Mati dengan penuh
semangat di medan perang. Ini jauh lebih baik daripada mati sambil menggenggam
sedotan.
(Ungkapan 'menggenggam
sedotan' digunakan untuk mengartikan upaya untuk berhasil —seperti dalam
argumen, debat, atau upaya mencari solusi— ketika tidak ada pilihan yang kamu
pilih akan berhasil.)
“Oof, ini mengerikan,” gumam Jyrki dari atap sebuah rumah.
"Hmm. Sepertinya strategi dasar peleton penjinak monster
adalah membuat monster bertarung, meninju monster yang tersesat, lalu
menghabisi mereka. Ya, ini taktik yang sangat buruk, tapi tidak terlalu buruk
dari sudut pandang konservasi energi.”
Asura dan anggota Moon Blossom lainnya mengenakan jubah hitam
seperti biasa, tapi sekarang juga dilengkapi dengan busur dan tempat anak
panah.
“Eh, bukan itu maksudku,” desah Jyrki.
“Aku yakin yang dia maksud adalah pembantaian yang dilakukan
monster, Bos,” kata Marx.
“Bisakah .... kita menang?”
Desa Mullux sudah berada dalam kondisi buruk. “Dijarah”
deskripsi yang tepat.
“Mungkin tidak, huh? Monster tingkat menengah terlalu kuat.”
Setiap mayat di tanah telah terkoyak oleh cakar atau taring
monster. Monster tingkat menengah jauh lebih cepat dan lebih kuat dari manusia.
Tapi hanya itu yang bisa mereka lakukan,
pikir Asura.
“Kita hanya perlu berpegang pada rencana,” katanya. “Aku akan
bertanggung jawab jika kita tidak bisa mengalahkan mereka, jika kita selamat,
maka kamu bisa menghukumku sesuai keinginanmu, heh heh. Lebih penting lagi,
masalahnya di sini terutama terletak pada tentara Arnian.”
Dilihat dari kepemimpinan dan koordinasi mereka yang
berantakan, tentara Arnian sudah tak mampu lagi menghadapi peperangan kota.
Mereka hampir tidak melakukan perlawanan ketika musuh membantai mereka.
"Benar. Apa tidak ada orang yang memerintahkan penduduk
desa untuk mengungsi?” Lumia bertanya. “Begitu banyak dari mereka yang secara
tidak sengaja terjebak dalam baku tembak.”
“Secara tidak sengaja? Nah, Wakil Kapten, bukannya para
bajingan Therbae itu terlihat berusaha keras untuk membunuh penduduk desa?
Orang-orang sakit itu bersenang-senang.”
"Aku setuju. Monster tak berperasaan,” sembur Marx.
“Yah, itu bukan masalah kita,” kata Asura. “Sekarang, sudah
waktunya untuk memulai. Kita berada dalam posisi yang cukup bagus di sini.”
Sebuah peleton penjinak monster kebetulan lewat di bawah
kelompok Asura. Mereka tidak menyadari kelompoknya karena mereka tidak melihat
ke atas, sebuah kesalahan yang mereka alami bersama tentara Arnian. Entah itu
karena kurangnya pengalaman mereka dalam peperangan di kota atau hanya karena
kebodohan mereka, peleton tersebut bahkan tidak dapat memahami gagasan untuk
diserang dari atas. Kepicikan mereka dapat dimengerti oleh Asura, karena
pasukan di dunia ini biasanya bertempur dalam formasi di ruang terbuka lebar.
“Semuanya, jangan salah membaca situasi di sini,” Asura
memperingatkan. “Kita berada dalam posisi yang menguntungkan, jadi strategi kita
adalah tembak-menembak.”
***
Pria itu adalah komandan salah satu dari empat peleton
penjinak monster di pasukan Kerajaan Agung Therbae. Yang Mulia sendiri adalah
orang yang memunculkan ide revolusioner untuk menggunakan monster dalam
peperangan. Peleton ini menggunakan monster tingkat menengah yang menyerupai
serigala hitam, oleh para prajurit diberi nama “Pilly”.
