F

Maiden Cygnus Volume 2 Chapter 3 Bahasa Indonesia

 
Persahabatan Sepulang Sekolah

Jumat, 8 Mei.

Alisa berhadapan dengan Hiyori sebagai bagian dari kegiatan Klub Crowd Ball.  

Selama sebulan terakhir ini, Alisa tidak melanggar aturan tentang ukuran penghalang. Dia akhirnya mulai terbiasa dengan aturan Crowd Ball.  

Tapi, dia hanya terbiasa dengan aturan. Dia belum memenangkan pertandingan. — Meskipun disebut pertandingan, mereka hanya berlatih pertandingan dengan anggota klub. Sejak Alisa bergabung dengan klub, belum ada pertandingan dengan orang luar. 

Crowd Ball terlihat mirip dengan tenis atau bola raket. Tetapi tidak termasuk ada banyak bola atau sihir yang digunakan, tenis adalah olahraga yang sangat berbeda.  

Dalam permainan bola yang menggunakan raket, tidak hanya tenis, pemenangnya adalah pihak yang mencapai jumlah poin tetap.  Crowd Ball memiliki sistem waktu yang unik dan sistem perkembangan yang ditetapkan.  

Setiap set berlangsung 3 menit. Setiap pertandingan memiliki 5 set untuk pria atau 3 set untuk wanita. Pemain yang mencetak poin paling banyak dalam 3 menit, meskipun hanya dengan satu poin bisa mendapat kemenangan. Dalam kasus pertandingan 3 set yang pertama memenangkan dua set berarti memenangkan pertandingan. Itulah aturan dasar Crowd Ball.

Saat ini, pertandingan antara Alisa dan Hiyori sudah berada di pertengahan set kedua.

Hiyori memukul balik bola dan Alisa yang berdiri di depan lapangannya mengulurkan raketnya. Berbeda dengan tenis dan bola raket, tidak ada aturan bola bisa memantul maksimal satu kali. Skor lawan sebanyak bola memantul di lapanganmu. Posisi Alisa didasarkan pada strategi menyerang, memukul balik dengan rentetan jika dia bisa mencapainya untuk meminimalkan poin yang hilang.

Di sisi lain, Hiyori berdiri di belakang lapangan. Dia dengan aman memukul bola setelah memantul sekali. Ini strategi bertahan yang dalam pertukaran memungkinkan beberapa poin, itu mencegah sejumlah besar poin. Crowd Ball mengasumsikan bola yang berada di luar jangkauan raket akan dipukul balik dengan sihir. Kebanyakan penyihir, seperti mayoritas manusia, dapat lebih akurat mengenali objek di depan mereka daripada objek di belakang mereka. Itu sebabnya dia membiarkan poin yang hilang dengan mengambil posisi di dekat bagian belakang lapangan.

Sebaliknya, Alisa bisa bermain dekat dengan net karena kemampuan kesadaran spasialnya yang tinggi dan skillnya yang tinggi dalam spesifikasi koordinat saat menggunakan sihir. Alisa di kelas A, Hiyori di kelas D. Skill sihir Alisa jelas lebih unggul.

Tapi justru Hiyori yang merebut set pertama. Kekuatan sihir tidak menentukan apakah kamu menang atau kalah.

Hiyori memantulkan tembakannya dari dinding samping, bola meluncur melewati sisi penghalang sihir Alisa. 

Alisa teralihkan oleh bola itu dan Hiyori memanfaatkannya untuk menyerang dengan tembakan jauh. Dengan kesadarannya terbelah antara depan dan belakang, Alisa melakukan yang terbaik untuk memilih salah satu dari mereka. Dia tidak punya ruang bernapas untuk beralih ke strategi menyerang.

Langsung memutuskan bola mana yang akan diambil dan mana yang harus dilepaskan. Ini permainan taktis yang dianggap sebagai kebutuhan untuk manajemen stamina dalam olahraga yang tidak melibatkan sihir, tetapi keputusan ini menjadi penting dalam Crowd Ball, di mana ada banyak bola dan poin dihitung bahkan pada pantulan kedua atau lebih.

Selain itu, keputusan bola mana yang harus dijangkau dengan raket dan bola mana yang dikembalikan dengan sihir juga menentukan kemenangan dan kekalahan. Karena ukuran penghalang dibatasi, satu sihir tidak bisa lagi digunakan untuk menangani serangan lawan. Setiap set hanya 3 menit, tetapi bahkan untuk penyihir kelas satu masih sulit untuk terus-menerus melakukan multicasting. Jika bola dapat dikembalikan dengan tangan, memukulnya dengan raket juga mengurangi beban pikiran — di Area Perhitungan Sihir.

Dengan cara ini, Crowd Ball merupakan olahraga di mana kemampuan untuk membuat keputusan sepersekian detik menjadi faktor penting yang menentukan kemenangan atau kekalahan. Penilaian semacam ini dipoles selama pertandingan yang sulit. Alisa yang memiliki sedikit pengalaman dalam 'pertandingan', bukan hanya Crowd Ball, dia juga kurang dalam pengetahuan.

Selama sebulan terakhir, Alisa menyadari kelemahannya sendiri. Secara alami dia tidak memiliki keinginan untuk menang, tetapi seperti orang lain, dia memiliki keinginan untuk meningkatkan dirinya sendiri. Dia menyimpulkan untuk mengimbangi kekurangannya, dia harus 'mengabdikan dirinya untuk bertahan dengan posisi menyerang'.

(Lebih cepat. Lebih cepat!!)

Dia membentuk penghalang sihir pembalikan vektor di belakangnya. Bola yang jatuh di sisi net terkurung dengan raket, lalu pada saat yang sama diluncurkan ke langit-langit oleh medan gaya akselerasi di permukaan raket.

Bola yang tidak jatuh di lapangan dikirim kembali sebagaimana adanya dengan pembalikan vektor.  

Bola yang jatuh di lapangan menabrak langit-langit dan dikirim kembali ke lapangan lawan.

Alisa berpikir, bagaimana menyerang lapangan lawan bersamaan dengan menugaskan sumber daya mental untuk mempercepat aktivasi sihir, dan mengambil bola dengan cara apa pun menjadi hal terbaik yang bisa dia lakukan saat ini.

Dua pertiga set kedua telah berlalu. Sejauh ini Alisa memimpin. Ini sebagian karena strategi Hiyori. Dia mengambil set pertama lalu sampai batas tertentu, meninggalkan set kedua. Ini taktik yang membuat Alisa mengakui dirinya membaik. Dia menahan diri dari berlari tanpa alasan, mengendalikan pengeluaran kekuatan fisiknya dan memukul bola ke tempat-tempat di mana Alisa hampir tidak bisa menjangkau mereka untuk merebut staminanya. Selain itu, Hiyori berpikir dia harus meletakkan semua kartunya di set terakhir.


Seperti yang diperkirakan Hiyori, Alisa yang merebut set kedua duduk di bangku sebelah lapangan dengan napas terengah-engah. Presiden Klub Hatsune terlihat sangat khawatir sampai-sampai dia bertanya padanya “Apa kamu baik-baik saja?”.  

"Haruskah kita memperpanjang waktu sedikit?"  

Selang waktu antar set adalah 1 menit. 

Hatsune mengusulkan untuk memperpanjangnya tetapi, "Tidak, mari ikuti aturannya."  

Alisa menolaknya.

"Itu tidak bisa menjadi latihan yang tepat jika aku diberi keuntungan."  

Di set kedua, Alisa menyadari Hiyori berusaha menguras staminanya. Jika dia tidak melakukannya, dia tidak akan memenangkan set kedua.

Alisa mengerti ini kemenangan bagi Hiyori mengenai kemampuannya untuk menentukan alur pertandingan dan inilah perbedaan antara kemampuan mereka. Alisa berpikir jika dia menerima waktu istirahat tambahan, itu bisa menjadi keuntungan yang akan menutupi perbedaan dalam keterampilan ini. Dia merasa itu tidak adil, bahkan dalam pertandingan latihan. Alisa tidak peduli tentang menang atau kalah, tapi dia sangat pilih-pilih tentang permainan yang adil.

Ini mungkin muncul dalam ekspresinya. Hatsune terlihat khawatir, tapi dia hanya bergumam “Oke....” tidak mengatakan apa-apa lagi.  

