Yang Terpilih Adalah?
Di
seluruh Jepang, ada sembilan SMA yang berafiliasi dengan Universitas Sihir Nasional,
yang dijuluki SMA Sihir. SMA Pertama di Kanto, SMA Kedua di Kansai, SMA Ketiga
di Hokuriku, SMA Keempat di Tokai, SMA Kelima di Tohoku, SMA Keenam di San'in,
SMA Ketujuh di Shikoku, SMA Kedelapan di Hokkaido, dan SMA Kesembilan di
Kyushu.
Hanya
ada sembilan sekolah ini.
Untuk
olahraga yang tidak menggunakan sihir, pertandingan latihan dapat
diselenggarakan dengan sekolah SMU dan SMA pendidikan olahraga, ada juga klub
yang berafiliasi dengan organisasi nasional dan berpartisipasi dalam pertandingan
resmi.
Namun,
di klub untuk kompetisi sihir, pertandingan hanya bisa diatur dengan SMA Sihir
lainnya. Terlepas dari pertumbuhan luar biasa sistem transportasi, dari sudut
pandang seorang siswa SMA, naik pesawat untuk pertandingan resmi bukan sebuah
masalah, tapi mereka tidak bisa dengan bebas melakukan tur untuk pertandingan
latihan.
Dalam
keadaan ini, ada kecenderungan untuk menjaga waktu dan lawan pertandingan
latihan kompetisi sihir tetap sama. Khususnya, pertandingan persahabatan
berkala diadakan antara SMA Pertama dan SMA Ketiga di banyak kompetisi sihir.
Pertandingan diadakan secara aktif di hampir setiap kompetisi sihir, kecuali Mirage Bat dan Monolith Code.
Tentu
saja, Seni Bela Diri Sihir juga bukan pengecualian.
◇ ◇ ◇
Pada
awal Juni 2099, SMA Pertama dipenuhi dengan kegembiraan dari pengumuman resmi
Kompetisi Sembilan Sekolah yang banyak dibicarakan. Ini mungkin bukan fenomena
unik untuk SMA Pertama. Dapat diasumsikan SMA Sihir lainnya persis sama.
Pada
Kompetisi Sembilan Sekolah 2096, kompetisi di event tersebut berubah secara dramatis. Semua event baru dalam kompetisi tahun itu memiliki fokus militer,
mencerminkan situasi pada saat itu karena konflik militer skala besar dengan Great Asian Union pada tahun sebelumnya,
meskipun itu menimbulkan banyak kritik.
Kali
ini, event kompetisi hampir
sepenuhnya kembali seperti sebelum tahun 2095. Battle Board yang memiliki banyak kecelakaan, kembali dibatalkan,
jadi satu-satunya event tahun ini
yang berbeda dari 2095 adalah Rower and
Gunner.
Meski
tidak semuanya kembali seperti masa lalu. Kombinasi pertandingan tunggal dan
ganda, serta format turnamen dan round-robin
tetap sama seperti sistem pada tahun 2096. Ditambah lagi, diputuskan bahwa
aturan untuk Speed Shooting akan
diubah secara signifikan. Selain itu, perhatian siswa tertuju pada bagaimana
memperebutkan posisi dalam Kompetisi Sembilan Sekolah.
(Round-robin: turnamen di mana setiap pesaing
bermain secara bergantian melawan satu sama lain.)
Tetapi
bagi anggota klub yang mempersiapkan diri untuk kompetisi yang akan datang,
pertandingan dalam waktu dekat memiliki prioritas lebih tinggi. Misalnya,
anggota Klub Seni Bela Diri Sihir lebih khawatir tentang pertandingan persahabatan
mendatang dengan SMA Ketiga, yang diadakan setiap tahun pada awal Juli,
daripada dengan Kompetisi Sembilan Sekolah.
Rabu,
10 Juni. Setelah sekolah.
"Kalian
semua, maaf membuatmu menunggu."
Begitu
Klub Seni Bela Diri Sihir pindah dari gedung olahraga kecil ke ruang klub
mereka untuk pertemuan pasca-latihan, Presiden Klub dari divisi wanita,
Kitahata Chika, melihat sekeliling pada wajah anggota klub yang sedang duduk di
kursi, dengan seringai di wajahnya.
Anggota
tahun kedua dan ketiga dipenuhi dengan harapan yang kuat saat mereka balas
menatap Chika. Merasa puas dengan kepekaan mereka, senyum Chika semakin dalam.
"Benar
sekali. Jadwal pertandingan antar liga telah ditentukan. Bulan depan pada
tanggal 5.”
“Hanya
untuk memastikan agar kalian semua tahu, lawan kita adalah SMA Ketiga. Di klub
ini, kita mengadakan pertandingan latihan dengan SMA Ketiga setiap tahun
sekitar waktu ini dan di bulan Desember.”
Menambahkan
dari sisi Chika ada Presiden Klub divisi putra, Chigusa Tadashige. Ini adalah
kebiasaan tahunan, tetapi karena siswa tahun pertama belum memiliki pengalaman,
mayoritas siswa belum tahu kecuali dijelaskan kepada mereka. Penjelasan lengkap
untuk mempertimbangkan hal ini.
“—Kali
ini, pertandingan akan diadakan di SMA Ketiga.”
