Apa yang aku lakukan jika mengambil koin kebebasan? Aku akan melemparkannya sekali lagi saat aku menari melewati neraka.
“Sepertinya kamu meremehkanku,” kata Uno sambil menggelengkan
kepala. Dia terlihat seperti badut sehingga Asura mulai tertawa terbahak-bahak
diikuti oleh Moon Blossom lainnya. “A-Apa yang lucu?! Aku akan
membunuhmu!"
Mendengar teriakan Uno, ketiga preman menghunus pedang mereka.
Mengikuti jejak mereka, ketiga anggota polisi militer pun mengangkat senjata.
“Ya ampun, ini menjadi keributan,” kata Asura, suaranya masih
diwarnai kegembiraan. “Justru sebaliknya. Kamu yang meremehkan kami. Meremehkan
Moon Blossom, dari semua kelompok. Izinkan aku menjelaskannya secara langsung
kepadamu: jika kamu tidak mengambil koin itu, kami akan membunuh kalian semua.
Jadi ambillah.”
“Oh, hentikan omong kosong itu! Segera setelah kamu menyerang,
seluruh pasukan polisi militer akan menyerbu masuk dan .... huh?”
Ketiga anggota polisi militer terjatuh ke tanah tanpa suara,
masing-masing memiliki belati tertancap di dahi mereka.
“Apa yang kamu maksud tentang polisi militer?” Asura terkikik.
Jyrki, Iina, dan Marx semuanya telah melemparkan belati mereka
untuk menghabisi polisi militer terlebih dahulu, untuk mencegah mereka meniup
peluit dan meminta bala bantuan. Mereka bertiga sudah tahu persis apa yang
harus dilakukan, bahkan tanpa perintah Asura.
“Luar biasa....” bisik Reko.
“Moon Blossom tidak membutuhkan orang bodoh yang meleset dari
target pada jarak ini,” kata Asura. “Kamu juga bisa melakukan ini di masa
depan. Baiklah, aku akan membuatmu berlatih sampai bisa.”
“Mereka .... mereka polisi militer asli. Kamu menyadarinya,
kan?” Kata Uno, mata dan mulutnya berkedut.
“Itu mungkin berhasil pada korban-korbanmu sebelumnya, tapi
ancaman seperti itu tidak ada gunanya bagi kami. Kami menyelesaikan semua
masalah dengan kekerasan. Jika polisi militer mencoba menangkap kami, kami akan
menghancurkan mereka. Jika tentara kerajaan memutuskan untuk mengincar kami,
maka kami akan memusnahkan mereka. Jika raja memerintahkan kami mati, maka kami
akan memenggal kepalanya. Kami bukan preman sepertimu,
kami kelompok militer sejati yang mampu melakukan kekerasan.”
Suasana menjadi hening mendengar kata-kata Asura.
“A-Aku keluar dari sini!” salah satu preman berseru. Dia
menjatuhkan senjatanya dan berlari menuju pintu masuk bar. Kemudian sebilah
belati menancap di kakinya dan dia terjatuh ke tanah sambil menjerit tercekik.
“Menurutmu ke mana kamu mau pergi?” Lumia bertanya. “Apa kamu
tidak mendengar apa yang dikatakan pemimpin kami? Dia akan membunuh kalian
semua jika tidak mengambil dora itu.” Dia tetap duduk, tanpa niat untuk
berdiri. Pria di depannya sangat lemah sehingga dia bisa mengalahkan mereka
semua bahkan tanpa harus berdiri.
“Ambil, Tuan Uno,” kata Lumia sambil tersenyum. “Kamu tidak
ingin mati, kan? Kekejaman sembronomu membuatku marah, tapi lebih baik bagi
semua pihak jika tidak harus membunuhmu.”
“O-Orang kejam di sini adalah—!”
“Siapa?” Lumia menyela, memiringkan kepalanya sedikit ke
samping. Senyum cerah di wajahnya membuat Uno bergegas menuju koin itu.
“A-Aku akan mengambilnya! Aku akan mengambilnya!”
Namun sebelum jari Uno menyentuh dora, Salume mengulurkan
tangan dan meraihnya. Tidak dapat memahami mengapa dia melakukan hal itu, Uno
berdiri di sana, terpaku di tempatnya.