Istirahat mencapai akhir dan Alisa kembali ke pertandingan. Dia melihat Hiyori di sisi lain lapangan yang telah kembali ke pertandingan. Tepat setelah mereka mengambil posisi, bola servis diluncurkan ke lapangan Hiyori, lalu set ketiga dimulai.


Terkadang, kemauan keras dapat menyebabkan tubuh menunjukkan kekuatan di atas batas biasanya. Tapi itu kekuatan yang ditarik keluar karena kemauan yang kuat. Keinginan untuk hidup, keinginan untuk menjaga kehormatan seseorang, keinginan untuk membalas dendam. Tentu saja, keinginan untuk menang. Untuk mengaturnya dengan kata-kata, itu bisa disebut dengan kegigihan atau mungkin obsesi.

Sayangnya, Alisa memiliki sedikit keterikatan pada kemenangan, sehingga tidak dapat diharapkan baginya untuk mendapatkan banyak efek dari doping semacam ini. Bahkan, sekitar pertengahan set ketiga, pergerakan Alisa semakin terlihat buruk.  

(Doping : obat untuk meningkatkan kemampuan atlet)

Sambil mengulurkan raket ke bola, perasaan pasrah 'Aku masih tidak bisa menang' terlintas di benaknya. Pada saat yang sama, perasaan bersalah karena tidak memiliki perasaan ingin menang yang kuat muncul. 

Itu perasaan berhutang budi terhadap lawannya. Dorongan untuk menang mencapainya dari sisi lain net. Rasanya seperti bukti Hiyori menganggap serius Crowd Ball. Sebagai perbandingan, Alisa merasa dia tidak jujur ​​karena tidak merasa ingin menang.

Hari ini bukan pertama kalinya Alisa merasakan rasa bersalah ini. Setiap kali dia melakukan pertandingan latihan, perasaan itu berangsur-angsur terbangun.  

(....Setidaknya, aku akan memberikan segalanya) 

Jika itu bisa membantunya menghilangkan rasa bersalah ini meskipun hanya sedikit. Itulah yang dipikirkan Alisa, dia memutuskan untuk menggunakan sihir yang dia latih di rumah Keluarga Juumonji.


(Apa? Alisa tiba-tiba menjadi lebih kuat) 

Hiyori terkejut dan menjadi curiga ketika dia tiba-tiba berhenti mencetak poin. Semua bola yang terbang ke lapangan Alisa memantul. Hampir seperti dia berhalusinasi mereka menabrak dinding.

Dia tahu alasannya. Penghalang pembalikan vektor kecil sedang dibentuk sesuai dengan lintasan bola. Itu sangat cepat. 

Sejak awal konstruksi penghalang sihir Alisa sudah cepat. Kecepatan penyebarannya benar-benar memberi kesan dia berasal dari Keluarga Juumonji, Sepuluh Master Clan. Tapi dibandingkan dengan itu, kecepatan ini seperti orang yang berbeda, tidak, seseorang di level yang berbeda.

(Tidak, dia tidak hanya cepat. Apa dia terus-menerus menggandakan 2, 3, atau lebih penghalang sihir?) 

Jumlah sihir memang meningkat. Perubahan ini, daripada casting sihir yang menjadi lebih cepat, ini seperti ada Alisa tambahan.  

Karena karakteristik khusus Crowd Ball yang menggunakan sembilan bola secara bersamaan, poin menumpuk dengan cepat. Keunggulan besar Hiyori menurun sangat cepat, akhirnya berbalik ketika tersisa 30 detik.


(Sedikit lagi) 

(Aku masih baik-baik saja)

Alisa datang ke Tokyo untuk belajar bagaimana mencegah 'Pemanasan Area Perhitungan Sihir'. Tugas terpenting yang diberikan kepada Alisa yaitu untuk tidak pernah melupakan batasannya, apa pun situasinya.

Karena itu, Alisa tahu saat ini dia sangat dekat dengan batas kemampuannya. Alisa dapat dengan percaya diri mengatakan dia telah melakukan yang terbaik. Alisa dengan kosong berpikir, dia bisa lepas dari rasa bencinya pada dirinya sendiri karena tidak jujur ​​pada Hiyori.

Sementara itu, Area Perhitungan Sihirnya terus mengumpulkan sihir. Penghalang sihir yang dia bangun adalah subspesies dari 'Phalanx', 'Pelta' (Pelta adalah penghalang yang digunakan oleh infanteri ringan Yunani kuno bernama Peltast, yang bertempur sebagai skirmisher melawan infanteri berat yang membentuk Phalanx)

'Phalanx' terdiri dari beberapa penghalang yang dibangun secara berurutan pada koordinat yang sama. Pertama, penghalang dengan properti yang berbeda dikerahkan dalam lapisan, kemudian cadangan setiap penghalang disiagakan. Ketika satu penghalang dihancurkan, penghalang cadangan dikerahkan pada saat yang sama, cadangan juga diganti dengan yang lain.

Oleh karena itu, 'Phalanx' adalah penghalang sihir yang terus dikerahkan untuk menutup lubang setiap kali ada bagian yang rusak. Ini berbeda dengan 'Pelta' yang digunakan Alisa, Pelta merupakan penghalang sihir fisik yang terus-menerus dikerahkan pada koordinat yang berbeda. Itu sama karena setiap penghalang yang dikerahkan memiliki cadangan dari jenis yang sama. Hanya ada beberapa perbedaan yaitu cadangan tidak secara otomatis dikerahkan dan koordinat ditentukan saat dikerahkan.

Sifat yang diberikan pada penghalang 'Pelta' dalam pertandingan ini yaitu 'pembalikan vektor padatan' dan kondisi penghentian adalah 'efek eksekusi sekali'. Segera setelah memantulkan bola, penghalang tersebut akan menghilang. Jadi sementara hanya empat penghalang paling banyak yang bisa dilihat, pada kenyataannya Alisa menyimpan sembilan penghalang yang siap digunakan kapan saja.

Ini tidak berbeda dengan multicasting sembilan sihir secara terus menerus. Alisa terlalu banyak menggunakan pikirannya — Area Perhitungan Sihir, lebih dari yang bisa dilihat dari luar. Melanjutkan dalam keadaan ini selama satu menit tidak dapat dijelaskan dengan baik oleh bakat saja. Katakanlah ini hasil dari pelatihan yang telah dia kumpulkan dalam dua tahun terakhir ditambah beberapa tahun lagi.

Tapi itu masih hanya dua tahun. 

Dia belum mencapai tingkat keturunan asli yang telah melalui pelatihan keras sejak kecil, seperti kepala Keluarga Juumonji saat ini, Juumonji Katsuto.  

(Masih belum selesai....?) 

(Lebih dari ini .... sepertinya aku tidak bisa lagi.) 

Dengan 10 detik tersisa di pertandingan, Alisa akhirnya mencapai batas.

Jika terus seperti ini, kemenangan pertamanya sudah pasti. Tetapi dalam hal ini, kurangnya keterikatan pada kemenangan menjadi hal yang positif. Menilai multicasting penghalang sihir bisa mendorongnya melampaui batas, dia dengan tegas membatalkan sihir dalam keadaan siaga.  

Tapi dia tidak meninggalkan pertandingan. Alisa pindah ke belakang lapangan untuk beralih ke strategi memastikan semua bola dikembalikan setelah satu kali memantul.

Keunggulan yang dicuri Alisa perlahan tertutup. Namun dalam pertandingan ini, dia memiliki keberuntungan di pihaknya. Sebagai efek samping dari 'Pelta' Alisa, Hiyori terkejut dan langkahnya terganggu. Karena itu, Hiyori sudah kehabisan stamina. Hiyori melakukan semua yang dia bisa untuk mencegah kebobolan sejumlah besar poin, dia tidak meninggalkan ruangan untuk beralih ke serangan.

Pertandingan telah berakhir.  

Hasilnya .... Alisa memenangkan set ketiga dengan 12 poin.  

Dengan set hitung 2 banding 1, Alisa memenangkan pertandingan latihan pertamanya.


Segera setelah pertandingan berakhir, Alisa kehilangan kekuatannya membuat posturnya goyah. Dia dibebaskan dari ketegangan dan lututnya menjadi lemah karena kelelahan fisik. Dia hampir jatuh, tetapi dengan usaha, entah bagaimana berhasil bertahan.  

Saat itu, Hiyori melompati net dan berjalan di samping Alisa yang terengah-engah dengan tangan di lutut.