Chika
melanjutkan penjelasannya dengan tatapan santai. Sepertinya penambahan Chigusa
sudah direncanakan sebelumnya. Mungkin itu untuk mengelabui atau dia lupa
mengatakannya. Mengingat kepribadiannya, pilihan terakhir lebih mungkin.
"Presiden!"
Namun,
sama sekali tidak tertarik dengan hal itu, seorang anggota klub wanita
mengangkat tangannya.
“Ada
apa, Marika. Kamu punya pertanyaan?"
"Ya!"
Orang
yang berdiri dengan mata berkilau karena kegembiraan adalah Marika. —Di dalam
divisi wanita, cara dia dipanggil telah berubah dari 'Tookami(-san)' menjadi
'Marika(-chan)'.
"Berapa
banyak orang yang bisa berpartisipasi dalam pertandingan!?"
Marika
sangat menantikan kompetisi, tapi dia bukan satu-satunya yang merasakannya.
Lebih dari separuh gadis di sini jelas berpikiran sama. Di sisi lain, para
laki-laki mengesampingkan perasaan mereka yang sebenarnya, perilaku mereka
lebih tertutup.
Bukan
berarti anak laki-laki pendiam dan anak perempuan agresif. Lebih tepat untuk
mengatakan di Klub Seni Bela Diri Sihir SMA Pertama, anak laki-laki memiliki
pengendalian diri yang baik, sedangkan anak perempuan lebih liar. Hal ini
merupakan cerminan dari perbedaan kebijakan manajemen antara kedua presiden
divisi tersebut.
“Kompetisi
ini akan diikuti oleh 5 pria dan 5 wanita. Tapi jangan khawatir. Aula seni bela
diri SMA Ketiga sangat besar. Bahkan jika kamu tidak terpilih, kamu dapat
dengan bebas berlatih sparring,
sampai batas tertentu. Kami juga telah menyisihkan waktu untuk itu.”
Setelah
penjelasan Chika, beberapa anggota, terutama siswa tahun pertama, melonggarkan
bibir mereka yang kaku.
“Anggota
akan ditentukan oleh kontes kualifikasi dalam klub pada tanggal 19. Rencananya
seleksi dilakukan berdasarkan urutan hasil, tanpa memperhatikan tahun ajaran.”
Tapi dengan
kata-kata dari Chigusa, suasana di ruang klub menjadi tegang, mengingatkan pada
persiapan perang.
◇ ◇ ◇
“Ada permintaan
dari Dewan Siswa agar kami ikut serta dalam Kompetisi Sembilan Sekolah.”
Pada
saat yang sama, di gedung persiapan, Kompetisi Sembilan Sekolah menjadi topik
diskusi di ruang klub Crowd Ball.
“Kamu
mungkin sudah tahu ini akan datang, tapi sepertinya mereka menginginkan
Hiyori-san dan Alisa-san dalam kompetisi pendatang baru divisi wanita.”
Dalam
suara Presiden Klub, Hattori Hatsune, tidak ada perasaan terkejut. Seperti yang
Hatsune katakan, pemilihan ini sudah diduga.
“Saat
ini, Hotta-san dan aku telah dipilih untuk bagian ganda dari kompetisi utama. Bagian
tunggal belum diputuskan.”
Hotta
Kaho adalah pemain terbaik kedua setelah Hatsune, mereka telah menjadi pasangan
ganda sejak tahun lalu. Dapat dikatakan, masuk akal jika memilih keduanya untuk
pertandingan ganda.
Anggota
klub yang tidak terpilih kecewa, tetapi perasaan itu tidak terlalu kuat. Mereka
tidak memiliki pendapat yang berlebihan tentang kemampuan mereka sendiri,
mereka berdua adalah siswa tahun kedua (ada enam anggota di klub ini). Itu
tidak pasti, tetapi mereka yakin tahun ketiga akan dipilih.
“Ini
belum final, bukan hal aneh jika pemain pengganti diperlukan untuk event yang sebenarnya. Ayo berlatih
lebih keras lagi sampai Kompetisi Sembilan Sekolah.”
Untuk
kata-kata Hatsune yang bisa dianggap sebagai penghiburan bagi dua gadis yang
tidak terpilih, mereka berlima menjawab dengan “Ya” serempak.
◇ ◇ ◇
"Apa
kamu sangat menantikannya?"
Alisa
bertanya kepada Marika yang bahkan tidak berusaha menyembunyikan
kegembiraannya, di Cabinet setelah
meninggalkan sekolah. Tentu saja, jawabannya jelas.
“Ya,
aku sangat menantikannya!”
Balasan
Marika persis seperti yang dia harapkan. Ketika dia menunjukkan sikap terus
terang seperti itu, Alisa tidak mungkin salah.
“Tapi
bukannya kamu mengatakan pertarungan melawan Ichijou-san terjadi pada akhir
Agustus?”
Sejak
mereka bertemu kembali setelah aktivitas klub berakhir, suasana hati Marika
sangat baik. Begitu mereka masuk ke dalam Cabinet
dan hanya ada mereka berdua, Alisa menanyakan alasannya. Marika segera
menjawab, dengan senyum cerah, “Aku mungkin bisa bertarung melawan Ichijou
Akane dari SMA Ketiga.”
Namun,
Alisa ingat dia baru-baru ini mendengar pernyataan tegas dari Marika bahwa dia
“harus melalui pelatihan intensif untuk kompetisi pada akhir Agustus.”
“Ini
kompetisi resmi, turnamen nasional. Bulan depan ada kompetisi latihan,
kompetisi persahabatan dengan SMA Ketiga.”
