Pada
malam hari Tatsuya dan Minoru mengunjungi Pangkalan Udara Kadena di Okinawa serta
pelarian Laura dari Jepang.
Setelah
lampu padam, Ryousuke membawa tas ransel yang hanya berisi kebutuhan pokok di
punggungnya, membuka jendela di kamar rumah sakitnya.
Saat itu
pertengahan musim panas. Jendelanya ditutup karena AC, tapi karena beberapa
pasien rawat inap tidak menyukai udara dingin dan lebih memilih membiarkan
angin masuk, membuka jendela saja tidak akan menimbulkan kecurigaan. Tapi
memanjat jendela cara jitu untuk membunyikan alarm. Alarm bukan terhadap pelarian,
karena ini bukan penjara. Ini tindakan yang dilakukan untuk mewaspadai
kecelakaan dan upaya bunuh diri.
“Aku tak
akan melakukannya jika jadi kamu. Jika kamu melewati jendela itu, kamu akan
langsung diperhatikan.”
Dalam
keragu-raguannya, Ryousuke bergegas menoleh ketika dia mendengar seseorang
berkata dari belakangnya, menunjukkan betapa gugupnya dia saat ini.
Sebelum
dia menyadarinya, di sana berdiri bayangan samar seseorang.
Suatu
sosok tidak tinggi dan tidak pendek. Tidak gemuk dan tidak kurus. Tidak ada
ciri-ciri luar biasa sampai-sampai tidak wajar.
Hal yang
sama juga terjadi pada wajah. Seimbang, tanpa tanda istimewa. Secara obyektif,
ada sedikit kemiripan dengan pria tampan, tapi ada sedikit hal yang menarik
perhatian sehingga hanya kesan polos yang tersisa. Dia terlihat seperti salinan
dari gambaran manusia “biasa”.
“Siapa kamu?”
Ryousuke
menjaga kepekaannya untuk tidak meninggikan suaranya di sini.
“Seorang
kolaborator.”
Ryousuke
mengerutkan keningnya mendengar jawaban pria itu.
Ryousuke
tidak menanyakan namanya. Dia tahu, dia tidak akan mendapat jawaban.
“Kolaborator?
Untuk apa kau berkolaborasi denganku?”
Dia
bertanya alih-alih menanyakan nama.
“Kau
ingin pergi ke Amerika, kan?”
Pria itu
membalas pertanyaannya dengan pertanyaan lain.
“....Aku
tidak berencana menyelundup ke sana.”
“Jadi kamu
tidak butuh bantuan?”
Ryousuke
tidak bisa langsung menggelengkan kepalanya.
Dia tidak
bisa menggeleng atau menganggukkan kepalanya.
Ketika
ditanya apa bantuan tidak diperlukan, dia tidak bisa menganggukkan kepala pada
kata “tidak perlu”, pada saat yang sama dia merasa sulit untuk menolak “uluran
tangan” yang ditawarkan.
“Tidak
ada gunanya mencoba melarikan diri dari rumah sakit. Kamu tahu itu, kan?”
Sekali
lagi, Ryousuke tidak mengatakan apapun.
Dia ada
benarnya. Sekalipun dia mengajukan permohonan visa jangka panjang dan mengatur
wawancara di kedutaan, dia tetap tidak bisa langsung diberikan visa. Mungkin
diperlukan waktu beberapa minggu, bahkan berbulan-bulan, hingga visa
dikeluarkan.
Dia
diperkirakan keluar dari rumah sakit dalam dua hari. Jika dia menyelinap keluar
malam ini, dia harus menyembunyikan dirinya untuk sementara dari kenalannya.
Dia pada akhirnya bisa menimbulkan lebih banyak masalah daripada manfaatnya.
Karena pada
akhirnya, Ryousuke hanya budak dari kecenderungan pelariannya. Dia dengan mudah
melarikan diri memikirkan keluarganya mengetahui keberadaannya. Dia sendiri
sangat menyadari hal ini.