“Selamat atas kemenangan pertamamu.”  

Alisa mengangkat wajahnya yang memiliki ekspresi seperti dia tidak mengerti apapun yang Hiyori katakan.  

"Ini kemenangan pertamamu, kan?"  

Sambil mengatakan itu, Hiyori mengulurkan tangan kanannya untuk berjabat tangan.  

“Eh, ah, ya.”  

Alisa menegakkan punggungnya, menatap Hiyori dan memegang tangan kanannya yang terulur.  

"Jadi? Senang rasanya bisa menang, kan?”  

Hiyori tahu Alisa tidak memiliki keterikatan untuk menang atau lebih tepatnya dia tidak dapat memiliki keterikatan untuk itu.  

"....Aku tidak benar-benar mengerti."  

Jadi dia tidak merasa ini jawaban yang sinis. Sebaliknya, Hiyori merasa kasihan.

“Aku mengerti .... Aku bertanya-tanya mengapa. Menjadi bahagia karena menang bukanlah hal yang buruk, kan?”  

“Aku mengerti, tapi....” 

Hiyori sedikit bingung saat Alisa berpikir keras.  

“Maaf, aku mengatakan sesuatu yang aneh. Kamu tidak perlu terlalu khawatir tentang itu.”  

Sementara Hiyori berbicara, dia menggunakan gerakan untuk mendesak Alisa meninggalkan lapangan.  

“Ya .... Tapi kurasa tidak apa-apa jika aku tetap seperti ini....” 

Saat mereka berjalan, Alisa mengungkapkan kekhawatirannya kepada Hiyori.  

“Kamu dan para senior, bukankah kalian semua bermain dan mengincar kemenangan? Namun, aku tidak keberatan jika menang atau kalah, membuatku merasa seperti aku tidak benar-benar serius...." 

"Bukan itu masalahnya."

Hiyori segera membantah kata-kata menyalahkan diri sendiri dari Alisa.  

“Setiap orang memiliki alasan berbeda untuk melakukan olahraga. Ada yang melakukan olahraga karena menyenangkan atau hanya untuk melatih diri. Untuk Alisa, bukankah kamu serius saat berlatih dan selama pertandingan?”  

"Ya. Itulah yang ingin aku lakukan.”  

“Kalau begitu bukankah menurutmu itu baik-baik saja? Kamu tidak perlu merasa bersalah karena menang, tetapi kamu juga tidak perlu merasa bersalah karena tidak mengejar kemenangan.”  

"Apakah begitu?"  

"Ya."  

Dengan mengatakan itu, Hiyori meninggalkan lapangan yang dikelilingi dinding transparan, dia dengan kuat menepuk punggung Alisa menggunakan telapak tangannya untuk menyemangatinya.

◇ ◇ ◇

Keesokan harinya, Alisa dan Marika sedang berpatroli di sekitar hutan latihan untuk tugas Komite Moral Publik.  

“Cuaca hari ini sangat bagus.”  

“Membuatmu berharap memiliki payung, kan?”  

Marika membalas tanggapan pragmatis kepada Alisa yang sedang menatap ke langit sambil menyipitkan matanya.  

“Asha, bukankah kita harus lebih banyak berjalan di tempat teduh?”  

Seperti yang diperlihatkan oleh penampilan Alisa, dia tidak terlalu bagus dengan sinar ultraviolet. 

Dia secara alami mengambil tindakan seperti menggunakan krim perlindungan UV, tetapi mulai sekarang akan menjadi bagian tercerah tahun ini.  

Kekhawatiran Marika tidak berlebihan.  

"Kamu benar."

Alisa juga tidak bisa keras kepala tentang masalah ini. Mereka berdua turun dari jalan yang dibuat untuk berlari dan pergi ke bayangan pepohonan.  

Mereka terus maju, lebih dalam ke dalam hutan.  

Kemudian tiba-tiba, visibilitas mereka melebar. Mereka tiba di sebuah lahan kosong tanpa pohon dengan diameter sekitar 20 meter. Di sana ada sekitar 20 siswa yang sedang bekerja keras.  

“Juumonji-san, Tookami-san, apa kalian sedang berpatroli?”  

Orang yang memanggil mereka adalah teman sekelas Alisa, juga teman Marika, Kagari Joui. Ini tempat latihan untuk Klub Pendaki Gunung tempat dia berada.  

"Ya, tugas Komite Moral Publik."  

“Halo, Kagari-kun. Keringat yang mengesankan.”  

Marika menjawab lebih dulu, lalu Alisa menyapanya. Seperti yang Alisa katakan, wajah Joui dipenuhi keringat.  

“Ah, maaf soal ini.”

Joui menyeka keringat dengan handuk yang ada di tangannya. Rupanya, dia baru saja akan menyeka wajahnya sebelum mereka tiba.  

“Kami sedang berada di tengah-tengah aktivitas klub, jadi aku minta maaf karena bau keringat.”  

"Baunya tidak terlalu buruk."  

Alisa membalas Joui sambil tersenyum.  

"Aku tidak berencana untuk cukup dekat denganmu agar mengetahui seperti apa baumu."  

Marika menambahkan, dia juga tersenyum. 

“Ngomong-ngomong, apa yang kamu lakukan?”  

Marika bertanya, sekarang dengan rasa ingin tahu terlukis di wajahnya.

"Aku sedang memanjat dinding batu."  

“Dinding batu? Ada yang seperti itu di sini?” 

Ketika Marika bertanya padanya, Joui menunjuk sekitar 5 meter di belakangnya.  

Ada lubang terbuka yang besar dan hampir bulat.  

Marika maju ke tepi lubang dan Alisa mengikutinya.  

“Woah, ini lebih dalam dari yang aku harapkan.”  

Seperti yang dikatakan Marika, lubang vertikal itu sangat dalam. Diameternya tidak mencapai 3 meter, tetapi kelihatannya lebih dari 10 meter.  

“Bukankah itu mengesankan? Presiden Klub dari dua tahun lalu, Saijou-san, bernegosiasi dengan sekolah agar membuat lubang dinding ini untuk memanjat.”  

“Kau memanjat ini? Ada beberapa yang menonjol di sana, tapi...." 

Seperti yang Alisa tunjukkan, di salah satu sisi lubang, ada dinding menonjol sekitar 50 cm di tengahnya.

"Haruskah aku menunjukkannya padamu?"  

Kata Joui dengan sedikit bangga, lalu dia turun ke lubang. Sejujurnya, baik Alisa maupun Marika tidak terlalu tertarik, tetapi ketika dia mengatakan seperti itu, mereka akan merasa bersalah jika mengabaikannya dan pergi. Keduanya mengawasi Joui. 

Joui turun ke dasar lubang dengan meluncur pada tali di kedua tangan yang memiliki sarung tangan.  

“Aku pikir itu disebut rappelling. Jadi mereka juga melakukan hal semacam ini.”

(Rappelling :   menuruni permukaan batu atau permukaan hampir vertikal lainnya dengan menggunakan tali ganda yang dililitkan di sekitar tubuh dan dipasang pada titik yang lebih tinggi)

"Ya. Sepertinya ada tangga di sisi lain lubang.”

Seperti yang ditunjukkan Marika, di seberang tempat Joui menggunakan tali ada tangga yang dibuat dengan membenturkan batang logam berbentuk U ke dinding batu. Joui pasti turun dengan tali bukan dengan tangga karena dia sudah terbiasa. Tidak berarti dia melakukan itu untuk membuat dirinya terlihat baik di depan gadis-gadis.

Begitu dia tiba di dasar lubang, Joui menatap mereka sekali kemudian meletakkan tangannya di dinding.  

Begitu saja, dia dengan mulus memanjat dinding batu. Di tengah jalan, dia melewati dinding menonjol di permukaan lubang dengan menempelkan kedua tangan dan kaki.  

“....Baru saja, bukankah ada sesuatu yang aneh?”  

Marika bertanya, dia terdengar curiga.  

"Dia tidak menggantung di dinding yang menonjol, dia hanya menempel di dekatnya, apa yang terjadi dengan gravitasi?"  

"Kurasa dia menggunakan sihir."  

Nada yang digunakan Alisa dalam jawabannya meyakinkan Marika, meskipun dia memilih untuk mengungkapkannya dengan 'Aku pikir begitu'.  

"Tapi saat itu dia tidak menggunakan CAD, kan?"  