“Umm,
dengan kata lain, kamu tidak tahu tentang kompetisi persahabatan?”
“Presiden
tidak memberi tahuku sebelumnya. Kenapa ya?"
"Kupikir
tidak ada makna mendalam untuk itu, tapi .... bukannya karena jadwalnya belum
final?"
"Mungkin
itu benar .... yah, terserah!"
Jawaban
Alisa sepertinya tidak meyakinkannya, tapi Marika tidak lagi mengkhawatirkannya.
"Lebih
penting lagi, aku harus melakukan yang terbaik untuk kontes kualifikasi klub
sehingga aku bisa lolos ke kompetisi."
Marika
fokus pada pertarungan dengan Ichijou Akane. Bahkan jika dia berhasil terpilih
sebagai anggota tim, mungkin saja pertarungannya tidak akan melawan Akane, tapi
Marika benar-benar buta terhadap kemungkinan itu.
“Kalau
dipikir-pikir, bukannya sesuatu terjadi padamu juga, Asha?”
Marika
bertanya pada Alisa setelah turun dari Cabinet
di stasiun terdekat dengan rumah mereka.
“Eh,
bagaimana kamu tahu?”
“Terlihat
jelas dari ekspresimu.”
Memahami
‘ekspresi’ dengan benar harus menjadi bukti panjang dan dalamnya hubungan
mereka.
"Aku
mengerti...."
Alisa
juga mengerti itu, jadi dia tidak berusaha untuk menghindari masalah ini.
Lagipula, itu bukan sesuatu yang layak untuk dihindari.
“Presiden
Klub berbicara tentang Kompetisi Sembilan Sekolah di pertemuan.”
"Apa
sudah diputuskan kamu akan berpartisipasi?"
"Dia
bilang ada tawaran dari Dewan Siswa."
"Itu
hebat!"
Sejak
Sekretaris Dewan Siswa, teman sekelas mereka Mei, membawakan mereka berita
tentang kembalinya Crowd Ball di
Kompetisi Sembilan Sekolah tempo hari, dia mengharapkan Alisa dipilih sebagai
anggota tim untuk kompetisi pendatang baru.
Karena
itu, dia tidak terkejut.
Meski
begitu, sejauh menyangkut Marika, sepertinya itu sesuatu yang membahagiakan,
dan suaranya menjadi bersemangat.
“....Kamu sepertinya tidak terlalu senang, huh?”
Tapi di
wajah Alisa tidak ada kegembiraan yang bisa ditemukan. Sepertinya dia juga
terlihat tidak nyaman, tetapi bahkan orang lain selain Marika mungkin bisa
mengerti dia tidak tertarik dengan ide itu.
"Ya
.... sejujurnya, aku tidak ingin pergi."
"....Aku
tahu itu, kamu masih tidak suka bersaing?"
Alisa
tidak pandai bersaing dengan orang lain. Sesuatu seperti permainan individu di
mana skor ditetapkan atau ujian akademik, tidak terlalu buruk baginya, karena
dia tidak secara langsung bersaing dengan orang lain. Bila memungkinkan, dia
ingin menghindari permainan di mana dia bersaing secara langsung dengan orang
lain, seperti olahraga bola.
"Aku
ingin melakukan sesuatu tentang ini."
“Hmm,
kurasa tidak menyukai konflik bukanlah kelemahan. Kupikir kamu tidak perlu
terlalu khawatir tentang hal itu. ”
Marika
meletakkan tangannya di atas tangan Alisa yang duduk di sebelahnya, sambil
tersenyum ramah.
Ada
orang-orang seperti Marika yang menenangkan kekhawatiran Alisa dengan
mengatakan itu hanya sifatnya daripada kekurangan, ada anak laki-laki yang
memujinya sebagai kualitas yang baik untuk seorang gadis.
“Ya
.... aku senang mendengarmu mengatakan itu, tapi aku juga ingin sedikit
berubah.”
Namun
Alisa sendiri ingin mengatasi kekurangan tersebut. Dia bergabung dengan Klub Crowd Ball terutama untuk meningkatkan
keterampilan sihirnya, tetapi menaklukkan keengganannya pada kompetisi adalah
alasan lain.
“Itu
sebabnya aku tidak akan menolak. Ini kesempatan bagi klub untuk mendapatkan
beberapa prestasi....”
Klub Crowd Ball adalah klub kecil dengan enam
anggota. Mereka bahkan tidak diberi tempat untuk berlatih di dalam sekolah dan
kelangsungan hidup klub dipertanyakan.
Namun,
jika anggota klub memiliki kinerja yang baik di Kompetisi Sembilan Sekolah,
evaluasi mereka oleh sekolah juga bisa naik. Tidak ada keraguan minat siswa
pada klub juga bisa meningkat.
"Jangan
memaksakan dirimu, oke?"
Marika
mengerti betul, Alisa mengatakan pada dirinya sendiri bahwa 'ini bagi klub'
untuk menahan perasaannya menghindari persaingan.
"Ya,
aku pastikan untuk tidak terlalu memaksakan diri."
Dari
jawaban ini, jelas Alisa juga sadar dia telah memaksakan diri.
◇ ◇ ◇
Hari
berikutnya, sepulang sekolah.
“Juumonji-san.”
Di
koridor lantai dua gedung eksperimen, Alisa dipanggil dari belakang.