Kecepatan dan kekuatan
Pilly telah mendorong barisan tentara Arnian kembali ke Desa Mullux. Desa ini terletak
di dekat ladang teh yang luas, sumber pendapatan Kerajaan Arnia, membakarnya
untuk menimbulkan kehancuran ekonomi adalah misi peleton ini.
Komandan peleton menikmati minum teh dari Kerajaan Arnia, jadi
ini agak disayangkan. Namun, pengorbanan harus dilakukan selama perang. Dia
membakar ladang teh dan rumah penduduk desa, tanpa ampun menebas tentara Arnian
beserta penduduk desa yang belum melarikan diri tepat waktu. Tentu saja, banyak
tentara yang jatuh ke tangan Pilly.
Mullux adalah desa besar dan peletonnya datang ke sini untuk
memusnahkannya sepenuhnya. Api menjilat kayu, menciptakan bau terbakar yang
membubung di udara. Bahkan sekarang, komandan masih berjalan di jalanan,
mengawasi tentara Arnian dan penduduk desa. Penghancuran total berarti menghapus
Desa Mullux dari peta.
“Astaga, dengan adanya Pilly, Arnia hanya sekumpulan cacing.
Benarkan, Kapten?” salah satu bawahannya berkata sambil tersenyum.
Secara total, komandan memiliki empat bawahan dan satu
monster. Ini struktur yang sama dengan tiga unit penjinak monster lainnya. Di
dunia ini, satu peleton biasanya terdiri dari sekitar lima orang, dengan empat
peleton membentuk satu kompi untuk menjalankan tugas militer.
Sebelum mereka memasuki desa, kompi grandshield juga
berpartisipasi dalam pertempuran, berfungsi sebagai perlindungan terhadap
panah. Namun, karena mereka tidak diperlukan dalam pertempuran di dalam
perimeter desa, mereka kembali ke markas terlebih dahulu. Pasukan Kerajaan
Arnia memiliki kekuatan batalion, namun komandan memperkirakan mereka telah
kehilangan lebih dari separuh pasukannya. Sebagai perbandingan, tentara Therbae
hampir tidak menderita korban jiwa. Peleton penjinak monster sudah lebih dari
cukup untuk menyapu mereka.
“Sejak awal Arnia tidak pernah kuat, kan?” bawahan lainnya mengejek.
“Tambahkan Pilly ke dalam campuran dan bum, ini waktunya pembantaian.”
Kami menang dengan selisih
besar. Kemenangan kami dijamin. Ini sudah menjadi operasi pencarian dan
penghancuran. Saat matahari terbenam, Desa
Mullux akan musnah. Setelah itu, mereka bisa kembali ke markas dan menikmati
istirahat sejenak.
“Kelopak?”
Saat itulah sejumlah besar kelopak bunga berwarna merah muda
mulai melayang turun dari langit.
“Apa ada orang-orang tak sabaran yang sudah mulai merayakannya
dengan konfeti bunga?”
(Konfeti adalah beragam
potongan kertas, milar, bunga atau bahan logam yang biasanya dilemparkan pada
parade dan pesta)
"Mana kutahu?"
Komandan mengambil salah satu kelopak bunga yang berkibar dan
memegangnya di tangan. Kelihatannya sangat normal, tidak ada yang luar biasa.
“Indah sekali....” kata bawahannya sambil menatap ke langit.
Mengikuti garis pandangnya, komandan juga melihat ke atas dan
melihat siluet dari sudut matanya. Sekelompok orang mengamati mereka dari atap.
Di tengah-tengah mereka ada seorang gadis berambut perak yang wajahnya
menampilkan senyum gelap. Melihat ekspresi itu saja sudah membuatnya merasa
seperti ada semut yang merayapi kulitnya.
Kelopak bunga menyentuh pipi bawahannya. Saat berikutnya,
wajahnya meletus.