“Aku tidak akan membiarkanmu mengambilnya,” katanya dengan
tatapan tekad yang dingin di matanya. "Mati."
Tidak peduli apa yang harus Salume lakukan, dia memastikan Uno
binasa di bar ini. Itulah satu-satunya cara dia bisa menebus pelecehan yang
diterimanya.
“Bagus sekali, Salume!” Asura bersorak. “Oh, betapa
menakjubkannya! Saat kamu mengembalikan dora itu kepadaku adalah saat kamu
menjadi wanita bebas!”
“A-Apa yang kamu lakukan, idiot?! Berikan benda itu padaku!”
Uno berlari ke depan, meraih koin itu. Tapi Salume menghindari
tangannya dan berlari ke sisi Asura.
“Oke, semuanya, sudah waktunya menutup tirai pesta ini. Tokoh
utama dalam pertunjukan ini milik kita sekarang. Jadi aku harus meminta para
penjahat keluar dari panggung.”
Pada drama Asura, Lumia berkomentar, “Aku tidak pernah tahu kamu
penggemar teater.”
“Mereka memang penjahat, tapi .... kami bahkan lebih jahat
lagi....”
“Ya. Pria itu mungkin menganggap dirinya sebagai penjahat
mengerikan di sekitar kota, lalu akhirnya bertarung dengan sekelompok monster
sungguhan. Mainkan permainan bodoh, menangkan hadiah bodoh.”
“Kurasa .... semua orang di sini kecuali wakil kapten dan aku
sendiri memang dianggap sebagai monster.”
“Baiklah, cukup. Cepat selesaikan pekerjaan ini.”
***
Pada akhirnya, hanya ada satu pembunuhan per orang. Lumia,
Iina, dan Jyrki masing-masing membunuh satu dari tiga preman dengan lemparan
belati. Adapun Uno, dia dikirim ke kematiannya oleh Water Prison Marx, sebagai
bentuk kepedulian Salume menyaksikan penyiksanya tenggelam secara perlahan dan
menyakitkan.
“Sekarang, Salume, jika kamu mengembalikan dora itu kepadaku,
kamu bebas,” kata Asura. Dia mengulurkan tangan kanannya dalam undangan tanpa
kata kepada Salume untuk meletakkan koin di telapak tangannya.
Butuh beberapa saat bagi Salume untuk menjawab, ketika dia
akhirnya menjawab, suaranya terdengar nyaring. "Tidak."
"Kenapa?" Asura bertanya sambil memiringkan
kepalanya ke samping.
“Tolong biarkan aku bekerja sebagai tentara bayaran!” Seru
Salume, mencondongkan tubuh ke depan sambil membungkuk rendah.
“Oh, ayolah,” kata Asura sambil tersenyum masam. “Itulah yang
aku rencanakan, tapi kamu sudah mendapatkan kebebasanmu. Namun kamu membuangnya
atas kemauanmu sendiri? Berbeda dengan Reko, kamu tidak patah semangat. Kamu
masih bisa kembali ke masyarakat dan hidup sebagai orang normal.”
Salume mengangkat kepalanya dengan ekspresi cerah di wajahnya.
Saat itulah Asura menyadari dia tidak mengambil keputusan ini dengan mudah.
“Aku ingin menjadi lebih kuat,” katanya. “Agar aku tidak
pernah .... agar tak seorang pun dapat lagi....” Kata-katanya terhenti dan
napasnya tersengal-sengal.
"Cukup. Kamu tidak perlu berkata apa-apa lagi. Aku tahu
apa yang kamu alami, jadi aku tahu apa yang ingin kamu katakan.” Asura menghela
nafas dan melanjutkan, “Tetapi, kami adalah sekelompok pembunuh. Kami tidak mampu
membuat siapa pun bahagia. Satu-satunya akhir yang menunggu kami adalah diiris
sampai mati atau mati saat kami berguling kesakitan. Alternatif terbaik adalah
kematian seketika. Apapun yang terjadi, hanya jalan buntu yang terbentang di
depan kami. Apa kamu mengerti?"
"Walau begitu!" Salume berteriak, suaranya
melengking seperti jeritan. “Meski begitu, aku ingin menjadi lebih kuat!”