Dia dan
Marika saat ini sedang berpatroli sebagai anggota Komite Moral Publik. Hari ini
sedang hujan deras, jadi mereka tidak pergi keluar, melainkan menghabiskan
waktu berpatroli di gedung utama dan gedung eksperimen yang biasanya jarang
mereka lewati.
Saat
itulah dia dipanggil.
Dari
suaranya, dia tahu itu seorang gadis.
Tetapi
meskipun dia berbalik dan menatapnya secara langsung, itu wajah yang tidak dia
ingat.
"Senang
bertemu denganmu. Aku Matsuzaki Akiko kelas 2-F.”
Kelihatanya
itu bukan kesalahan dia tidak memiliki ingatan tentangnya.
“Ah, oke.
Aku kelas 1-A....”
“Aah,
aku tahu, aku tahu.”
Kakak
kelas bernama Matsuzaki Akiko melambaikan tangannya, seolah mengatakan, 'Kamu
tidak perlu memperkenalkan diri.'
"Kamu
bisa memberiku sedikit waktumu?"
Akiko
bertanya kepada Alisa tanpa kata pengantar dan cara berbicara yang terkesan
kasar.
"Urusan
apa yang kamu miliki dengan Juumonji-san?"
Marika
memasukkan dirinya ke dalam percakapan.
Dia
mengerti tanpa perlu dijelaskan kepadanya bahwa 'Kamu bisa memberiku sedikit
waktumu' = 'Pinjamkan aku waktumu' = 'Aku memiliki sesuatu yang ingin
kuberitahukan kepadamu'. Marika memanggil Alisa 'Juumonji-san' alih-alih nama
panggilannya karena manifestasi dari kewaspadaannya.
"Kamu?"
Dalam
pertanyaan Akiko tidak ada tanda dia pura-pura bodoh, sepertinya dia
benar-benar tidak tahu tentang Marika.
“Aku sahabat Juumonji-san, Tookami Marika.”
Marika
menyebutkan namanya, sangat menekankan bagian 'sahabat'.
“Ah,
begitu. Tapi aku tidak punya urusan dengan temannya. Ini hal yang sangat
pribadi.”
Sulit
menyebut sikap Marika ramah, tapi respon Akiko malah lebih agresif,
sampai-sampai terkesan dingin.
“Apakah
urusanmu ini sesuatu yang tidak ingin orang lain dengar?”
"Mina."
Duri
mulai tumbuh dalam nada suara Marika, membuat Alisa menahannya dengan nada
bingung.
“Matsuzaki-senpai.
Saat ini, aku sedang di tengah-tengah pekerjaan Komite Moral Publik, jadi jika
kamu tidak keberatan melakukannya dengan cepat.”
Kemudian,
Alisa menoleh ke Akiko dan menjawab seperti itu.
"Tidak
akan lama."
Tanpa
menunggu jawaban Alisa, Akiko berbalik dan berjalan menuju tempat kedatangannya.
'Ikuti
aku', itu pasti artinya. Alisa dan Marika saling memandang, kemudian setelah
jeda singkat, mengikuti Akiko.
"Kamu
tunggu di aula."
Akiko
berhenti berjalan di depan ruang kelas yang kosong dan mengatakan itu pada
Marika.
Marika
menanyakan sesuatu kepada Alisa dengan pandangan sekilas, lalu dia mengangguk
kecil.
Akiko
membuka pintu dan segera melangkah masuk.
Alisa
mengikuti setelahnya, kemudian segera menutup pintu.
Tepat
setelah melangkah masuk, Alisa berhenti bergerak.
Melihat
dia tidak mau bergerak lagi, wajah Akiko berubah masam.
“Kamu
tidak perlu berhati-hati, aku tidak akan melakukan apapun padamu. Aku tidak
cukup bodoh untuk berkelahi dengan seseorang yang lebih kuat dariku.”
Terlepas
dari kata-kata Akiko, Alisa tidak bisa santai.
Sejak
tahun lalu, SMA Pertama telah mengadopsi sistem di mana ujian keterampilan
praktis bulanan dilakukan dan kelas diubah sesuai kemampuan. Siswa dibagi ke
dalam kelas A, B, C .... berdasarkan peringkat nilai keterampilan praktis.
Mulai tahun kedua, kursus sihir dibagi menjadi enam kelas, dari A hingga F, dan
kursus teknik menjadi dua kelas, I dan J.
Alisa
berada di kelas A, peringkat tertinggi, sedangkan Akiko, siswa tahun kedua,
berada di kelas F, peringkat terendah dari kursus sihir. Tapi meski dikatakan
begitu, Akiko satu tahun di atas Alisa. Alisa tidak terlalu percaya diri dengan
kemampuannya sehingga dia menganggap enteng perbedaan satu tahun.
Melihat
Alisa tidak mau menurunkan kewaspadaannya, wajah Akiko tetap masam dan dia
menghela nafas.
“Juumonji-san,
kamu mau memberitahuku hubungan yang kamu miliki dengan Kagari-kun?”
Kemudian
dia memukul Alisa dengan pertanyaan yang terasa seperti muncul entah dari mana.
Satu-satunya
'Kagari-kun' yang muncul di benak Alisa adalah Kagari Joui, dia berada di kelas
1-A seperti dia. Hasil ujian masuknya berada di urutan kedua setelah Isori Mei,
dia tetap berada di kelas A pada bulan Mei dan Juni.