“Pertama-tama,
kamu harus keluar dari rumah sakit dengan cara yang tidak membuatmu mendapat
masalah.”
Daripada
menekan Ryousuke yang terdiam untuk menjawab, pria itu melanjutkan sendiri.
“Aku akan
mengatur agar kamu keluar dari rumah sakit sehari lebih awal besok. Pada saat
yang sama, jika kamu mengajukan pengunduran dirimu, pihak berwenang tidak akan
melakukan intervensi bahkan jika kamu bersembunyi.”
“Bagaimana
kamu bisa melakukan itu....?”
“Serahkan
urusan rumah sakit padaku. Kamu bisa mengajukan pengunduran dirimu secara
online.”
“Online....?”
“Kau
tidak tahu bagaimana cara melakukannya?”
“Tidak,
aku tahu, tapi .... bukankah aku terlalu tidak berterima kasih?”
Ryousuke
ragu-ragu, menyebabkan pria itu memandangnya dengan rasa tidak suka.
“Meskipun
kamu peduli dengan tugasmu, tidak ada yang bisa kaulakukan mengenai itu.”
Kata pria
itu dengan nada membalas.
“─Haha!”
Sebuah
cibiran keluar dari Ryousuke.
Itu
cibiran pada dirinya sendiri. Siapa dia sampai khawatir terlihat tidak jujur
ketika hendak melarikan diri di malam hari, pikirnya.
Dengan
itu, tekad Ryousuke telah ditetapkan.
“Jika kamu
bersedia, tolong beri aku bantuan itu.”
“Mengerti.
Aku Ooto.”
“Ooto-san,
kan? Kamu mungkin sudah tahu, tapi aku Tookami Ryousuke. Aku berharap bisa
bekerja sama denganmu.”
Mengambil
“Ooto”, pembacaan lain dari nama belakang Daito, Ryousuke menyebutkan namanya,
meskipun dia merasa itu tidak diperlukan pada saat ini.
Dia
memilih tidak mengulurkan tangan untuk berjabat tangan.
“Aku akan
kembali besok pagi.”
“Mengerti.”
Pria itu
meninggalkan kamar rumah sakit tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.
Ryousuke
menjatuhkan tas yang dibawanya, mengganti baju menjadi piyama, dan merangkak ke
tempat tidur.
Pagi-pagi
keesokan harinya, Ryousuke menjalani prosedur pemulangan sendiri. Pada pagi
hari, tanggal keluar telah diubah. Tak perlu dikatakan lagi, ini hasil karya
Fujibayashi Hiroto, yang menghubungi Ryousuke tadi malam dengan nama samaran
“Ooto”.
Ryousuke
meninggalkan rumah sakit dan menuju kediaman perusahaan di Izu. Karena dia
selalu berniat untuk kembali ke Amerika dalam waktu dekat, dia tidak membawa
banyak barang bawaan di perumahan perusahaan. Meski begitu, ia masih memiliki
barang-barang berharga penting di sana, termasuk paspor yang harus diambilnya.
Dia bisa
memasuki gedung tanpa masalah. Bagaimanapun, dia masih tinggal di sana.
Kecemasan
akan kemungkinan terdeteksi oleh sistem keamanan mengganggu Ryousuke, yang
berpikir dalam hati sambil mencela diri sendiri, “Aku terlalu minder....”
Dia
menggunakan terminal yang ada di kamarnya untuk membahas prosedur pengunduran
diri. Setelah Fujibayashi melihat betapa kosong kamarnya, dia menambahkan
terminal dengan biaya perusahaan. Ryousuke merasa sedikit bersalah karena
membuang-buang uang mereka.
Meski
begitu, tidak ada yang bisa membuat Ryousuke bertahan di Jepang bersama Magian
Company. Dia sudah mengambil keputusan. Terus terang, dadu telah dilemparkan.
Yang tersisa hanya menyeberangi Sungai Rubicon. Itulah yang dirasakan Ryousuke
setelah menyerahkan surat pengunduran dirinya.