"Bagus sekali. Lalu aku akan mengangkatmu menjadi
prajurit-penyihir terkuat di kelompokku. Mulai hari ini, kamu bukan lagi Salume,
seorang budak. Kamu adalah Salume, tentara bayaran dari Moon Blossom. Selamat
Datang di neraka."
“Ayo, pakai ini.” Jyrki melepaskan jubahnya dan
menyampirkannya ke tubuh telanjang Salume.
“Te-Terima kasih banyak....”
“Jangan khawatir. Sekarang kita teman satu tim.” Jyrki balas
tersenyum. Lalu dia berjalan menuju dapur. “Jadi, siapa di antara kalian yang mengadu
ke arah babi itu? Apa itu kamu, tuan? Atau kamu, Tuan Pelayan?”
Baik pemilik bar maupun pelayan menggelengkan kepala dengan
panik sebelum saling menuding.
Mendengar itu, Jyrki menghela nafas dan kembali menatap Asura.
“Bos, apa yang harus kita lakukan? Dulu saat aku menjadi bandit, kami akan
membunuh mereka berdua. Tapi karena ini kelompok tentara bayaran, aku ingin
beberapa perintah, tolong.”
“Sebelum aku memberikannya. Aku harus bilang, aku terkesan,
Jyrki. Aku tidak menyangka kamu mengetahui merekalah yang membocorkan lokasi
kita.” Asura menutup mulutnya dengan tangan kanannya karena terkejut. Jelas
dari nada bicaranya dan tindakannya dia sedang mengejeknya.
“Eh, bukannya sudah jelas?! Menurutmu seberapa bodohnya aku?!”
“Aku juga mengetahuinya....” kata Iina. “Apa kamu bangga
padaku?”
"Tidak terlalu. Mengingat waktu masuknya mereka, hanya
mereka berdua yang dicurigai,” kata Marx. “Mereka pasti menempatkan para preman
atau polisi militer di pintu belakang.”
“Kemungkinan besar,” kata Lumia sambil mengangkat bahu ringan.
Semuanya, kecuali Reko, sampai pada kesimpulan yang sama
dengan Asura. Itu membuat Asura sedikit senang melihatnya, karena itu menghemat
waktu dan tenaganya, sehingga dia tidak harus menjelaskan bagaimana informasi
itu bisa lolos dari grup.
“Jika kamu jujur, maka aku berjanji akan mengampuni nyawamu,”
katanya sambil melihat ke arah dapur.
“Be-Benarkah?” jawab pelayan itu. Dia satu-satunya di antara
keduanya yang memberikan reaksi.
"Aku mengerti. Jadi itu kamu.” Asura menyeringai.
Pelayan itu terlambat menyadari kesalahannya. Wajahnya pucat
karena terkejut sesaat sebelum dia jatuh berlutut, mengusap keningnya dengan
putus asa ke tanah sambil memohon, “Tolong! Hanya saja, jangan bunuh aku!”
"Baiklah. Tapi kamu harus berjanji untuk tetap diam
tentang apa yang terjadi hari ini.”
Mendengar perkataan Asura, pelayan itu mengangkat kepalanya.
"Tentu saja."
Asura melirik ke arah pemilik bar, dia juga mengangguk setuju.
“Jyrki, bersihkan mayatnya. Minta Tuan dan pelayan membantumu. Untuk jaga-jaga,
kita akan menjadikan mereka sebagai kaki tangan dalam membuang mayat.”
“Oke. Ngomong-ngomong, Bos, pedagang gendut ini punya banyak
sekali permata, jadi apa tidak masalah kalau aku mengambilnya?”
“Lakukan sesukamu,” jawab Asura dengan lambaian acuh. Jyrki
mengangkat tangannya ke atas kepala untuk merayakan.
“Aku juga .... ingin perhiasan....”
“Hei, Reko, bantu aku. Aku akan membiarkanmu menyimpan uang
yang kamu peroleh.”
Atas perintah Jyrki, Reko melihat ke arah Asura. Dia diam-diam
melambaikan tangan kanannya sekali lagi, menandakan dia bisa melakukan apa yang
diinginkan. Reko dengan benar menafsirkan isyarat itu, bersama Ina, berjalan
menuju Jyrki.