"....Jika
kamu bertanya tentang Kagari-kun, kami hanya teman sekelas."
Bukannya
dia tidak mengerti maksud dari pertanyaan itu. Alisa hanya tidak mengerti
mengapa pertanyaan itu ditujukan padanya.
"Jadi
kamu tidak pacaran dengannya, kan?"
"....Tidak."
"Aku
mengerti. Lalu kita baik-baik saja.”
Akiko
berjalan ke arah Alisa.
Sambil
menyelinap melewati Alisa yang secara refleks menegangkan tubuhnya, Akiko
mengatakan kepadanya, "Maaf membuatmu ikut denganku, oke?"
Dia
berhenti hanya untuk jangka waktu yang diperlukan saat membuka pintu dan
meninggalkan ruangan begitu saja.
“Asha,
apa dia melakukan sesuatu padamu!?....Sepertinya kau tidak terluka, huh.”
Marika
bergegas menghampiri Alisa yang keluar dari ruangan dengan wajah tertekan, mengelus
tubuhnya dengan lembut dan menghela nafas lega.
"Dia
tidak melakukan apa-apa .... kami hanya berbicara."
"Tentang
apa?"
“Hubungan
yang aku miliki dengan Kagari-kun.”
Berbeda
dengan Alisa yang memasang ekspresi tidak mengerti, Marika bergumam “Begitu”,
dengan tampilan seseorang yang mengerti.
“Jadi
orang itu pasti mengincar Kagari-kun.”
"Bahkan
aku sangat mengerti .... tapi kenapa dia datang membicarakannya denganku?"
"Yah,
bukankah sudah jelas dia curiga kalian berdua berpacaran?"
"Mengapa!?"
Alisa
tidak ingat pernah menunjukkan perilaku seperti itu.
Tepat
setelah pendaftaran, orang yang duduk di sebelah Alisa adalah Joui. Dia adalah
pria pertama yang Alisa ajak bicara di SMA Pertama. Joui juga duduk di
sebelahnya bulan lalu. Bulan ini, dia satu kursi secara diagonal di
belakangnya. Alisa bersikap ramah terhadapnya karena tidak perlu sengaja
membuat ruang kelas tidak nyaman.
Tapi
itu tidak lebih dari hubungan sebagai teman sekelas. Setidaknya di pihak Alisa.
—Mungkin
aku telah mengambil sikap menyesatkan yang mengundang kesalahpahaman dan aku
tidak menyadarinya? Jika memang begitu, aku berutang maaf pada Kagari-kun.
Alisa
diserang oleh kesusahan semacam itu.
“Itu
bukan salahmu, Asha. Mungkin karena Kagari-kun selalu menatapmu?”
Marika
langsung menebak mengapa Alisa merasa cemas dan memberinya dugaan sebagai
tindak lanjut.
“Dia
menatapku? Kagari-kun?”
“Ya,
dia sering menatapmu. Dengan tatapan intens.”
Bulan
ini Marika juga di kelas A. Tempat duduknya agak jauh dari Alisa, tapi sebenarnya
itu membuatnya lebih mudah untuk memahami tatapan Joui ke arah Alisa.
“Aku tidak
pernah menyadarinya....”
Sudah
menjadi teori yang mapan bahwa wanita sensitif terhadap tatapan pria. Namun,
Alisa terlihat kurang peka jika dilihat dari lawan jenis. Dia terpaksa melakukannya
karena telah menerima terlalu banyak perhatian ketika masih kecil.
Tidak
hanya dari laki-laki pada usia yang sama, tetapi juga orang dewasa dari usia
lanjut tidak akan mengalihkan pandangan darinya. Jika dia mengkhawatirkan
tatapan lawan jenis, tidak ada waktu untuk istirahat.
Secara
alami, bukan berarti dia tidak menyadari tatapan orang lain. Alisa peka
terhadap tatapan sesama jenis. Untuk melindungi dirinya sendiri, yang harus dia
khawatirkan bukanlah pikiran jahat dari lawan jenis, tetapi niat jahat dari
sesama jenis.
“Kupikir
orang-orang di kelas kita tahu kamu tidak memikirkan hal itu dari sikapmu, tapi
ada banyak orang yang salah paham hanya dengan melihat cara dia berperilaku.”
“Itu
masalah....”
Alisa
menunduk, berbicara dengan suara bingung. Sejauh yang dia ketahui, Kagari Joui
adalah teman sekelas yang berhubungan baik dengannya. Tapi jika dia menginginkan
kasih sayangnya sebagai lawan jenis, hubungan mereka tidak bisa berlanjut
seperti sekarang.
"Asha,
kamu tidak bisa berbuat apa-apa, tidak peduli seberapa besar kamu
mengkhawatirkannya."
Melihat
wajah Alisa dari bawah, Marika memberinya komentar dingin.
“Aku
tidak tahu apa yang Kagari-kun pikirkan, sampai dia menjelaskannya dengan
sebuah pengakuan, tidak ada yang bisa kau lakukan.”
Mungkin
Joui hanya menatap Alisa seperti orang yang mengagumi idolanya. Jika Alisa
mengubah sikapnya, dia hanya menjadi gadis sangat sadar diri yang memalukan.
"Lebih
baik bagimu untuk tidak melakukan apa-apa."
Marika
menyatakan dengan nada ringan, Alisa menjawab dengan suara yang hampir tidak
terdengar, “Ya....”