Marika tidak membantah bahwa Joui telah menggunakan sihir. Tapi itu membebani pikirannya, dia tidak bisa melihat output dari Urutan Aktivasi.  

"Aku juga melihat itu."  

Alisa setuju dengan apa yang dikatakan Marika.

Urutan Aktivasi adalah sinyal Psions yang menggambarkan informasi tentang sihir yang akan diaktifkan. Caster membaca Urutan Aktivasi yang dikeluarkan oleh CAD ke dalam pikirannya melalui tubuhnya sendiri. Sampai pembacaan Urutan Aktivasi yang dihasilkan selesai, dapat diamati sebagai sekelompok Psions dari luar.

Namun, tidak ada satupun dari itu dalam sihir Joui. Seperti yang Marika katakan, tidak ada Psions yang menunjukkan output dari Urutan Aktivasi yang terlihat sebelum dia menggunakan sihir.

Berbicara tentang tidak ada yang bisa ditemukan, CAD Joui sendiri tidak dapat ditemukan di manapun di tubuhnya. CAD tipe gelang yang saat ini digunakan oleh kebanyakan orang karena popularitas CAD yang dioperasikan sepenuhnya tidak dapat dilihat di salah satu lengannya, tidak ada rantai di lehernya di mana CAD Sihir Non-Sistematis tipe liontin yang berfungsi sebagai tombol menggantung. Adapun sisanya, dia tampaknya tidak membawa tipe terminal portabel, tipe gesper, tipe cincin, tipe bros, atau tipe gelang pergelangan kaki berukuran kecil.

"Itu mungkin untuk mengaktifkan sihir tanpa menggunakan CAD, tapi .... Aku tidak mengerti mengapa dia dengan sengaja tidak menggunakannya."  

Alisa memiringkan kepalanya setelah berbicara.  

“Kamu bisa menggunakan sihir yang diperlukan untuk aktivitas klub jika sebelumnya sudah mendapatkan izin. Dari sudut pandang yang berlawanan, dia seharusnya tidak menggunakan sihir di depan kita anggota Komite Moral Publik jika dia tidak mendapatkan izin.”  

Saat mereka memutar otak, tidak mengerti mengapa Joui tidak menggunakan CAD, orang itu sendiri telah selesai memanjat lubang.  

"Bagaimana menurutmu? Begitulah caramu menggunakan lubang ini.”  

Joui terlihat sedikit bangga ketika dia bertanya kepada mereka. Dia benar-benar seorang pria. Sepertinya keinginan untuk terlihat baik di depan perempuan, terutama perempuan cantik, tidak bisa ditekan.  

"Ya. Aku tidak mengerti bagian teknisnya, tapi itu luar biasa.”

Alisa benar-benar membuatnya terlihat bagus .... Beberapa orang mungkin telah melihat ini dengan anggapan dia secara tidak sengaja membuat seorang pria salah paham tentang sesuatu.  

“Ngomong-ngomong, Kagari-kun. Kamu menggunakan sihir di sana, bukan?”  

Marika tidak seperti Alisa, dia mengutamakan rasa ingin tahunya. Tidak diragukan lagi ada hal baik dan buruk tentang setiap reaksi mereka.  

“....Kami memang menggunakan sihir. Sebagai Klub Pendaki Gunung, kami telah menerima persetujuan penuh untuk menggunakan sihir.”

Joui menunjukkan sedikit kehati-hatian, mungkin karena ban lengan Komite Moral Publik yang mereka kenakan?  

“Ah, jangan salah paham. Aku tidak menanyakan ini sebagai anggota Komite Moral Publik.”  

Sebagai buktinya, Joui jelas merasa lega mendengar kata-kata Marika.  

“Lalu, apa itu?”  

“Kagari-kun, kamu tidak menggunakan CAD, kan? Mengapa? Apakah kamu sebelumnya sudah memutuskan di mana kamu akan menggunakan sihir saat naik?" 

Penyihir modern menggunakan CAD untuk kecepatan dan akurasi. CAD pada dasarnya diperlukan kecuali dalam situasi di mana sebelumnya ada cukup waktu untuk mempersiapkan. — Ada beberapa penyihir yang menggunakan lingkaran sihir karena mereka menyukainya, tapi saat ini mereka adalah pengecualian.

Namun sebaliknya, dengan memutuskan terlebih dahulu di mana akan menggunakan sihir, kekurangan dari tidak menggunakan CAD dapat diatasi.  

Tapi Joui menggelengkan kepalanya pada pertanyaan Marika.  

“Aku memutuskan rute untuk mendaki. Tapi aku mencoba untuk tidak menggunakan sihir sampai aku memanjat setinggi mungkin. Tapi setelah .... mengatakan aku akan menunjukkannya pada kalian, kupikir aku tidak seharusnya membuat kalian menunggu.”  

"Apa kamu mencoba membuat dirimu terlihat baik?"  

"Ugh .... Bahkan jika kamu tahu, kamu tidak perlu mengatakannya."  

“Aah! Maafkan aku."  

“Tidak, tidak apa-apa .... Persis seperti yang kamu katakan, Tookami-san.”  

Warna kulit Joui menjadi gelap saat dia berbicara.  

"Aku benar-benar minta maaf."  

"Jadi kamu tidak menggunakan CAD?"

Merasa perlu mengubah suasana, Alisa menyela.  

"Mungkin kamu sama sekali tidak membawanya?"  

"Hmm? Ah, ya, aku tidak membawanya.”  

“Apa itu cukup baik dalam situasi darurat? Klub Pendaki Gunung menggunakan sihir sebagai pengganti garis hidup, kan?”  

Nada bicara Alisa memiliki kritik yang mendalam terhadap kecerobohan daripada kekhawatiran.  

"Tidak apa-apa. Bahkan jika kami jatuh, jaraknya paling tinggi sepuluh meter, ada matras di bawah sana.”  

"Tapi tetap saja...." 

"Plus, lebih baik tidak mengandalkan CAD selama latihan."  

Joui menyela Alisa dan berbicara sambil tersenyum.  

“Karena sihir yang bisa kami gunakan selama aktivitas klub terbatas.”

Sihir tidak dapat digunakan secara bebas, bahkan di dalam gedung SMA yang berafiliasi dengan Universitas Sihir Nasional. Bahkan selama pelajaran, jika sihir selain yang ditentukan untuk tugas digunakan, poin akan dikurangi. Terlebih lagi, seperti yang telah disebutkan, penggunaan sihir tanpa izin terlebih dahulu dilarang. Siswa yang melanggar aturan ini dapat dikeluarkan. Karena itu, ada klub yang mendapatkan izin dari penasihat mereka untuk menggunakan sihir balasan agar menghalangi aktivasi sihir dan mereka menggunakannya saat melakukan aktivitas klub.

“Dengan menggunakan sihir yang sama sepanjang waktu, kemahiranmu dengan sihir itu mungkin meningkat, tetapi cepat atau lambat kemampuan sihirmu sendiri akan berhenti meningkat.”  

"....Jadi kamu sengaja menciptakan situasi yang buruk?"  

Alisa memiringkan kepalanya sedikit dan Joui mengangguk untuk memastikannya.

“Tepat. Selain itu, aku yakin tidak ada mesin yang tidak rusak. Seperti yang kamu katakan, Juumonji-san, sihir adalah penyelamat. Jika CAD rusak pada saat kritis, aku tidak bisa menggunakan sihir, itu bukan sebuah lelucon. Aku pikir berbahaya untuk mengandalkan CAD sebanyak itu.”  

“Betapa tidak terduga. Kamu memberikan pemikiran yang tepat untuk ini, huh?”  

Sebelumnya tidak terlibat dalam diskusi, Marika menyisipkan dirinya dengan ekspresi terkejut yang dipaksakan.  

Joui segera menjawab "tidak terduga itu tidak beralasan" dengan nada sedih, memiliki senyum di wajahnya.

◇ ◇ ◇

Minggu kedua bulan Mei, Klub Crowd Ball.

Mereka selalu bubar setelah berlatih di lapangan pinggiran kota pada hari Minggu, tapi hari ini mereka kembali ke ruang klub di sekolah untuk pertemuan yang direncanakan. Semua anggota diberitahu tentang masalah ini — termasuk Presiden Klub yang menyerukan pertemuan, total ada enam orang — jadi semua orang mengendarai skuter listrik menuju sekolah. Pada hari yang cerah di bulan Mei, para gadis (tidak ada anggota laki-laki di Klub Crowd Ball) berkumpul di ruang klub, di lantai dua gedung persiapan tanpa dipaksa untuk berjalan di bawah sinar ultraviolet yang kuat untuk waktu lama.