Namun
setelah itu, dia punya janji di Kedutaan Besar USNA pada sore harinya untuk
wawancara visa. Tidak ada waktu untuk sentimentalitas. Ryousuke memasukkan
semua barang miliknya ke dalam tas 3 arah yang juga dia gunakan ketika kembali
ke Jepang, meninggalkan kuncinya di dalam, dan berjalan keluar ruangan.
Hal ini
tidak jarang terjadi saat ini, namun tidak ada penjaga di perumahan perusahaan.
Terlihat tidak nyaman, tapi staf perusahaan manajemen seharusnya datang ke sini
ketika diperlukan. Jadi, Ryousuke seharusnya bisa meninggalkan tempat ini, di
mana dia menghabiskan beberapa bulan hidupnya, tanpa dia sadari.
Sayangnya,
dia mengalami situasi tak terduga di lobi penguncian otomatis.
Hari ini
adalah hari Rabu, baik Magian Company maupun Makouien (Akademi Sihir Industri) tentu
saja sedang beroperasi.
“─Oh, apa
itu kamu, Tookami-san?”
Namun,
entah kenapa, dia bertemu Mayumi di lobi perumahan perusahaan.
◇ ◇
◇
Ini suatu
kebetulan Mayumi kembali ke perumahan perusahaan pada waktu itu. Dia kebetulan
memiliki sesuatu yang dia butuhkan di tempat kerja, dan lebih cepat mendapatkannya
dari kamarnya daripada memesannya. Mayumi juga tidak terduga menemukan Ryousuke
di sana.
“Saegusa-san....”
Ryousuke
pucat. Tidak terlalu parah, tapi cukup sehingga kamu bisa mengetahuinya bahkan
tanpa melihat terlalu dekat.
Apa karena dia baru saja meninggalkan rumah
sakit? tanya Mayumi saat dia menyadari sesuatu pada saat itu.
“Tookami-san,
bukannya kamu akan keluar dari rumah sakit besok?”
“....”
Ryousuke
tidak menjawab.
Perasaan
buruk membengkak di dalam diri Mayumi.
“Tookami-san,
koper apa itu? Kamu tidak melakukan perjalanan bisnis, kan?”
“....Aku
baru saja menyerahkan surat pengunduran diriku beberapa menit yang lalu.”
“Apa kamu
mau kembali ke rumah orang tuamu?”
Dia
bertanya karena mengetahui jawabannya adalah, “tidak”.
“....Tidak.
Aku tak kembali ke rumah orang tuaku.”
“Lalu, ke
mana kamu mau pergi?”
Mayumi
merasa hal itu mungkin dianggap mengganggu. Mereka hanya rekan kerja, dan baru
saling kenal sejak April tahun ini. Namun, setelah bertarung bersama tiga kali
melawan penjahat serta berbagi pengalaman hidup dan mati bersama, Mayumi tidak
bisa tetap acuh terhadap masalah tersebut.
“....”
“Ini
bukan untuk kembali ke Amerika, kan?”
Ryousuke tidak merespons, tapi Mayumi bisa menebak dari ekspresinya.
(TL: Tarik jangkar, lebarkan layar, tetapkan tujuan, Ryousuke x Mayumi semoga lekas berlayar sampai tujuan. Udah cocok banget, tinggal dipeluk aja.)
“....Aku mengerti.
Jadi kamu mau pergi ke Amerika dan tidak akan pernah kembali lagi, kan?”
“....Itu
benar.”
Mungkin
akhirnya menyerah, Ryousuke mengakuinya dengan mulutnya sendiri.
Mayumi
menunduk dengan sedih.
Ekspresi
frustrasi terlihat di wajah Ryousuke, tapi dia merasa tidak perlu bertanya
alasannya.
“Apa kamu
pikir aku akan memberi tahu keluargamu tentangmu, Tookami-san? Apa ini sebabnya
kamu memutuskan tidak bisa tinggal di Jepang lagi?”
“Tidak, kamu
salah paham!”
Menyadari
apa yang Mayumi salah pahami, Ryousuke dengan kuat menyangkalnya.