◇ ◇ ◇
“Alisa,
kudengar kamu terlibat dengan siswi kelas dua yang mengincar Kagari-kun?”
Alisa
ditanyai oleh Mei saat istirahat makan siang pada hari Jumat tanggal 12.
Tiba-tiba
ditanya saat makan hampir membuat tenggorokan Alisa tersumbat salad. Jika
makanannya lebih padat, dia pasti akan tersedak.
"....Kenapa
kamu bisa tahu?"
Pertama,
Alisa menelan selada yang melewati tenggorokannya, lalu dia mengatur napas, akhirnya
bertanya pada Mei.
“Aku
juga tahu. Ini tentang Matsuzaki-san dari kelas 2-F, kan?”
Koharu
menimpali.
"Aku
tidak tahu."
Alisa
memalingkan matanya yang dengan jelas mengatakan 'Tidak mungkin', kepada Hiyori
yang dengan ringan menggelengkan kepalanya.
Alisa
menoleh ke arah Marika yang duduk di sebelahnya.
Marika
dengan kuat menggelengkan kepalanya. Dia tidak berbicara, tapi pernyataan tidak
bersalahnya 'Bukan aku' sangat mudah untuk dipahami.
“Mei,
Koharu, dari siapa kamu mendengarnya?”
“Alisa-san. Di antara siswi SMA, gosip cinta menyebar lebih cepat daripada berita buruk.”
Jawaban Koharu merupakan penyusunan ulang dari pepatah 'Berita buruk menyebar dengan cepat'. Dia sepertinya ingin mengatakan, dengan kata lain, 'Ini hanya rumor'.
“Ini
baru kemarin. Kemarin sepulang sekolah hampir tidak ada orang di sekitar?”
Di
wajah Alisa tertulis 'Aku tidak mengerti' dalam jenis huruf Gothic.
“Memang
benar itu menjadi rumor. Lihat di sini."
Koharu
mengoperasikan terminal portabelnya dan menunjukkan layarnya kepada Alisa.
Hasil
penelusurannya di media sosial jelas menunjukkan pertemuan Alisa dan Akiko
sehari sebelumnya telah menjadi topik pembicaraan.
"Mengapa...."
Merasa
kasihan pada Alisa yang kehabisan kata-kata, Mei merendahkan suaranya dan
mengungkapkan jawaban dari teka-teki itu.
“Sumber
informasinya kelihatannya Matsuzaki-senpai sendiri.”
"Eh....?"
"Benarkah?"
Alisa
bukan satu-satunya yang terkejut dengan kebenaran ini, Marika juga.
“Meskipun
sepertinya bukan dia yang menyebarkannya. Kelihatannya senpai membiarkannya
masuk ke grup temannya dan seseorang dari grup itu menyebarkannya di media
sosial.”
"....Mungkin
senpai itu tidak disukai oleh teman-temannya?"
Marika
mengajukan hipotesis itu yang dijawab oleh Mei, tanpa menyeringai atau
mencibir, "Mungkin memang begitu."
◇ ◇ ◇
Ini
seharusnya sudah jelas, tapi pertemuan antara Alisa dan Matsuzaki bukan hanya
gosip di kalangan siswa tahun pertama.
“Alisa,
kamu benar-benar sial, huh.”
Selama
kegiatan klub, Hotta Kaho senior Alisa memanggilnya. Dia adalah pemain terkuat
kedua di klub ini setelah Presiden Klub Hatsune, dia dijadwalkan untuk
berpartisipasi dalam pertandingan ganda di Kompetisi Sembilan Sekolah mendatang
dengan Hatsune sebagai pasangannya.
"Terima
kasih atas perhatianmu."
Alisa
menanggapinya dengan pandangan sedikit ke atas. Alisa juga tinggi untuk seorang
gadis, tapi Kaho bahkan lebih tinggi darinya. Dia seharusnya memiliki tinggi
170cm menurut data klub, tetapi bagi Alisa dia terlihat lebih tinggi empat,
mungkin lima sentimeter.
Data
tersebut berasal dari pengukuran tubuh sekolah yang dilakukan pada bulan April,
jadi seharusnya tidak salah. Fisik Kaho yang ramping dan atletis mungkin
membuatnya tampak lebih tinggi dari yang sebenarnya.
“Menyedihkan,
Matsuzaki-san tanpa harapan.”
Mendengar
gerutuan Kaho, Alisa merasa 'Ternyata, Matsuzaki-senpai adalah seseorang yang
harus kuwaspadai'.
Tapi
dia tidak berpikir untuk menanyakan lebih detail. Bukannya dia tidak penasaran,
tapi di atas itu, dia berpikir 'roh yang tidak kamu dekati, tidak akan mengutukmu'.
Atau mungkin 'rasa ingin tahu membunuh kucing'.
(Idiom dari: rasa penasaran bisa membahayakan
dirimu/rasa penasaran bisa memberimu masalah)
“Menurutku
dia tidak bermaksud jahat, tapi terlibat dengannya benar-benar menyebalkan.”
Namun
terlepas dari yang Alisa pikirkan, Kaho terus berbicara tentang Matsuzaki
Akiko.
“Orang
yang dia curigai memiliki hubungan denganmu adalah teman sekelasmu, kan? Mungkin
untuk sementara waktu Matsuzaki-san akan mengikuti bocah itu, tapi selama kamu
tidak berbicara dengannya, kamu akan baik-baik saja. Dia tidak memiliki
reputasi yang baik, tapi dia seharusnya tidak mengganggumu dengan melecehkanmu
atau semacamnya.”
