereka
menggunakannya untuk menandakan kekalahan monster.
“Aku hanya berharap suatu hari nanti, kamu bisa kembali menjadi dirimu yang sebenarnya,” kata Asura pelan sehingga Lumia tidak bisa mendengarnya.
0 Comments