Tidak, itu tidak benar. Wajahnya meledak? Saat darah dan
daging berserakan di sekitar mereka dalam hujan darah kental, kepanikan
mencengkeram peleton tersebut. Tidak ada yang tahu apa yang sedang terjadi.
Namun bawahan lainnya menjerit kesakitan saat bahunya hilang.
“Kita sedang diserang! Jangan biarkan kelopak bunga
menyentuhmu! Kita perlu mencari perlindungan!” teriak komandan. Tidak semua
bunganya meledak, tetapi tidak mungkin untuk mengetahui mana yang akan meledak.
“Kita harus pergi ke tempat kelopak bunga tidak bisa—”
Namun, sebuah panah di tenggorokan menginterupsi komandan
sebelum dia menyelesaikan perintah. Segera setelah itu, anak panah yang tak
terhitung jumlahnya menancapkan ujungnya ke tubuhnya, dan mayat komandan jatuh
ke tanah, matanya menatap tanpa tujuan ke langit.
Kepanikan para prajurit memuncak ketika mereka kehilangan
komandan. Mereka menghunuskan pedang mereka, tapi tak satupun dari mereka
memiliki konfirmasi visual mengenai musuh mereka. Beberapa dari mereka secara
membabi buta menebas udara hingga bilah pedang meledak, mereka berteriak saat
pecahan peluru menembus kulit mereka.
Anak panah terus menghujani pasukan. Meskipun mereka terpental
tanpa membahayakan Pilly karena kulit yang seperti armor, manusia tidak
seberuntung itu. Untuk mengakomodasi Pilly, semuanya hanya dilengkapi dengan
armor kulit ringan untuk pergerakan lebih cepat. Satu demi satu, bawahan
komandan tumbang dan Pilly meninggikan suaranya sambil melolong.
Oh, Pilly. Kami semua
telah binasa, tapi setidaknya kamu masih hidup untuk membalaskan dendam kami.
Komandan sudah mati, jadi dia tidak tahu setelah raungan
terakhir Pilly, monster itu langsung mati lemas.
***
"Lihat? Apa yang kubilang? Monster bukan masalah besar,”
kata Asura, di atas atap sebuah rumah.
“Bos, terima kasih banyak atas bantuannya. Aku tidak pernah
membayangkan Water Prison bisa begitu berguna,” kata Marx bersemangat.
Water Prison (Penjara Air) adalah mantra yang bisa digunakan
Marx dengan sihir manifestasinya. Itu hanya bisa menciptakan air dan tidak
memiliki sifat menyerang, kecuali jika seseorang melemparkannya ke depan wajah
target. Lalu mereka tenggelam, itulah cara Marx membunuh monster hitam mirip
serigala itu.
“Oh, jangan terlalu dramatis, Marx. Kamu tidak perlu berterima
kasih padaku,” jawab Asura. “Kita adalah rekan dan orang-orang penuh fantasi
yang berpikiran sama tentang sihir. Selama kamu tahu cara menggunakannya, sihir
bisa sekuat senjata apapun.”
Asura yang menciptakan Water Prison, bukan Marx. Ide untuk
menggunakan sihir manifestasi sebagai alat serangan belum pernah terdengar di
dunia ini. Pada intinya, semua sihir memiliki elemennya sendiri. Ada banyak
jenis Elemen Tetap, tetapi ada enam elemen dasar: air, api, angin, tanah,
cahaya, dan kegelapan. Dari keenamnya, kegelapan cukup langka.
Setelah itu, ada empat kategori sihir yang berbeda: serangan,
dukungan, penyembuhan, dan manifestasi. Water Prison Marx adalah mantra
manifestasi elemen air. Setiap penyihir memiliki elemennya masing-masing, itu
berarti Marx hanya bisa menggunakan mantra air. Ini tidak akan pernah berubah,
selain mendapatkan Elemen Tetap.
“Bos, aku sangat suka mantra Wild Dance kecilmu yang mengepak-ngepak.
Cantik sekali.”
“Jyrki, kamu bisa menggambarkannya selain 'mengepak-ngepak'?”