"Oke,
aku tidak bermaksud menghalangi jalannya."
“Kalau
begitu, tidak masalah. Kupikir hal semacam ini bisa terus terjadi sesekali
padamu, tetapi kecuali mereka menyentuh pacarmu sendiri, menghindarinya menjadi
pendekatan yang tepat.”
Saat
dia mengatakan itu, Kaho memasang wajah kesal. Tanpa sengaja Alisa cemberut.
“Aku tentu
tidak ingin mencampuri kehidupan cinta orang lain tanpa alasan, tapi .... dari
yang kau katakan, ini bukan pertama kalinya? Apa hal serupa pernah terjadi
sebelumnya?”
“Ya
.... sejujurnya, bukan hanya Matsuzaki-san.”
Nada
suara Kaho tiba-tiba menjadi lebih sulit dimengerti.
Alisa
tidak berniat meminta penjelasan yang terlalu mendetail, jadi dia mencoba
mengakhiri percakapan.
“....Mungkin
efek buruk dari kelas yang diurutkan berdasarkan hasil sudah muncul. Bukan hal
yang aneh bagi gadis yang tidak memiliki harapan mencapai kelas atas untuk
mulai mendekati laki-laki kelas atas manapun yang dapat mereka temukan.”
Tapi
sebelum Alisa mulai mengatakan 'Aku sudah cukup mendengar', Kaho terus
berbicara.
“Tidak
aneh untuk berpikir tentang menemukan pasangan di sekolah saat kamu masih
bersekolah. Tapi yang dilakukan para gadis ini terasa seperti mengunci mereka
untuk prospek masa depan .... beberapa gadis juga memberontak terhadap
perhitungan "tidak murni" yang mencolok ini, sehingga memicu konflik
kecil. Jadi jika kamu menangani hal-hal ini dengan buruk, kamu mungkin bisa
terluka.”
Singkatnya,
mereka tidak dapat membayangkan masa depan di mana mereka sukses sebagai
penyihir, jadi mereka mencoba yang terbaik untuk menemukan pasangan sukses.
Kemampuan
seorang penyihir sangat mungkin diwariskan kepada keturunannya. Oleh karena
itu, penyihir yang cakap diharapkan menikah lebih awal dan cepat memiliki anak.
Kecenderungan ini tercipta sesuai dengan keinginan pemerintah akan kekuatan
militer berupa penyihir.
Ini tidak
terbatas pada wanita yang melahirkan anak. Tidak sebanyak penyihir wanita,
tetapi penyihir pria tingkat tinggi juga menderita tekanan masyarakat untuk
menikah lebih awal.
Dengan
kata lain, jika kamu terlalu santai, kamu tidak akan bisa menikahi seorang penyihir
yang diharapkan memiliki kondisi kerja dan gaji yang baik.
Jika kamu
seorang penyihir tingkat tinggi, lingkunganmu mungkin membuatmu sukses, tapi
nasib seperti itu tidak dapat diharapkan dari penyihir tingkat rendah.
'Mengunci
mereka untuk prospek masa depan', atau mendapatkan pasangan di sekolah sihir di
mana pendidikan sihir resmi pertama dilakukan dapat dikatakan sebagai strategi
yang logis, dari sudut pandang siswa dengan nilai buruk yang telah merencanakan
masa depan mereka.
Jadi
ketika Alisa mendengar cerita Kaho, dia tidak mendapat kesan negatif dari
'perhitungan'. Jika ada, 'bukankah itu baik-baik saja?' menjadi cara positif
yang dia rasakan.
Dia
berpikir 'Bukankah ini terlalu dini?', tetapi wajar untuk mempertimbangkan
prospek masa depan seseorang ketika memilih pasangan seumur hidup. Alih-alih
berpisah dari seseorang yang kamu cintai menggunakan kurangnya masa depan
mereka sebagai alasan, dia merasa lebih membangun untuk mencoba dan berusaha
mencintai seseorang karena mereka memiliki masa depan.
Alisa
tidak cukup aneh untuk melompat ke ladang ranjau sendiri.
"Aku
akan berhati-hati."
Balasan
Alisa kepada Kaho menjadi sesuatu yang ingin dia lakukan.
◇ ◇ ◇
Tidak
peduli seberapa dekat mereka, dia tidak bisa menginap setiap hari. Marika yang
tinggal sendirian tidak mempermasalahkannya —dia sebenarnya lebih suka berbagi
apartemen— tetapi Alisa tinggal bersama keluarganya. Bahkan jika keluarga yang
dia temui tanpa koneksi cinta.
Perlu
dicatat 'tanpa cinta' hanyalah pendapat Marika.
Sebagai
pengganti karena tidak bisa hidup bersama, kedua gadis itu berbicara melalui
panggilan video setiap malam. Mereka bersama di sekolah, mereka bahkan bersama saat
pergi dan pulang sekolah. Selain itu, mereka memiliki panggilan telepon yang
panjang sebelum tidur. Tidak diragukan lagi, beberapa orang yang mengetahui
gaya hidup mereka akan datang bertanya 'kalian tidak bosan dengan ini?'.
Padahal
bagi mereka yang mengenal keduanya dengan baik, jawaban atas pertanyaan itu
sudah jelas. Tidak ada keraguan mereka menjawab secara serempak 'Aku tidak akan
bosan dengan ini'.