“Sudah diputuskan: kita akan mengadakan kompetisi dengan SMA Ketiga.”

Setelah perkenalan untuk memulai pertemuan, Presiden Klub Hatsune berbicara tentang topik utama tanpa ragu-ragu. Hanya siswa tahun pertama Alisa dan Hiyori yang terkejut. Para siswa senior kelihatannya sudah mengetahui rencana kompetisi ini atau mungkin ini event tahunan yang sebelumnya sudah ditentukan.  

“Event akan diadakan pada hari Minggu, 24 Mei. Itu berada di Universitas Sihir.”  

Di sini dia juga tidak berbicara terlalu keras.  

“Pertandingan akan memiliki tiga set, lalu ada tiga pertandingan tunggal dan dua pertandingan ganda. Secara alami, semua orang akan berpartisipasi.” 

Suara kecil “Eh?” Keluar dari mulut Alisa.

Hatsune menoleh padanya untuk memberinya senyum manis.  

“Tentu saja, kamu juga ikut Juumonji-san. Ini bukan pertandingan resmi, tapi Sengoku-san dan Juumonji-san akan menjalani pertandingan debut mereka.”  

Alisa mengangguk dengan ekspresi tegang. Ketika dia melihat ke sampingnya, Hiyori tampak mengantisipasinya lebih dari Alisa.  

“Juumonji-san akan bermain tunggal, Sengoku-san akan bermain ganda.”  

Pertandingan ganda lebih sulit daripada tunggal di Crowd Ball.  Ini penetapan yang cocok.  

"Kalian berdua, lakukan yang terbaik." 

Alisa dan Hiyori menjawab dorongan Hatsune bersamaan dengan "Ya".


Pertemuan itu segera berakhir. Setelah Alisa dan Hiyori secara sukarela memberi ruangan klub pembersihan cepat— pembersihan penuh bersama dengan desinfeksi dilakukan oleh perusahaan pembersih yang datang pada malam hari —mereka meninggalkan gedung persiapan berdampingan.  

“Alisa, apa kamu akan bertemu dengan Marika?”  

"Ya. Apa kamu mau ikut, Hiyori?”  

"Apa kamu pergi ke suatu tempat?"  

Jika dia hanya akan pulang, dia tidak akan mengundang seseorang. Pertanyaan Hiyori mengandung dugaan itu.  

“Aku melakukan perjalanan sampingan .... atau aku harus mengatakan jalan-jalan? Kami dijadwalkan untuk berlatih keterampilan praktis di rumah Mei.”  

"Untuk mempersiapkan ujian bulanan?"  

“Mau ikut?”

"Bukankah akan merepotkan untuk mampir tanpa peringatan?"  

"Aku pikir itu akan baik-baik saja."  

“Hmm .... aku ingin pergi, tapi aku sudah punya rencana untuk hari ini....” 

Setelah mengerang, sambil terlihat gelisah, Hiyori menggelengkan kepalanya dengan banyak penyesalan di wajahnya.  

“Lalu, bagaimana kalau minggu depan?” 

“Hmm....” 

Hiyori menjadi khawatir lagi.  

“Meninggalkan sisi itu, aku ingin kamu membantuku belajar.”  

Setelah memikirkannya selama beberapa waktu, Hiyori menanggapi undangan Alisa dengan nada rendah hati.  

"Belajar? Maksudmu teorinya?”  

"Ya. Aku entah bagaimana bisa mengurus mata pelajaran umum, tapi aku tidak bisa mengikuti pelajaran tentang teori sihir ..... Bisakah kamu membantuku?”  

Hiyori bertanya dengan takut-takut, lalu dijawab Alisa "Tentu" dengan nada ceria.  

"Lalu, bagaimana kalau besok sepulang sekolah?"  

"Apa tidak apa-apa bagimu untuk menjadi secepat ini?"  

“Mina selalu ada kegiatan klub di hari Senin, jadi aku hanya belajar sendiri atau membaca sepulang sekolah. Kamu tidak perlu mengkhawatirkannya.”  

"Terima kasih .... aku akan mengandalkanmu."  

“Ketika pelajaran besok berakhir, aku akan pergi ke kelas kelas D. Lebih nyaman menggunakan terminalmu, kan?”  

"Oke, aku akan menunggu di sana."

Dengan janji yang dibuat untuk hari berikutnya, keduanya berpisah di halaman dalam. Hiyori kemudian langsung menuju gerbang sekolah, sedangkan Alisa menuju ke bangku di pojok mesin penjual otomatis yang ada di kafetaria sekolah, di mana dia akan bertemu dengan Marika.

◇ ◇ ◇

Senin, sepulang sekolah.  

Alisa mengunjungi kelas 1 D seperti yang dia janjikan.

Bulan lalu Hiyori juga berada di kelas D. Ini bukan pertama kalinya Alisa datang ke kelas ini. Tapi kelas ini terletak di tengah-tengah urutan kelas, ada banyak siswa yang naik turun kelas sehingga wajah siswa telah berubah jauh sejak bulan lalu. Satu-satunya siswa yang diketahui Alisa masih berada di kelas adalah Hiyori. Koharu yang makan siang bersamanya, tidak terlihat di mana pun. Kemungkinan besar dia pergi ke kegiatan klubnya. Hiyori sedang melihat ke layar terminal dengan seorang pemuda yang tidak Alisa kenal.

“Hiyori.”  

“Ah, Alisa. Maaf karena tidak menyadarinya.”

Hiyori mengangkat wajahnya saat buru-buru berdiri setelah mendengar suara Alisa. 

Alisa merasa dia sedikit terlalu formal, tapi dia mungkin juga melakukan hal yang sama jika berada di posisinya. Selain itu, jika dia mengambil sikap yang kurang sopan, itu mungkin tidak nyaman.

“Alisa, ini pertama kalinya kamu bertemu Karatachibana-kun, kan?”  

Sementara Hiyori mengatakan itu, dia mengalihkan pandangannya ke pemuda di sebelahnya. Alisa berpikir 'Dia dipanggil Karatachibana-kun. Itu nama yang tidak biasa....' Alisa mengangguk pada pertanyaan Hiyori yang meminta konfirmasi. 

Di sisi lain, siswa laki-laki, Karatachibana Mamoru, tampaknya menafsirkan pandangan Hiyori sebagai sinyal. Sebelum Hiyori bisa menjadi perantara perkenalan, dia melangkah maju ke Alisa. 

“Kamu Juumonji-san, kan? Senang bertemu denganmu."

“Kau tahu tentangku?”  

Tidak ada banyak kejutan dalam suara Alisa. Dia tahu betul dirinya sedikit menonjol.  

"Karena kamu target rumor di antara para laki-laki."  

Meskipun Alisa mengerti Mamoru mengenalnya tanpa mengetahuinya, anehnya Alisa tidak nyaman dengan pemuda ini.  

"Umm, rumor macam apa itu....?"  

Tapi Alisa tidak bisa diam terhadap detail rumor yang dibisikkan di antara siswa laki-laki.  

"Aku bersumpah, itu bukan rumor yang buruk."  

Udara di sekitar Mamoru terasa lembut dan jujur. Dia sepertinya tidak berbohong — atau setidaknya, dia sepertinya tidak mengarang cerita tidak senonoh tentang Alisa.  

"Begitu. Jadi, apa itu secara spesifik?”

Alisa tingginya 165 cm, itu tinggi untuk ukuran seorang gadis. Mamoru memiliki tinggi rata-rata anak SMA, dengan 170 cm.  

Alisa melihat ekspresinya dari posisi yang sedikit diturunkan.  

Mamoru merasa canggung ketika dia bertemu dengan mata yang melirik ke atas, dia mengalihkan pandangannya.  

Alisa terus menatapnya dalam diam.  

Entah bagaimana, wajah Mamoru menjadi lebih kaku semakin lama ini berlangsung.  

“....Alisa, tolong berhenti menyiksa Karatachibana-kun.”  

Hiyori menyela dari samping, lalu ketegangan antara Alisa dan Mamoru mereda.  

"Aku tidak melakukan hal seperti itu?"  