“Sekarang, mari kita kembali ke penginapan. Lumia, begitu kita
tiba, aku ingin kamu menggunakan sihir penyembuhan pada Salume.”
"Oh? Kamu tidak ingin aku menggunakannya pada lengan
kirimu?”
“Aku bisa bertahan sampai besok.”
Karena sihir penyembuhan Lumia membutuhkan waktu untuk
bekerja, dia tidak bisa menggunakannya untuk menyembuhkan dua orang dalam satu
malam.
“Dibalik semuannya kamu ternyata orang yang lembut.” Lumia
tertawa dengan nada gembira.
"Diam. Salume, Marx, ayo pergi.” Asura berdiri dari kursi
dan mulai berjalan menuju pintu masuk.
“Aku ingin ikut dalam pembersihan,” kata Marx. “Aku tidak
nyaman menyerahkan semuanya pada Jyrki dan lainnya.”
"Hmm." Asura merenungkan hal itu sebentar, kemudian
mengangguk. “Kamu ada benarnya. Pastikan kamu menghapus semua bukti kehadiran kita.
Aku mengandalkanmu."
"Mengerti."
***
Hangat. Itulah pendapat Salume tentang sihir penyembuhan Lumia yang
meresap ke seluruh tubuhnya. Hangat dan
rasanya nyaman sekali.
Mereka sedang duduk di kamar yang Asura pesan untuk dirinya
sendiri di penginapan. Saat Moon Blossom check-in, mereka sudah mendapatkan
kamar masing-masing, jadi masuk akal kalau Salume tidak punya kamar. Untuk hari
ini, dia tidur di kamar Asura bersamanya.
“Sekarang,” kata Asura sambil melepas jubahnya. “Apa kamu
keberatan jika kita ngobrol sebentar?”
Dia melipat jubahnya dengan rapi dan meletakkannya di atas
meja rias panjang.
Di balik jubahnya, dia mengenakan celana coklat dan blus putih
bersulam simbol Moon Blossom. Ikat pinggangnya terlihat cukup aneh. Ada beberapa
sarung kulit untuk belati, tapi beberapa di antaranya kosong. Asura pasti telah
menggunakan dan membuang beberapa di antaranya.
“Ah, tidak,” jawab Salume. Tidak seperti Asura, dia tetap
mengenakan jubah Jyrki karena dia masih telanjang di baliknya.
“Kami akan mengajarimu dan Reko beberapa hal,” kata Asura sambil
duduk di kursi.
Salume dan Lumia sedang duduk di tempat tidur Asura. Itu tidak
terlalu bagus, tapi itu jauh lebih baik dari apapun yang pernah dialami Salume.
Ruangannya sendiri juga tidak terlalu mewah. Satu-satunya ciri yang menonjol
adalah kesamaannya. Tapi itu masih lebih disukai daripada ketika dia masih
seorang pelacur dan hidup dalam kemiskinan. Saat itu, dia dan semua pelacur
lainnya harus berkumpul di satu rumah tua dan berbau jamur. Gagasan untuk tidak
perlu kembali ke sana lagi sudah cukup membuat Salume tersenyum.
“Pertama, aku akan memeriksa seberapa baik kalian berdua bisa
mengikuti perintah. Setelah itu, kita melakukan beberapa latihan fisik untuk
membangun kekuatanmu. Setelah kita memiliki dasar yang cukup kuat, aku mulai
mengajarimu sihir dan teknik bertarung, untuk kali ini, aku menambahkan
pelajaran tentang pengetahuan umum. Setelah aku yakin kamu sudah siap, kami
memindahkanmu ke sistem pelatihan dasar seorang prajurit-penyihir. Apa kamu
memahami apa yang aku katakan sejauh ini?” Setelah melihat Salume mengangguk,
Asura melanjutkan, “Butuh beberapa saat untuk mempelajari sihir, jadi paling
cepat, kamu melihat pertarungan sesungguhnya dalam satu tahun atau lebih.
Paling-paling, untuk sekarang kamu memainkan peran pendukung.”
“Aku tidak begitu tahu tentang sihir,” Salume mengakui.
"Aku mengerti. Kalau begitu, aku akan memberimu dasar-dasarnya.
Sihir menggunakan energi magis di dalam tubuhmu. Aku menyebut energi ini 'MP'.”
“Empy?”