"Huh? Mengapa?"
“Aku hanya tidak terlalu menyukai kata itu.” Asura mengangkat
bahu. “Kedengarannya konyol.”
“Ide bagus untuk menggabungkan mantra serangan dengan mantra
manifestasi. Itu Mines di dalam Wild Dance, kan?” Lumia bertanya.
Pujian itu membuat Asura tersenyum. “Membosankan memulai
setiap pertarungan dengan Flashbang, kan? Tapi tidak ada yang bisa kita lakukan
jika Water Prison menjadi penutup kita. Itu terlalu nyaman.”
“Aku merasa emosional dengan semua ini,” kata Marx. “Aku tidak
pernah membayangkan penyihir air sepertiku bisa mengalahkan komandan atau
monster musuh dengan sihir .... aku sangat senang bisa menjadi
prajurit-penyihir, meskipun hal itu membuatku tidak diakui oleh keluargaku.”
Marx adalah keturunan warrior, dan menghabiskan sebagian besar
hidupnya menghadapi cemoohan keluarganya terhadap sihirnya. Jadi di masa lalu,
dia harus menyembunyikan dan melatih sihirnya secara rahasia.
“Kau tahu, aku lebih terkejut karena kita bisa memenangkan
pertempuran ini seolah-olah kita tentara biasa,” kata Jyrki.
“Terlebih tanpa bersusah payah, karena Water Prison milikku
adalah kartu as kita.”
“Monster .... juga .... mati jika mereka tidak bisa bernapas?”
“Apa ini pertama kalinya kalian semua melawan monster?” Asura
bertanya. Di masa lalu, dia dan Lumia pernah memusnahkan monster bersama-sama.
Jika dia mengingatnya dengan benar, itu juga merupakan monster tingkat
menengah.
“Tidak, aku bertarung melawan mereka ketika masih seorang
ksatria,” jawab Marx. “Tetapi hal itu tidak berjalan semulus hari ini, karena
kami menyerangnya secara langsung.”
“Hari ini pertama kalinya bagi kami. Benarkan, Iina?”
"Ya."
"Aku mengerti. Baiklah, kuharap kalian semua sekarang
mengerti mereka tidak terlalu sulit untuk dikalahkan.” Mendengar komentar
Asura. Marx, Jyrki, dan Iina semuanya mengangguk. Adapun Lumia, sepertinya dia
tidak pernah menganggap monster tingkat menengah sebagai ancaman. “Mengapa kita
tidak membagi tim terdiri dari dua dan tiga orang, lalu memburu tiga monster
yang tersisa? Ini bisa berfungsi ganda sebagai latihan.”
“‟Kaaaay. Bagaimana kita harus berpisah?”
“Tim Biru adalah Lumia dan aku. Tim Merah menjadi tiga yang
tersisa.”
"Huh?! Tunggu sebentar!” teriak Jyrki. "Itu tidak
adil! Keseimbangan kekuatan sangat jauh jika kalian berdua berada dalam satu
tim!”
“Kami akan .... mati....” Iina menghela nafas, menurunkan
bahunya.
“Eh, aku yakin sulit membunuh monster tanpa bantuan bos atau
wakil kapten,” bantah Marx dengan ekspresi serius di wajahnya.
“Tidak, kedua tim seimbang. Kalian bertiga seharusnya bisa
mengatasinya.” Asura mengangkat bahu. “Mari kita lihat .... biasanya, aku meminta
Marx untuk menjadi pemimpin, tapi karena misi ini berfungsi ganda sebagai sesi
pelatihan, aku ingin Jyrki mengambil alih komando.”
"Aku?!" Jyrki berteriak.
“Kami akan .... mati....” Iina berbisik putus asa.
"Ya." Marx mengangguk. “Kami sudah mati.”
“Bos, ini bukan aku yang kurang ajar atau apapun, tapi, uh
.... bisakah kamu mempertimbangkannya kembali?”