Alisa melihat dari balik bahu Mamoru ke arah Hiyori sambil tersenyum, terlihat seperti dia tidak bisa menyakiti seekor lalat.

“Bahkan jika kamu tidak berniat melakukannya, Karatachibana-kun terlihat seperti katak yang sedang dilirik oleh ular.”  

“Begitukah?”

“Inti dari rumor para laki-laki pasti tentang penampilan dan gayamu. Bahkan dari sudut pandang seorang gadis, kamu sangat cantik. Sisanya mungkin sesuatu seperti, 'Aku ingin tahu apakah dia berkencan dengan laki-laki'. Itu benar, bukan?”

Akhir cerita 'Itu benar, bukan?' ditujukan pada Mamoru.  

"Tidak ada komentar."  

Ketika Hiyori memukulnya dengan pertanyaan itu, ekspresi Mamoru lenyap. Dia hanya menjawab dengan tiga kata.

Di sisi lain, Alisa tenggelam dalam keheningan, dia terlihat malu. Alhasil, Hiyori berhasil menjalankan peran sebagai mediator dan mengakhiri situasi.  

“....Hiyori, apa kamu belajar dengan Karatachibana-kun?”  

Alisa merasa tidak nyaman dengan pujian yang berlebihan. Dia mencoba mengubah topik dengan mengirimkan pertanyaan kepada Hiyori.  

“Ya, Karatachibana-kun mengajariku banyak hal tentang mata pelajaran umum.”  

"Huh? Bukankah kamu bilang baik-baik saja dengan mata pelajaran umum?"  

“Aku tidak mengatakan itu. Aku tidak mengatakan aku 'baik-baik saja', aku berkata 'Aku entah bagaimana bisa mengurus'. Jika seseorang yang lebih baik dariku dapat membantu, tidak ada salahnya untuk belajar dari mereka, bukan?”  

"Hmmm. Kalau begitu Karatachibana-kun seseorang yang pintar.”  

"Ya. Dia benar-benar pintar.”  

Di sisi Hiyori, Mamoru yang rendah hati, bersikeras dengan tegas “Aku tidak secerdas itu”, tapi Hiyori terus berbicara seolah-olah itu tidak sampai ke telinganya.

“Jika dia pergi ke SMA biasa, kurasa dia bisa dengan mudah masuk ke universitas peringkat A yang terkenal. Aku telah diberitahu dia seorang reguler di 100 teratas nasional dalam ujian tiruan sekolah SMP.”  

"Itu benar-benar mengesankan...." 

Alisa kagum. Mungkin Alisa berpikir dia tidak bisa melakukan itu.

Mamoru tanpa lelah terus bersikeras "Ini bukan masalah besar" tetapi baik Hiyori maupun Alisa tidak mau mendengarkannya.  

“Aku juga ingin tahu apakah kamu bisa mengajariku. Ada hal-hal dalam fisika dan matematika yang tidak aku mengerti...." 

"Karatachibana-kun?"  

Mengikuti gumaman Alisa, Hiyori mencoba membujuknya.  

“Jika kamu baik-baik saja denganku, maka dengan senang hati .... Umm, aku ingin menanyakan sesuatu sebagai balasannya. Juumonji-san, bukankah kamu akan mengadakan pertemuan belajar sihir dengan Sengoku-san? Bisakah kamu juga mengajariku sihir? Tidak apa-apa jika itu setelah Sengoku-san.”  

Kali ini, Mamoru tidak terlalu rendah hati. Alih-alih kerendahan hati, dia menawarkan kesepakatan dengan senyuman.  

"Kau yakin baik-baik saja denganku? Aku tidak tahu sebanyak Mei — Isori-san dari kelas A.”  

Mamoru sedikit malu dan memberikan senyum pahit pada jawaban Alisa.  

“Ini mungkin terdengar seperti alasan — Sebenarnya, itu tidak lebih dari sebuah alasan, tapi aku tidak tahu apa-apa tentang sihir sampai musim semi tahun lalu. Tidak satu pun dari orang tuaku berasal dari garis keturunan penyihir, jadi tidak ada seorang pun di sekitar untuk mengajariku.”  

"Jadi kamu 'generasi pertama', Karatachibana-kun...." 

Dalam masyarakat penyihir, kata 'generasi pertama' digunakan terutama dalam dua cara.

Cara pertama adalah tubuh yang dimodifikasi. Seseorang dengan tubuh dimodifikasi yang diciptakan oleh manipulasi gen disebut 'generasi pertama', anak-anak mereka adalah 'generasi kedua', dan cucu mereka 'generasi ketiga'.

Cara lainnya adalah mengidentifikasi penyihir yang lahir dari keluarga non-penyihir melalui mutasi. Jika Mamoru bukan seorang penyihir yang sifatnya muncul setelah beberapa generasi dari keluarga tanpa penyihir, maka dia adalah penyihir 'generasi pertama'.

Sudah kurang dari 100 tahun sejak sihir diakui publik. Hanya sekitar setengah abad telah berlalu sejak pembentukan garis keturunan keluarga penyihir modern. Jadi, meskipun disebut 'garis keturunan penyihir', sejauh menyangkut penyihir modern, sebenarnya tidak ada tradisi tradisional, tetapi jika penyihir lulus sebagai profesi, dapat dikatakan anak-anak yang berada di rumah dengan orang tua dan kakek-nenek penyihir berada dalam lingkungan. Mereka lebih diuntungkan untuk mendapat pendidikan sihir dibandingkan dengan anak-anak yang tidak memiliki keluarga penyihir.

Memikirkan masalah itu, alasan Mamoru tidak cukup untuk mengejek dirinya sendiri.  

“Baru pada bulan Juli tahun lalu aku mengetahui memiliki bakat sihir ketika mengambil tes bakat. Sampai saat itu aku tidak diberi tahu. Aku memang melakukan pengukuran kekuatan sihir sebelum memasuki sekolah dasar dan menengah.”  

"Eh, jadi ada hal semacam itu."  

Kejutan Hiyori terungkap saat dia menyela.

Alisa tidak mengatakan apa-apa, tetapi dia bersimpati. Dalam kasusnya, Alisa samar-samar tahu dia mungkin memiliki bakat sihir. Tetapi itu menjadi jelas ketika di musim dingin tahun pertama sekolah SMP, dia memutuskan untuk belajar sihir, lalu sampai saat itu dia berpikir tidak akan pernah ada hubungannya dengan itu. 

“Baiklah, Karatachibana-kun. Jika ada yang bisa aku ajarkan, tanyakan saja.”  

Alisa menerima saran Mamoru, sebagian besar karena simpati.  

"Sebagai gantinya, aku akan mengandalkanmu untuk mata pelajaran umum, oke?"

"Dengan senang hati."  

Meski baru bertemu, Alisa dan Mamoru ternyata sangat nyaman satu sama lain.


“Terima kasih, Alisa. Aku pikir bisa berhasil menyelesaikan laporan ini tepat waktu.”  

Sesi belajar sepulang sekolah. Alisa duduk di sebelah Hiyori dan terus memberikan nasihatnya selama sekitar satu jam sambil melihat layar terminal yang sama. Akibatnya, rintangan yang paling mendesak kelihatannya telah teratasi. 

“Aku juga menghargai ini. Itu benar-benar mudah dimengerti.”  

Mamoru yang melihat ke layar yang sama dari sisi lain Hiyori, juga mengucapkan terima kasih.  

"Terima kasih kembali. Meskipun aku merasa kamu tidak membutuhkan banyak bantuanku, Karatachibana-kun.”  

Selama satu jam terakhir ini, Mamoru tidak bertanya apa-apa, terkadang dia hanya menambahkan apa yang Alisa jelaskan kepada Hiyori. Kata-kata Alisa bukanlah sanjungan, itu merupakan perasaannya yang sebenarnya.

Namun, Mamoru menggelengkan kepalanya saat dia berkata "Itu tidak benar".  

“Ada beberapa kesalahan yang tidak aku sadari.”  

"Yah, jika itu membantu, maka itu bagus."  

“Ya, itu pasti membantu. Aku mungkin tidak dapat membalas budi, tetapi jika kamu memiliki pertanyaan tentang mata pelajaran umum, jangan ragu untuk bertanya kapan saja. Aku tidak membual, tetapi aku tidak memiliki mata pelajaran yang buruk.”  

Mendengarkan di sebelah Alisa, Hiyori sedikit menghela nafas.  