“Aku
kembali ke Jepang karena Milady ─ Maksudku, Lena Fehr, memerintahkanku untuk
mencari tahu apa yang sedang dilakukan Direktur Eksekutif Shiba. Sejak awal aku
seorang mata-mata!”
Dihadapkan
pada pengakuan tiba-tiba Ryousuke, Mayumi untuk saat ini, hanya bisa berkedip
kebingungan.
“Tentu,
aku melakukan ini karena kamu menyebutkan tentang adikku, Saegusa-san. Tapi tugasku
yang membuatku ingin pergi. Sekarang Magian Society dan FEHR mempunyai
kemitraan, aku memutuskan pekerjaan mata-mataku sudah selesai. Jadi aku harus
kembali ke FEHR.”
“Kembali,
katamu....”
Ucap
Maymi dengan senyuman lembut, yang menurut Ryousuke agak sedih. Meski begitu,
dia langsung menepis kesannya sebagai “tidak mungkin”. Namun, rasa bersalahnya
tetap ada.
“Tookami-san,
kesetiaanmu pada Lena, kan?”
“—Ya.”
Ryousuke
dengan tegas menegaskan. Dia tidak bisa memberikan jawaban yang samar atas
pertanyaan ini.
“Sampai-sampai
kamu tidak bisa berada di Jepang, tempat kamu dilahirkan? Terlebih, bersama
keluargamu? Menurutku itu tidak benar.”
“Aku
tidak bisa keluar dari masalah ini.” Ryousuke merasakannya.
Dia tidak
perlu meyakinkan atau memberikan kepuasan kepada Mayumi. Tidak peduli apa yang
dia katakan, langkah selanjutnya sudah diputuskan. Jika ada, dia seharusnya
tidak membuang-buang waktu di sini.
“Sampai
suatu hari dia berkata tidak membutuhkanku lagi, aku ingin bekerja untuk
Milady.”
Tapi
Ryousuke gagal untuk mematuhi penilaian bijaksana yang muncul dari pikiran
rasionalnya.
“Aku
ingin mengabdikan seluruh waktuku untuk Milady. Tidak ada seorang pun yang bisa
menggantikannya untukku.”
“....Bahkan
keluargamu?”
Dengan
ekspresi kewalahan oleh semangat Ryousuke, Mayumi tetap saja berhasil
mengeluarkan argumen tandingan.
“Ya.”
Tapi
setelah dia mengatakannya tanpa keraguan sedikit pun, Mayumi secara resmi
kehilangan kata-kata.
“Aku
orang bodoh. Anak yang tidak tahu berterima kasih, kakak yang tidak
berperasaan. Lima tahun yang lalu, aku akan mengambil alih kepala keluarga. Aku
yakin dia akan menutup telingaku, mengutukku, dan mendesak keluarga untuk memutuskan
hubungan denganku .... itulah diriku yang sekarang. Tapi aku tetap ingin
berguna bagi orang itu. Aku ingin berada di sisinya dan melayaninya.”
“....”
“Aku
paham mendapatkan izin tinggal permanen di AS bukan hal yang mudah untuk
dilakukan. Aku tidak memiliki latar belakang akademis atau keterampilan yang
menonjol, aku juga tidak memiliki perusahaan yang mendukungku. Jadi, aku
bersedia melakukannya apa yang diperlukan, meskipun mungkin memalukan, untuk
berada di sisinya.”
“Sejauh
itu....”
“Ya.
Sejauh itu. Tapi aku masih punya rasa malu. Aku tidak ingin orang tua atau
adikku mengetahui tentangku seperti ini. Jadi....”
Mayumi
menyadari kenyataan dia tidak bisa membujuk Ryousuke.
“Aku
mengerti. Aku tidak akan menghubungi keluargamu.”
Hanya itu
yang bisa Mayumi katakan, sambil diliputi rasa tidak berdaya.
Jadi
Ryousuke telah pergi dari Magian Company.