"Tidak. Bahkan jika kamu tidak percaya pada dirimu
sendiri, kamu harus melakukannya, Jyrki. Jika kamu gagal membunuh monster, maka
matilah dengan penuh semangat. Itu perintah.”
Marx pernah menjadi komandan peleton selama waktunya bersama
para ksatria. Jika ini lawan yang lebih berbahaya, maka Asura akan membiarkan
dia menanganinya, tapi mengingat apa yang mereka hadapi dalam misi ini, ini
waktu yang tepat untuk membiarkan Jyrki mengumpulkan pengalaman.
“Ba-Baiklah....”
“Apa ada orang lain yang ingin mengatakan sesuatu?” Asura
bertanya. Setelah tidak ada jawaban, dia mengangguk. "Bagus. Kalau begitu
mari kita mulai misinya. Bergerak!"
***
“Kita bertemu di tempat seperti ini, kan?” Kata Asura sambil
dengan riang berjalan melewati reruntuhan Desa Mullux seolah sedang menikmati
piknik. Mayat yang sesekali berserakan di tanah membuat dia tersenyum. Apa kamu mati dalam keadaan hidup? Atau kamu
baru saja mati?
“Aku tidak percaya ini sudah sepuluh tahun,” gumam Lumia
nostalgia saat Asura merenungkan mayat-mayat itu.
“Kita pasti sudah melalui banyak hal, bukan, Teach?”
Nyala api menghanguskan rumah-rumah dengan bunyi gemercik yang
mantab, aroma kayu terbakar bercampur dengan aroma darah yang baru tumpah.
Jumlah tubuh yang ada tidak cukup untuk memenuhi syarat sebagai pemandangan
neraka, tapi itu pemandangan yang sangat dinikmati Asura.
“Aku sudah lama tidak mendengar julukan itu.” Lumia menghela nafas.
“Ngomong-ngomong, apa kita harus berkeliaran seperti ini? Kupikir mengintai ke
depan dan mendaratkan serangan pendahuluan cara prajurit-penyihir.”
“Kubilang ini juga berfungsi sebagai sesi latihan, kan? Jika kita
berdua menyerang lebih dulu, maka kita pasti menang dengan mudah. Selain itu,
tidak ada jaminan pertarungan selalu dimulai sesuai keinginan kita. Jadi untuk
yang satu ini, menurutku kita sebaiknya menikmati serangan pendahuluan yang
dilancarkan oleh pihak lain.”
“Maksudmu kita sengaja membiarkan musuh menemukan dan
menyerang kita?”
"Tepat. Kita akan membangun diri kembali dari hal
tersebut, dan kemudian hal itu menjadi 'tembak dan manuver.'”
Segera setelah Asura menyelesaikan kalimatnya, seorang bocah
laki-laki yang terlihat berusia sekitar sepuluh tahun berlari keluar dari
belakang salah satu rumah. Ketika dia melihat Asura dan Lumia, dia mencoba
menghentikan dirinya, tetapi terbawa oleh momentumnya sendiri, dia terpeleset
dan terjatuh ke belakang.
“Jangan takut. Kami anggota tentara Arnian,” kata Lumia sambil
tersenyum lembut saat melihat ekspresi ketakutan bocah itu.
“Untuk lebih spesifiknya, kami tentara bayaran yang disewa
oleh tentara Arnian. Kami tidak akan menyakiti penduduk desa, jadi—”
"Tolong bantu! A-Ayah dan ibuku terbunuh!” bocah itu
menyela. “Ka-kalau aku tertangkap, aku akan dijual ke Barat!” Dia mendorong
dirinya untuk berdiri dan melemparkan dirinya ke tubuh Lumia, melingkarkan
lengannya di pinggang Lumia.
"Di sana! Aku menemukan bocah itu! Oh, ada lebih banyak
lagi wanita, Kapten!”
“Itu berita yang luar biasa. Sempurna untuk uang receh.”
Peleton penjinak monster disertai monster mirip beruang muncul
dari bayang-bayang rumah yang sama tempat bocah itu lari. Totalnya, ada lima
pria dan satu monster.