“Jika kamu secerdas ini, kamu bahkan bisa menjadi ilmuwan atau dokter. Mungkin kamu akan bagus sebagai dokter sihir?”

“Dokter sihir? Jika pekerjaan semacam itu ada, aku ingin membidiknya.”  

Mamoru yang bergumam menanggapi Hiyori, terlihat seperti sedang melihat kejauhan.  

“Kau tahu, sebelum aku mengetahui bakatku dalam sihir, aku berpikir untuk menjadi seorang dokter....” 

“Begitu. Aku juga berpikir untuk menjadi dokter hewan sampai tahun pertama sekolah SMP.”  

“Heh, kamu juga, Juumonji-san?”  

“Aku tidak tahu apakah ada pekerjaan yang disebut dokter sihir atau tidak, tetapi ada sihir untuk perawatan medis, jadi aku pikir dokter manapun yang menggunakan sihir bisa menjadi salah satunya. Aku pikir jika kamu ingin melakukannya, akan sangat bagus jika kamu menjadi 'dokter sihir' pertama, Karatachibana-kun."

"Dokter sihir pertama?....Kedengarannya cukup bagus."  

Mamoru mengangguk dengan senyum ceria atas ide yang disodorkan Alisa.  

Melihat mereka berdua, Hiyori berpikir 'Keduanya memiliki suasana hati yang baik', tetapi dia tidak mengatakannya dengan keras, memahami situasi yang akan dia hadapi di jalan mereka.

◇ ◇ ◇

Marika menyelesaikan kegiatan klubnya lebih awal dan menuju ke ruang kelas 1 D. Tempat pertemuan mereka seharusnya di teras kafe, tapi Marika mendengar dari Alisa, dia punya rencana untuk membantu Hiyori belajar di kelas D.

Saat ini bukan musim di mana AC digunakan. Tapi sinar matahari yang kuat membuat ruangan panas saat ditutup. Karena itu, selama orang berada di dalam, jendela tetap terbuka.

Jendela kelas A ditutup. Sepertinya Alisa tidak ada. Marika melewati koridor tanpa mengubah langkahnya.  

Jendela kelas B terbuka, tapi dia juga melewatinya dengan cara yang sama.

Jendela kelas C tertutup seperti kelas A, tapi Marika tidak melihatnya karena dia sejak awal tidak punya urusan di sana.  

Setelah melewati kelas C, Marika memperlambat langkahnya untuk mengintip melalui jendela kelas D. Seperti yang dia dengar, Alisa duduk di sebelah Hiyori.  

Di sisi lain sebelah Hiyori ada seorang siswa laki-laki yang tidak dikenal oleh Marika.  

(Aku ingin tahu apakah itu kekasih Hiyori?) 

Marika awalnya berpikir begitu. Tapi segera, dia menyadari anak laki-laki itu dengan senang hati berbicara ke Alisa. 

(Siapa....?)

Bukannya pemuda itu berbicara sendirian dengan Alisa. Hiyori ada di tengah-tengah mereka, mereka tidak bersebelahan atau saling berhadapan.

Selain itu, dia bersikap ramah, tetapi tidak terlalu banyak. Berpikir dengan tenang, sepertinya Alisa sedang mengajar teman sekelas Hiyori bersama dengan Hiyori.

Tapi .... Alisa juga terlihat sedang bersenang-senang. Dia memalingkan wajahnya ke arah pemuda itu sehingga Marika tidak bisa melihat ekspresinya. Jadi mungkin 'terlihat sedang bersenang-senang' merupakan salah paham dari Marika

(Tapi, ini terasa sedikit....) 

Sebelum mengungkapkan perasaan sakit yang dia miliki, seperti dia takut pada mereka, Marika berbalik dan kembali melalui koridor.

◇ ◇ ◇

Tepat setelah bergabung dengan Alisa dan meninggalkan sekolah melalui gerbang, Alisa diundang ke Einebrise oleh sahabatnya yang sekarang berjalan di sampingnya.

Tidak biasa hanya mereka berdua yang pergi ke Einebrise. Tidaklah berlebihan untuk mengatakan tempat tinggal di rumah Keluarga Juumonji yang ditempati Alisa dan apartemen sewaan Marika keduanya berada dalam jarak berjalan kaki. Bagi mereka berdua sudah biasa minum teh di salah satu ruangan mereka. Alisa merasa sedikit curiga dengan tingkahnya yang berbeda dari biasanya.

Ketika mereka memasuki Einebrise, ada beberapa wajah yang dikenal saling berhadapan di sebuah meja. Kakak tiri Alisa, Juumonji Yuuto dan senpai mereka dari Komite Moral Publik Izayoi Souma.

Alisa ragu-ragu apakah dia harus menyapa mereka atau tidak mengatakan apa-apa agar tidak mengganggu mereka. 

“Juumonji-san, Tookami-san, apa hari ini hanya kalian berdua?”  

Sementara dia memikirkannya, Souma berbicara dengannya terlebih dahulu.  

"Ya, hanya kami berdua."  

Pertanyaan Souma dijawab oleh Marika.  

Pada awalnya Marika akan mengabaikan mereka dan tidak berbicara dengan mereka, jadi dia tidak terganggu ketika mereka mengambil inisiatif.  

"Jika kalian mau, kalian bisa datang ke sini?"

Souma mengundang mereka untuk berbagi meja dengannya.

Marika juga cepat menjawab di sini.  

“Tidak, ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, hanya kami berdua.”  

Tulang punggung Alisa menggigil dengan cara yang orang lain tidak tahu. Mengesampingkan Yuuto, Alisa enggan berbagi meja dengan Souma, jadi Alisa tidak keberatan jika dia menolak undangan itu. Tapi kalimat 'Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, hanya kami berdua', untuk beberapa alasan, membuat Alisa merinding.  

"Tapi semua meja sudah diambil."  

Seperti yang Souma katakan, semua kursi meja sudah terisi, tidak biasa bagi Einebrise saat ini di hari kerja.  

"Aku tidak keberatan mengambil konter."  

Tapi Marika dengan dingin juga menolak tawaran ini.  

“Souma, jika kamu melangkah lebih jauh, kamu akan memaksa mereka.”  

Yuuto berkata, kemudian berdiri karena suatu alasan.

“Kami akan pindah ke konter. Kalian berdua bisa menggunakan meja ini.”  

Kemudian dia menawarkan untuk memberikan tempat duduknya kepada gadis-gadis itu.  

"Eh, tunggu, kamu tidak perlu khawatir tentang itu."  

Meskipun Marika bisa bersikap tidak ramah terhadap Yuuto dan Souma, kelihatannya dia tidak bisa kurang ajar. Dia ragu-ragu, bahkan menunjukkan sedikit rasa malu.  

“Apa kamu tidak ingin berbicara dengan Alisa tentang sesuatu? Kamu tidak akan tenang jika melakukan percakapan pribadi di konter, bukan?”  

Yuuto berkata, lalu dengan cepat pindah ke konter.  

Souma mengikutinya dengan tergesa-gesa.  

Sekarang setelah sampai pada titik ini, tidak sopan untuk terus menahan diri.  

“Mina, ayo kita ambil mejanya?”  

Alisa mendesak Marika untuk duduk di meja yang diberikan kepada mereka. 

"Ya...."

Terhuyung-huyung, Marika duduk di sisi yang berlawanan dengan Alisa.  

Robot pelayan model wanita, Serveroid, menerima pesanan mereka. Baik Alisa dan Marika memesan kopi panas.  

“Asha.”  

Begitu Serveroid kembali ke konter, Marika mulai berbicara tanpa menunggu kopi yang mereka pesan datang.  

"Siapa laki-laki yang sebelumnya bersamamu?"  

“Eh, apa? Ini terasa seperti Aku ditanyai tentang perselingkuhan.”  

Alisa menatap Marika dengan heran, matanya sengaja dipaksa terbuka.  

"Siapa dia?"  

Marika mengulangi pertanyaan yang sama. Suaranya pelan tanpa emosi, tapi Alisa merasakan tekanan perlahan menumpuk padanya.  

“Dengan ‘sebelumnya’, maksudmu saat aku bersama Hiyori? Kamu melihat itu?”

Menanggapi pertanyaan Alisa yang ditanyakan dengan nada santai, Marika tergagap, mengatakan "Uh....".  