Meski
begitu, Tatsuya terus memantau pergerakannya melalui bawahannya, Daimon.
(TL: Kasihan banget Ryousuke udah kek kena
pasif mind control. Beh .... klo pulang udah dapet cwek keturunan Rusia, lebih
cantik dari Lena.)
◇ ◇
◇
Rabu
malam, 25 Agustus.
Pangkalan
Udara Kadena di Okinawa, pesawat pengintai strategis ketinggian tinggi
supersonik tercanggih milik Angkatan Udara USNA, Sprite, sedang dipersiapkan
untuk lepas landas.
Di ruang
senjata, yang dirancang untuk aplikasi pengeboman, sedang diisi dengan Stealth
Diver, kendaraan terjun dan penyusupan khusus, bukan UAV biasa.
Tatsuya
dan Minoru sudah berada di kokpit Stealth Diver dengan pakaian sehari-hari
mereka. Di dalam, mereka memasukkan ransel berisi pakaian ganti dan
barang-barang lain yang diperlukan untuk penyusupan ke ruang kargo kecil di
belakang kursi.
“Mr.
Shiba, aku akan menutup palka.”
Jika jet tempur konvensional
memiliki kanopi, versi Stealth Diver disebut “palka”, karena terbuat dari bahan
yang sama dengan dinding luar dan memiliki jendela atau memungkinkan
visibilitas eksternal.
“Ya,
lakukan.”
Atas
permintaannya, badan pesawat tempat dia berada tertutup rapat. Hal yang sama
berlaku untuk Stealth Diver dengan sosok Minoru yang telah berubah dengan
[Parade].
Ruang
senjata yang berisi Stealth Diver ditutup, lalu pesawat pengintai strategis
Sprite melaju santai menuju landasan.
Julukan
“Sprite”, yang awalnya merupakan sebutan untuk “peri”, sebenarnya mengacu pada
fenomena meteorologi yang dikenal sebagai “sprite”, atau “sprite merah”.
Fenomena emisi cahaya merah yang terjadi di mesosfer. Salah satu jenis petir di
atmosfer atas, disebut juga “kilat petir merah di atmosfer atas”.
SR-92
Sprite bukan kelanjutan dari desain SR-71 Blackbird, pesawat pengintai
strategis supersonik yang pernah menjadi pesawat tercepat selama satu abad
terakhir. Sprite menggantikan SR-91 Aurora yang tidak pernah diakui secara
resmi. Badan pesawatnya mengikuti desain sayap terbang segitiga sama kaki.
Namun,
hanya sekadar desain sayap terbang, bukan berarti Sprite sebuah pesawat
siluman. Ini dirancang semata-mata dengan mempertimbangkan kecepatan dan
kinerja pendakian.
Selain
rudal udara-ke-darat yang dipasang dalam operasi pengeboman, persenjataannya
terdiri dari satu laser untuk mencegat rudal pertahanan udara yang masuk. Oleh
karena itu, ini tidak cocok untuk pertempuran udara. Dari konsepnya, pesawat
ini seharusnya menggunakan kecepatan dan ketinggiannya untuk menghindari
serangan, dan menggunakan laser untuk mencegat rudal apapun yang tidak dapat
dilenyapkannya. Stealth Diver yang ditumpangi Tatsuya dan Minoru akan
diluncurkan dengan cara yang sama seperti rudal udara-ke-darat.
Dengan Tatsuya dan Minoru di
dalamnya, di ruang senjata dan bukan kabin, Sprite lepas landas ke langit
tengah malam menuju selatan.
◇ ◇
◇
Sprite
lepas landas dari Pangkalan Udara Kadena segera setelah jam 09:00 malam, namun
karena perbedaan waktu, mencapai langit di atas Tibet sebelum jam 08:00 malam.
Dari Okinawa, Sprite terbang ke selatan dan memasuki wilayah udara Tibet dari bagian utara Semenanjung Indochina. Ketika sudah melewati tepi timur Himalaya, ia menjatuhkan Stealth Diver.
0 Comments