Karena
itu, Marika juga menikmati berbicara dengan Alisa malam ini.
Topik
yang mereka bicarakan setiap malam terutama tentang peristiwa hari itu.
Tentu
saja, topik malam ini adalah Akiko.
“Itu
mengingatkanku, senpaiku di klub juga membicarakan tentang Matsuzaki-senpai.”
Alisa
menghubungkan percakapan yang dia dengar dari Mei dan Koharu saat makan siang
di kafetaria dengan percakapannya bersama Kaho.
Alisa
tidak hanya berbicara tentang Akiko, tetapi juga tentang tren yang menyebar di
antara beberapa gadis.
"Aku
mengerti, aku mengerti...."
Ketika
Marika mendengar tentang 'mengunci untuk prospek masa depan', dia menganggukkan
kepalanya, sepertinya dia mengerti. Bukan hanya sekali, tapi dua kali.
“Menurutmu
prospek masa depan pacarmu itu penting?”
Marika
mengungkapkan alasan ekspresinya dalam kata-kata sebelum dia ditanya.
“Cara
berpikirmu sama denganku.”
“Kamu
memikirkan hal yang sama, Asha? Eheheh, kita benar-benar berada di gelombang
yang sama, kan?”
Marika
tersenyum, terlihat senang.
Bibir
Alisa tersenyum, bukan karena terpikat oleh senyum Marika, tapi karena dia
merasa cara bicara Marika menyenangkan, menganggapnya 'imut'.
—Marika
juga memikirkan hal yang sama tentangnya, tapi Alisa tidak tahu.
"....Kalau
begitu, kamu tidak perlu waspada?"
"Kupikir
aku harus berhati-hati agar tidak terseret ke dalamnya...."
Alisa
bingung dengan ucapan optimis Marika.
“Maksudku,
kamu tidak tertarik pada Kagari-kun, kan? Maka tidak masalah jika bersikap
normal saja. Menurut senpaimu, dia bukan orang yang berbahaya.”
Kaho
berkata 'selama kamu tidak berbicara dengannya, kamu akan baik-baik saja'.
Dalam praktik, dia teman sekelas jadi sulit untuk tidak berbicara dengannya, tidak
apa-apa jika hanya salam. Tapi bagaimana jika itu malah mengundang kebencian
Akiko?
"Jika
dia bahkan tidak mengizinkanmu berprilaku normal, maka kamu harus memikirkan
bagaimana menghadapinya saat itu."
"....Ya,
kamu benar."
Pada
tahap ini mereka tidak tahu temperamen Akiko, jadi tidak ada gunanya
mengkhawatirkannya. Pada titik ini, Alisa merasakan hal yang sama.
Setelah
menikmati sisa obrolan damai mereka, Marika mengakhiri panggilan video.
Alih-alih
meninggalkan meja tempat Vidiphone berdiri, dia bersandar di kursinya dan
melihat ke langit-langit sambil meregangkan tubuh.
Apa
yang dia pikirkan. Tentu saja, Alisa.
Seorang
siswa tahun kedua bernama Matsuzaki Akiko curiga dengan hubungan antara Alisa
dan Joui.
Tapi
jika Marika ditanya tentang hal itu, dia akan menjawab itu benar-benar
melenceng.
Memang
benar Alisa dan Joui berteman satu sama lain, tapi itu bukan hubungan yang
berkembang menjadi sepasang kekasih. Apapun yang terjadi, mereka adalah teman.
Marika yakin dengan hal itu.
Marika
khawatir dengan laki-laki lain. Karatachibana Mamoru.
Laki-laki
yang terkesan intelektual dan dengan cepat mendekati Alisa sejak bulan lalu.
Dia
berada di kelas B bulan ini, nilai Marika dan Joui lebih tinggi.
Tapi
terlepas dari keterampilan praktisnya dalam sihir, kecerdasan Mamoru mungkin
jauh lebih unggul. Hanya dari Alisa yang diajari oleh Mamoru, dia mengerti itu
benar.
Menilai
sekilas dari sudut pandang gadis seperti Marika, dia terasa sedikit tidak bisa
diandalkan, tapi sepertinya dia cocok untuk Alisa.
(Aku
ingin tahu yang dipikirkan Alisa tentang dia....)
Marika
merasa Alisa menyukainya. Namun, seperti apa rasanya, bahkan Marika yang
menghabiskan begitu banyak waktu dengannya setiap hari tidak bisa mengetahuinya
dengan jelas.
Dia
tidak dapat menyangkal kemungkinan itu bisa berkembang menjadi perasaan cinta.
(Untuk
beberapa alasan, aku benar-benar tidak suka ini.)
Marika
bangkit dari kursinya dan terjun ke tempat tidurnya.
Berbaring
dengan telungkup dan menekan wajahnya ke bantal, dia tenggelam ke dalam rawa
kebencian diri, kejadian langka baginya.
Alisa
bisa mendapatkan pacar.
Dia
membencinya, dengan berpikir dia benci Alisa bisa mendapatkan pacar, dia juga
membenci dirinya sendiri.
(Apakah
aku ini tipe gadis berpikiran sempit yang bahkan tidak bisa memberi ucapan
selamat kepada sahabatnya atas cintanya....)
Rasa posesif telah menempati hati Marika, tetapi dia secara tidak sadar menghindari memikirkan sifat yang dimilikinya.
0 Comments