Tapi segera dia mengangguk dengan ekspresi tegas dan berkata "Benar".  

(Kamu tidak harus bekerja keras seperti itu....) 

Ini bukan hubungan yang membuatnya merasa bersalah.  

Alisa tidak punya alasan untuk menghindari jawaban.  

"Dia Karatachibana-kun dari kelas D. Sebagai 'generasi pertama', dia tidak memiliki seseorang yang terlibat dengan sihir di sekitarnya, jadi dia tidak memiliki seseorang untuk mengajarinya teori sihir."  

“'Generasi pertama', maksudmu bukan tubuh yang dimodifikasi, kan? Dia seseorang yang tidak memiliki orang tua penyihir atau leluhur penyihir?”

Kakek Marika adalah seorang penyihir yang diciptakan di Institut Penelitian Pengembangan Penyihir. Meskipun dia tidak digolongkan sebagai tubuh yang dimodifikasi, dia serupa karena dirancang secara genetik. Karena keadaan inilah, Marika yang kurang pengetahuan tentang masyarakat penyihir, tahu tentang tubuh yang dimodifikasi.

"Ya. Seorang penyihir generasi pertama yang tiba-tiba muncul dalam keluarga tanpa penyihir. Meskipun aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak.”  

"Maksudmu dia bisa berbohong?"  

“Aku tidak merasa dia berbohong. Sebaliknya, aku pikir dia sangat jujur. Maksudku dia mungkin tidak tahu salah satu leluhurnya memiliki bakat sihir.”  

“Ah, jadi begitu....” 

Marika merasa lega dan sedikit rileks.  

"Jadi! Hubungan macam apa yang ada antara kamu dan Karatachibana-kun ini!?”  

Tapi ini bukan situasi yang bisa segera diredakan, Marika mendekati Alisa dengan ekspresi garang. 

"Hubungan .... Dia hanya teman sekelas Hiyori."

"Apakah itu sudah semuanya....?"  

“Tidak kurang dan tidak lebih, aku baru pertama kali bertemu dengannya?”  

Alisa menatap mata Marika, bertanya 'Kenapa?' dengan tatapannya.  

"Tapi Asha, kamu baru saja mengatakan dia 'jujur'."  

“Itu hanya kesan yang aku miliki. Seperti kesan pertama. Aku tidak terlalu sombong untuk berpikir aku bisa melihat kepribadian seseorang yang sebenarnya.”  

"....Tapi kalian berdua memiliki suasana hati yang baik!"  

“Eh!?”  

Alisa terperangah dengan tuduhan tidak terduga itu.  

Marika memelototi Alisa yang kehilangan kata-kata dengan wajah cemberut.  

“Ini salah paham! Kamu salah paham!"

Mengetahui Marika jelas-jelas salah, Alisa buru-buru menyangkal kecurigaannya.  

"Benarkah?"  

"Benar! Sebaliknya, aku ingin kamu memberi tahuku apa yang membuatmu berpikir seperti itu!”  

Alisa dan Marika diam-diam saling menatap.  

"Oke. Aku percaya padamr."  

"Tentu saja. Bagaimanapun, itu hanya kesalahpahaman.”  

Ketegangan telah dihapus dari bahu mereka.  

Tepat pada saat itu, kopi dibawa masuk. 

Mereka membawa cangkir ke mulut mereka pada saat yang sama dan membasuh sisa-sisa perasaan mereka yang terpendam dengan kepahitan yang menyenangkan.

◇ ◇ ◇

Alisa dan Marika meninggalkan Einebrise bersama Yuuto dan Souma. Pasangan laki-laki mencocokkan waktu kepergian mereka dengan waktu kepergian pasangan perempuan.

Souma berpisah dari mereka ketika mereka masuk Cabinet. Yuuto mengendarai Cabinet yang sama dengan Alisa dan Marika. Akibatnya, mereka menaiki Cabinet empat tempat duduk yang tidak biasa bagi kedua gadis itu.

Jelas Yuuto memiliki beberapa motif. Tapi dia tidak mengambil tindakan apapun di dalam Cabinet. Tujuannya menjadi jelas setelah mereka turun di stasiun terdekat dari rumah mereka dan berjalan sedikit setelah berpisah dengan Marika.

"Alisa, aku ingin menanyakan sesuatu padamu."  

Yuuto dengan sedikit takut berbicara kepada Alisa.  

"Apa itu?"  

Dalam suara Alisa ada sedikit kehati-hatian.  

"Umm .... Bisakah kamu memberitahuku nama laki-laki yang kamu ajak belajar hari ini sepulang sekolah?"

“....” 

Alisa menatap wajah Yuuto dalam diam.  

“Tolong jangan salah paham. Aku tidak bermaksud membuatmu memberitahukan semuanya.” 

Yuuto menjadi bingung dan memberikan alasan cepat.  

“Aku tidak punya rencana untuk memaksakan larangan kuno pada hubungan dengan lawan jenis. Tapi Tookami-san terlihat sangat khawatir tentang itu....” 

“Apa kamu menguping?”  

Nada suara Alisa lebih rendah dari biasanya ketika dia menjawab.  

“K-Kurasa begitu, tapi aku tidak mencoba mendengarkannya secara sukarela. Itu sebabnya aku tidak mendengar namanya.”  

Alisa menghela nafas kecil. Dia bisa mengerti mengapa Yuuto mengkhawatirkannya .... Tidak mungkin karena dia memiliki sister-complex.

"Tentu. Tapi aku tidak tahu nama lengkapnya.”  

Bahkan jika kamu meminta lebih, itu akan sia-sia, Alisa memastikan untuk memberitahunya.  

"Apakah begitu?"  

"Ya. Bagaimanapun, ini pertama kalinya kami bertemu.”  

“B-Begitu....” 

Yuuto terdengar lega, itu meningkatkan kecurigaan Alisa bahwa dia mungkin memiliki sedikit peningkatan sister-complex.  

“Karatachibana-kun dari kelas 1-D. Aku hanya tahu nama belakangnya.”  

"Karatachibana .... Belum pernah mendengar tentang mereka."  

"Rupanya, dia seorang generasi pertama."

“Lahir dari orang biasa, huh?”  

Perasaan tidak nyaman melintas di benak Alisa.

Yuuto baru saja memanggil non-penyihir yang tidak bisa menggunakan sihir dengan 'orang biasa'. Faktanya, jumlah penyihir yang menggunakan ungkapan ini tidak sedikit.

Jika manusia yang bukan penyihir disebut 'orang biasa' berdasarkan pemahaman, penyihir disebut 'tidak biasa' karena mereka minoritas mutlak, Alisa tidak keberatan. Namun, dia merasa banyak penyihir menggunakannya untuk mengartikan 'penyihir itu istimewa, manusia superior yang memiliki kekuatan yang tidak dimiliki manusia lain'.

Dia tidak bisa memastikan apakah Yuuto seperti itu. Mungkin tidak ada penyihir yang berpikir seperti itu, dia hanya terlalu memikirkan semuanya. Tetapi bagi Alisa, sepertinya itu semua bukan hanya kesalahpahamannya.

Selain itu, Alisa sendiri terkadang menggunakan ungkapan seperti 'orang biasa' dan 'orang normal', tanpa terlalu menyadarinya. Pikiran dia mungkin memiliki cara berpikir elit yang tersembunyi di dalam dirinya membuatnya merasa tidak nyaman ketika penyihir menggunakan ungkapan seperti 'orang biasa', bahkan ketika dia tidak merasakan kebencian apapun darinya.

"Alisa?"  

Suara bingung Yuuto mengembalikan kesadaran Alisa setelah dia terdiam karena memikirkan hal seperti itu.  

"Ah maaf. Umm, kita berbicara tentang Karatachibana-kun bukan keturunan penyihir, kan?”  

"Jika itu benar, tidak mengherankan aku belum pernah mendengar nama itu."  

Yuuto mengangguk saat dia mengatakannya.  

"Dia mengatakannya sendiri, tapi aku tidak tahu apakah dia benar-benar generasi pertama."  

"Benar. Misalnya, ada banyak kasus orang-orang yang disebut keluarga 'setengah' karena mereka tidak sadar mewarisi garis keturunan penyihir."

Sikap Yuuto melunak. Seruan Alisa tentang 'Aku tidak tahu detailnya' mungkin berhasil.  

Dia tidak mengangkat topik itu lagi di rumah.


Post a Comment

0 Comments