“Yang dimaksud dengan 'uang receh', menurutku, mereka terlibat
dalam perdagangan manusia,” Asura bersenandung. “Kalau kuingat, Felsen Barat
punya perbudakan, kan?”
"Itu benar."
Seluruh wilayah tempat tinggal Asura dan lainnya adalah tanah
Felsenmark. Dari segi ukuran, ini sedikit lebih kecil dari Eropa. Jika kamu
melihat peta Felsenmark, kamu akan melihat Felsenmark terbagi menjadi tiga
subkawasan: Barat, Tengah, dan Timur. Misalnya, Kerajaan Arnia, terletak di
Felsen Timur.
“Ooh, bagus. Mereka seksi. Kita harus bersenang-senang dengan
mereka sebelum menjualnya,” kata salah satu tentara.
“Aku suka yang berambut perak.”
“Apa yang mau kamu lakukan dengan anak kecil seperti dia? Kamu
tahu, orang normal menyukai wanita yang lebih tua.”
"Dasar bodoh. Para gadis seusia gadis manis berambut
perak sedang dalam masa puncaknya.”
Para prajurit dari peleton penjinak monster berbicara dengan
senyum tipis di wajah mereka. Ahh,
sekarang rasanya benar-benar seperti medan perang, pikir Asura dalam hati.
Setiap medan perang memiliki unit yang terasa seperti hanya terdiri dari
preman.
“Mari kita perbarui parameter misi pelatihan kita,” katanya. “Kita
akan memusnahkan musuh-musuh kita sambil melindungi anak ini.”
"Apa yang kamu katakan?! Itu terlalu berbahaya! Kita
harus membiarkan dia melarikan diri!”
"Mustahil. Tidak setiap hari kita memiliki anak yang bisa
digunakan untuk berlatih. Santai aja. Tidak ada yang akan menyalahkan kita jika
gagal.”
“Ka-Kamu....” Lumia mengertakkan gigi dan mengepalkan
tinjunya, tapi akhirnya terdiam.
“Lagipula, bukannya kamu ingin melihat orang yang membunuh
orang tuamu meninggal secara mengenaskan, Nak?” Asura bertanya dengan senyum
gelap.
Tubuh bocah itu tersentak ketakutan, tapi hanya sesaat.
"Aku ingin! Jika kamu ingin membalas dendam pada ibu dan ayahku, maka aku
ingin menontonnya!” Dia melepaskan Lumia saat menyuarakan permintaannya.
“Dan begitulah, Lumia. Aku tidak akan membiarkanmu membantah
keputusanku. Sekarang, mari kita mulai dari kondisi ini.” Dengan itu, Asura
berbalik menghadap peleton penjinak monster.
Sebagai tanggapan, para pria itu tersenyum percaya diri. Dari
sudut pandang mereka, tim Asura hanya seorang wanita dan dua anak. Tidak ada
yang menyangka salah satu dari mereka melakukan banyak perlawanan. Para
prajurit mungkin berpikir mereka dapat menangkap mereka dan bersenang-senang
memperkosa mereka. Kemudian, mereka mungkin berencana untuk menjual dan
melupakannya.
“Ha ha, Nona, kamu berpikir untuk bertarung?” salah satu dari
mereka berkata. “Kami adalah monster terkuat—” Tapi dia tidak bisa
menyelesaikan kalimatnya, saat Asura melemparkan belati hingga menembus
tenggorokannya.
“Cukup bagus, kan?” Dia tertawa mengejek.
“Wah, kamu—!” sisa anggota peleton penjinak monster meraung
marah.
2 Comments
Makasih min udah lanjut tl nih LN, senang sama genre gini karena entah kenapa kebanyakan kang TL lain dari indo pada milih LN genre romance wkwk. MC Badass terbaik(apalagi yg punya kepribadian melenceng)
ReplyDeleteOke sama-sama, ya karena di indo lebih rame baca LN romcom
Delete