“Itu singkatan dari 'kekuatan magis (Magical power)'. Untuk
menggunakan sihir, pertama-tama kamu harus mewujudkan MP milikmu, mengubah
elemen, kemudian mengubah sifatnya. Titik awalmu adalah mempelajari cara
mewujudkan MP.”
“Artinya mengenali MP di dalam tubuhmu, lalu mempelajari cara
mengeluarkannya sesuka hati,” Lumia menambahkan dengan dingin.
“Setelah kamu mengeluarkan MP, kamu harus mengubah elemennya.
Setiap orang mempunyai elemen uniknya masing-masing, mustahil untuk mengetahui
apa elemenmu sampai kamu menyalurkan MP milikmu.”
“Jika kamu tidak bisa mencapai Elemen Tetap, mustahil untuk
mengubah elemen yang kamu miliki sejak lahir,” kata Lumia. “Saat kamu bisa
menggunakan Elemen Tetap, maka kamu bisa menyebut dirimu seorang penyihir agung.”
“Tidak, kamu tidak bisa melakukannya. Kami adalah
prajurit-penyihir—warrior yang menggunakan sihir sebagai senjatanya. Kami tidak
sama dengan penyihir normal. Apa kamu mengikuti apa yang kami katakan?”
"Ya."
Kata-kata itu masuk akal bagi Salume dalam arti yang samar.
Tapi dia tahu, jika mereka memerintahkannya untuk mewujudkan MP saat ini juga
dan mewujudkan elemennya, dia bahkan tidak tahu harus mulai dari mana.
“Maka hal terakhir yang perlu kamu lakukan adalah mengubah sifatnya.
Hanya ada empat sifat yang dimiliki sihir: serangan, penyembuhan, dukungan, dan
manifestasi. Kamu memilih salah satu sifat itu dan mengubah sihirmu agar
selaras dengannya. Setelah kamu lebih berpengalaman, kamu dapat menetapkan dua sifat
ke satu mantra dengan teknik yang disebut dual affix (imbuhan ganda).”
“Itu tugas yang mustahil bagi seorang pemula, jadi anggap saja
Asura tidak mengatakan apa-apa,” desah Lumia.
“Kurasa memang benar dibutuhkan latihan bertahun-tahun untuk
mencapai tingkat skill itu,” Asura mengakui. “Kamu mulai belajar bagaimana
menggunakan sihir dalam beberapa tahun pertamamu. Kemudian diperlukan beberapa
tahun lagi untuk mendapatkan Elemen Tetap. Setelah itu mempelajari cara dual
affix memakan waktu beberapa tahun lagi.”
“Itulah salah satu alasan mengapa tidak banyak penyihir,”
Lumia menambahkan. “Ngomong-ngomong, tidak ada perintah khusus untuk
mendapatkan Elemen Tetap dan mempelajari dual affix. Itu tergantung pada orang
yang....” Lumia terdiam di tengah kalimatnya dan mengalihkan pandangannya ke
pintu.
Asura perlahan bangkit dari kursinya dan menarik belati dari
ikat pinggangnya. Salume sedikit bingung mengapa mereka bertindak seperti ini.
Kemudian, seseorang mengetuk pintu.
“Asura Lyona, aku ingin berbicara denganmu secara pribadi.”
Oh, aku mengerti. Salume mengangguk. Mereka berdua sempat merasakan kehadiran
manusia lain. Dia terkesan dengan persepsi mereka dan penasaran apa dia mampu
melakukan hal yang sama.
“Oh, kamu pasti bercanda.” Asura terkekeh tanpa humor sambil
menyarungkan belatinya. Pintu perlahan terbuka, menampakkan seorang pria berusia
dua puluhan. Tidak ada yang istimewa dari pakaiannya, namun dia secara alami
memancarkan aura istimewa. “Apa kamu datang sendirian?”
"Ya. Ini topik sangat rahasia yang ingin aku diskusikan,
aku bahkan tidak membawa penjaga. Aku mengunjungi kota-kota dengan menyamar
seperti ini dari waktu ke waktu, jadi aku sudah terbiasa.”
“Ah, aku mengerti. Masuk, masuk, Raja Arnia. Selama ini bukan upaya untuk menjalin hubungan, sama-sama diterima di sini.”
0 Comments